⛅⛅⛅
“Kamu tuh dengerin aku ngomong nggak sih?” kata Alia dengan kedua alis mengerut.
Dan Abadi dengan santainya menggeleng. “Lia, bisa nggak, jadi orang tuh jangan terlalu gemesin,” katanya dengan kedua tangan sudah bergerak, hendak mencubit pipi Alia, tapi perempuan itu segera menepisnya.
“Abadi, bisa nggak, jadi orang tuh jangan terlalu receh. Nggak aman buat kuping aku.”
“Kok, gitu sih, lo?” Abadi menyahut dengan kedua alis mengerut. Tampak kurang setuju.
“Abadi bisa nggak, ngomongnya jangan pakai lo gue? Nggak sopan ngomong gitu sama yang lebih tua!” ujar Alia dengan mata melotot lucu. Iya sih, Alia memang lebih tua dua bulan dari lelaki itu.
“Harus aku kamu gitu, ya, biar romantis?” kata lelaki itu sembari menaikturunkan kedua alisnya. Mengejek dengan wajah tengil. Kalau saja tidak ditempat umum, Alia bersumpah akan menjewer telinga lelaki itu.
***
“Kamu udah pulang?”
Baskara membalas senyum istrinya. Ia melangkah menuju ruang tamu, lalu merebahkan punggungnya pada sandaran sofa.
“Nih, minum air hangat dulu.” Ditha memberikan cangkir berisi air hangat, lalu duduk di sebelah suaminya.
Sambil menerima cangkir itu, Baskara mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Rumah ini begitu mewah, dan luas, tapi entah mengapa di dalamnya selalu terasa sepi dan dingin. Seperti tidak ada kehidupan. “Abadi nggak pulang ke sini?” tanya Baskara kemudian.
“Terakhir pulang dua hari yang lalu, tapi malemnya balik lagi ke apartemen. Terus tadi pagi dia nelepon, katanya ada di Bali.”
“Di Bali? Ngapain?” cerca Baskara tak habis pikir. Anak lelakinya itu selalu saja bertindak impulsif.
“Liburan aja sebelum ngambil job di Yayasan.”
“Terus, dia bilang sesuatu yang lain nggak?” Dalam benak, Baskara berharap setidaknya ada satu kalimat yang Abadi titipkan untuknya, apa pun itu. Namun...
“Nggak ada sih.”
Yah, tidak ada.
Lebih tepatnya tidak akan mungkin ada.
“Eh, Mas, mau mandi sekarang? Sebentar, aku masak air hangatnya dulu.” Tersadar akan sesuatu yang harus dilakukan, Ditha segera beranjak dari tempat duduk.
Baskara mengangguk. “Iya, tolong ya.”
Saat istrinya itu menghilang dari pandangan, Baskara menghela napas berat. Ia memijit pangkal hidungnya dengan pandangan ke atas, mengamati langit-langit atap.
Abadi.
Nama itu terus dia gumamkan dalam benaknya.
Putranya benar-benar dingin tak tersentuh.
Setiap kali mereka berpapasan, yang ia dapati hanyalah kumparan sorot amarah dari sang putra. Tak peduli seberapa keras ia berusaha membuka diri, Abadi tetap memberinya jarak.
Abadi tidak lagi terjangkau olehnya. Anak itu bahkan sudah terang-terangan mengabaikan figurnya.Baskara menderita. Ia terkurung dalam rasa bersalah. Tentang masa lalu, tentang ruang operasi, dan tentang teriakan putus asa terus menyiksanya sepanjang waktu. Dan Baskara benci karena ia tidak mampu keluar dari bayang-bayang kelam masa lalunya.
bersambung...

YOU ARE READING
Dia Abadi [Terbit]
RomanceDia Abadi berpusat pada jalinan kompleks antara cinta, kehilangan, dan penemuan diri. Berkisah tentang perjalanan antara dua tokoh utama, Indra Gana Abadi dan Alia Zahrantiara; yang mengalami trauma setelah kehilangan sosok berharga di hidupnya. Di...