Off the Map

43.8K 4.1K 2.1K
                                    

Kim Namjoon
Somewhere, 12th September 2018

Kebebasan.

Ialah hadiah ulang tahun yang kupersembahkan untuk diriku sendiri.

Aku telah hidup di tengah ingar-bingarnya kehidupan sejak lima tahun yang lalu, namun diriku sudah tenggelam terlalu dalam hingga aku merasa bahwa nyaris sepanjang hidupku kuhabiskan dengan cara itu.

Bersyukurlah, mereka bilang. Tidak semua orang bisa memiliki hidup sepertimu.

Seolah-olah hidup adalah hal yang bisa dipilih oleh manusia.

Mereka tak sadar, bahwa aku-sama seperti mereka, juga bisa merasa tidak nyaman dengan keadaan.

Oleh karena itu, satu-satunya cara agar aku kembali merasa punya kendali penuh atas diriku adalah: bebas.

Dan yang kumaksud dengan bebas adalah ketika aku memesan tiket kereta entah ke mana, lalu mengambil bus paling pertama, kemudian turun di antah berantah dan berjalan di aspal yang membelah persawahan ratusan hektar.

Dan yang kumaksud dengan bebas adalah ketika aku memesan tiket kereta entah ke mana, lalu mengambil bus paling pertama, kemudian turun di antah berantah dan berjalan di aspal yang membelah persawahan ratusan hektar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jika aku tersesat, berarti itu karena diriku sendiri.

Begitu pula jika aku pulang dengan selamat, atau jika aku tinggal dan tak kembali.

Semuanya tergantung padaku.

Aku mematikan layar ponsel yang sejak pagi tadi dipenuhi oleh notifikasi pesan selamat ulang tahun serta satu pesan ucapan 'hati-hati, jangan sampai mati' dari manajerku.

Kumasukkan benda kecil ajaib itu ke dalam saku, lalu aku merentangkan kedua tangan ke udara.

Senyum simpul terukir jelas di wajahku sementara mataku memandangi sawah dan pegunungan di jauh di sana.

Wahai semesta, bawa aku ke mana pun sekarang.

***

Song Dain
Route 1028, 12th September 2018

"Apa anakku mencuri tomat lagi?"

Alisku terangkat sementara jariku dengan cepat memilah amplop dalam tas pinggang abu-abu yang kukenakan.

Begitu menemukan nama yang tepat, aku segera tersenyum dan menggeleng pada wanita paruh baya yang berdiri tepat di depan pintu. "Tidak, aku datang untuk mengirimkan surat."

Wanita itu menghela napas lega.

"Syukurlah kalau begitu. Tapi aku baru tahu kau bekerja di kantor pos."

"Ah, bukan begitu. Pak Donghwa hanya meminta tolong padaku, hari ini dia harus ke Busan. Anaknya baru saja melahirkan."

Aku menarik bibir hingga membentuk garis lurus.

Jika saja aku tak berhutang budi pada orang itu, pasti hari ini aku bisa mencabut rumput liar di halaman depan rumahku.

"Syukurlah! Akhirnya beliau sudah punya cucu. Mungkin aku harus mengirimkan hadiah untuk Pak Donghwa." Ia menepukkan tangannya satu kali, wajahnya berseri-seri.

Arcadia | KNJTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang