***
Di dunia ini, beberapa hal bisa diselesaikan dengan negosiasi, sementara beberapa yang lainnya tidak. Tidak ada yang bisa menegosiasi perihal waktu, termasuk waktu datangnya kematian. Jika Tuhan sudah berkehendak, mau atau tidak, siap atau tidak, semuanya akan terjadi. Kematian akan selalu datang tanpa peringatan. Tanpa mau repot memaklumi segala bentuk kesedihan.
Semua orang berdiri di hadapan peti mati sang mendiang dengan pakaian formal mereka. Di samping peti terdapat bingkai foto berukuran besar. Foto itu menunjukkan senyum tulus dari sang mendiang.
Suara isak tangis begitu memekakkan telinga. Mereka memeluk satu sama lain, beberapa di antaranya ada yang sampai bersimpuh di lantai. Abadi tidak tahu siapa dia atau mereka. Itulah mengapa, dia hanya terdiam sepanjang waktu.
Abadi menengok ke samping, ditatapnya Alia dengan lekat. Saat semua orang menangis, Alia sama sekali tidak melakukannya. Abadi kembali mendapati ekspresi datar tanpa makna dari perempuan itu.
Ekspresi yang sama persis seperti yang pernah ia lihat beberapa tahun lalu, di rumah Tania.
***
Dengan pandangan lurus, Alia terdiam. Semilir angin yang menyapa, serta indahnya hamparan sawah di hadapannya bahkan tak mampu mengubah suasana hatinya.
Tiba-tiba saja, rangkaian kejadian masa lalu kembali berputar diingatan, bak sebuah film yang diputar secara cepat. Dalam ingatan itu, wanita paruh baya bersimpuh di lantai dingin, di hadapan dokter, menangis tersedu-sedu sambil memukul dadanya.
Rasa sakit Alia pada saat itu benar-benar nyata. Bahkan, tak ada obat dalam bentuk apa pun yang mampu menyembuhkan rasa sakitnya.
“Berulang kali, aku menyaksikan orang-orang di sekitarku meninggal. Aku nggak suka kematian karena ...” Napas Alia tercekat. Dadanya sesak luar biasa.
“Ditinggalkan?”
Alia menoleh, tapi tidak mengangguk atau pun menggeleng. Ia hanya berkata, “Menurut kamu, sampai kapan aku harus datang ke rumah duka? Kamu tahu seberapa menakutkannya hal itu setiap kali terjadi? Kamu tahu seberapa sulitnya mengucapkan selamat jalan?”
Abadi teringat akan sesuatu. Mungkin ... “apa karena Tania? Lo kayak gini, apa karena Tania?”
Mendengar nama Tania disebut, Alia bungkam. Ia tidak mengangguk maupun menggeleng.
bersambung...

YOU ARE READING
Dia Abadi [Terbit]
RomanceDia Abadi berpusat pada jalinan kompleks antara cinta, kehilangan, dan penemuan diri. Berkisah tentang perjalanan antara dua tokoh utama, Indra Gana Abadi dan Alia Zahrantiara; yang mengalami trauma setelah kehilangan sosok berharga di hidupnya. Di...