50

6.7K 815 201
                                    

Dulu sekali sewaktu kecil bunda selalu memaksa gue untuk meminum obat yg rasanya sangat gue benci, saat itu gue sama sekali kurang mengerti apa yg di maksud bunda dengan mengucapkan "Rasanya memang pait, tapi ini akan menyembuhkan" yg gue dengar hanya rasanya yg pahit tanpa mendengarkan kalimat yg lain. Semakin sering gue bermain di luar rumah maka semakin sering gue jatuh sakit dan lagi-lagi gue harus kembali menelan rasa pait yg berasal dari obat dan itu terdengar lucu karena gue yg sering jatuh sakit gue mulai berteman dengan rasa pahit itu.

Saat gue dewasa atau lebih tepatnya saat Chani meninggalkan gue disaat itu pula gue mulai mengartikan ucapan bunda yg gue artikan ke hal lain.

"Rasanya memang pahit, tapi ini akan menyembuhkan"

Merindukan Chani sepanjang waktu yg gue jalani itu sama sekali bukan hal mudah, rasanya pahit. Lebih pahit dari obat, obat masih mampu untuk gue telan tapi rasa rindu yg sudah lama bersarang di hati gue? Jawabannya Tidak, tidak semudah itu. Setiap ingin menelannya seperti apa yg biasa gue lakukan terhadap obat, rasanya selalu seperti gue yg mencekik diri gue sendiri.

Tapi setelah hari menjadi bulan dan bulan menjadi tahun gue mulai bisa mengerti kalimat 'Menyembuhkan' yg di maksud bunda. Gue menyembuhkan diri gue sendiri dengan rasa rindu yg gue punya. Gue yg membuat diri gue sendiri sakit karena merindu dan juga gue sendiri yg menyembuhkannya dengan hal yg sama, rindu.

Entah karena sengaja ataupun tidak, tapi gue mulai berteman dengan rasa rindu itu, rindu yg terasa pahit.
Gue mulai terbiasa dengan rindu yg selalu menyeruak ke dalam hidup gue. Bahkan saat orang lain akan bertanya siapa sahabat terdekat gue saat ini? Gue bukan lagi menjawab Chani ataupun Yoora. Gue memiliki jawaban berbeda sekarang, sahabat terdekat gue saat ini rindu.

Gue selalu ingin berteman dengan rindu dan menaklukannya agar gue bisa bertemu dengannya dan membicarakan banyak hal dengan pemilik rindu ini.

Lalu bagaimana jika rindu ini mulai bertemu dengan penawarnya? Itu yg selalu gue tanyakan. Akankah gue mulai menuai kata sembuh dari rasa sakit yg berkepanjangan itu?

Gue udah lulus 2 minggu yg lalu. Kelas 2, 2 bulan menuju semester 2 sampai gue lulus sekarang Chani belum juga balik. Gue maupun Yoora gak ada yg tau Chani ada dimana bahkan medsosnya semua gak aktif. Chani bener bener menghilang dari radar gue maupun Yoora.

Gue memperhatikan bayangan gue di kaca dan tersenyum menguatkan, bersiap melewati hari ini dengan senyuman palsu yg selama ini gue tunjukkan di depan umum.

Hari ini gue bersiap buat pergi bareng Yoora ke perpustakaan, bagaimanapun gue sama Yoora disibukkan buat masuk ke Unniversitas yg kita mau. Gue sepakat buat mendaftar di Unniversitas yg sama seperti Yoora.

Gue menyampirkan tas ke lengan kanan gue dan menuruni tangga menuju meja makan.

"Bundaaa" Panggil gue dengan setengah teriak dan gue mendapat suara bunda bukan dari arah dapur melainkan ruang tamu.

"Bunda di ruang tamu sayang"

Gue mengambil roti dan mencomotnya sambil lalu berjalan ke ruang tamu dan minta ijin buat pergi dengan Yoora.

"Bun, Bunda Hyunjin mau pergi bareng Yoora" Ucap gue yg masih sibuk menunduk dengan hp di tangan gue membalas pesan Yoora yg terus menerus masuk ke Line gue.

"Hyunjin liat siapa yg dateng"

"Bun Hyunjin buru buru banget, Yoora udah nung ..." Ucapan gue terhenti setelah melihat siapa yg duduk di kursi ruang tamu dengan bunda disampingnya sembari memeluk lengannya.

Bunda berdiri dan menariknya juga untuk ikut berdiri.

Mulut gue menganga tak percaya dan menggumamkan satu nama yg gue sendiri gak mampu buat ngucapin rasanya tenggerokan gue tercekat dan suara gue secara tiba-tiba hilang, sedangkan perempuan yg membuat gue mematung di tempat hanya menatap gue datar.

I'm Fine • Hwang Hyunjin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang