***
“Abadi, kamu di mana sih?!”
“Nggak penting aku ada di mana. Yang penting, kamu maunya aku ke mana?”
“Ke sini dong. Aku di kafe seperti biasa.”
“Oke.”
Panggilan telepon terputus setelahnya, dan Abadi langsung pergi menemui Alia di tempat perempuan itu bekerja.
Abadi melambaikan tangan pada Alia yang tengah sibuk membersihkan beberapa meja kosong. Sembari menunggu Alia selesai bekerja, Abadi duduk, memesan, sambil memainkan ponsel. Ia juga tak lupa melakukan panggilan video dengan kedua teman laknatnya— Doni dan Yasa.
Yasa sudah tiba di Indonesia, kemarin malam. Rencananya, dia ingin langsung terbang ke Bali, tapi tidak jadi karena Doni sedang dimarahi oleh ayahnya. Dan kini bocah pecinta lego itu sengaja merajuk, mengurung diri di kamar seharian. Sayangnya, tidak ada yang peduli.
“Lo bertingkah apa lagi sih, Don?” tanya Abadi di sela tawanya. “Gue capek ya denger lo diamuk mulu.”
“Kayak nggak tahu aja masalahnya di mana,” jawab Yasa di seberang panggilan.
“Lego lagi.”
“Lego terus sampai mampus!” sambung Yasa emosi. “Masalahnya kalau nggak berlebihan, ya nggak apa-apa. Gue lihat di rumahnya udah ada dua ruangan khusus lego, masih aja nambahin. Lama-lama tuh rumah bisa berubah jadi sarang lego.”
Abadi tergelak lagi. Sementara orang yang tengah dibicarakan justru terlihat mengerucutkan bibir.
“Don, lain kali kalau beli lego pake duit lo. Jangan bikin bangkrut bokap lo.” Yasa kembali membuka suara.
“Kayak lo kerja aja,” sahut Doni ketus.
“Gue emang pengangguran, tapi gue kagak bikin bangkrut orang tua ya,” ujar Yasa membela diri. “Noh, lihat si Badi.”
“Kok, gue?!” Abadi menyahut dengan sewot. “Gue kerja ya bajingan.”
“Eh, lo kayaknya betah banget kerja di bengkel si Jere Jere itu,” komentar Yasa, mendadak mengalihkan topik.
“Dia udah resign, beberapa hari yang lalu.” Di seberang telepon, Doni kembali menyambung sembari membenarkan rakitan legonya.
“Lah, kok gue nggak dikasih tahu?!” Yasa berseru emosi.
“Dia sibuk bucin.”
Ekor mata Abadi tak sengaja menangkap pergerakan Alia. Alhasil lelaki itu mengangkat kepala, memperhatikan langkah Alia dengan saksama. Lalu saat Alia mulai mengambil langkah ke arahnya, Abadi dengan enteng berkata, “Ada yang lebih penting daripada ngomong sama lo berdua, bye!”
“Wah, darah bulol-nya nggak hilang dari SMA.” Yasa berkomentar, tapi Abadi mengabaikan.
Ia memutus sambungan sepihak, berhasil membuat kedua temannya mengumpat emosi.
Abadi memang suka bertingkah semaunya.
***
“Ayo kita resmi.”
Abadi belum mengerti apa yang Alia maksudkan. Perempuan itu tiba-tiba saja duduk di hadapannya, dan mengatakan sesuatu yang ambigu.
“Meresmikan hubungan kita,” kata Alia memperjelas. Dia sudah memikirkannya dengan matang sejak kemarin. Lebih tepatnya, sejak mereka kembali dari pantai. Melihat Abadi yang tak bereaksi apa pun terhadap ucapannya, Alia jadi tersinggung. “Kamu nggak pernah serius ya, sama omonganmu sendiri?”
“Seharusnya aku yang tanya begitu. Kamu nggak lagi main-main kan sama ucapanmu barusan?”
“Kalau kamu? Kamu serius nggak sama aku?”
“Orang waras mana yang mau nunggu cewek selama hampir tujuh tahun tanpa kepastian?” decak Abadi tak habis pikir.
“Kalau gitu, mulai hari ini kita pacaran.”
Abadi mengernyitkan dahi, lalu terkekeh sinis. “Kenapa kamu bersikap tergesa, seolah nggak mempertimbangkan? Atau, kamu dengan gampangnya bilang begitu karena merasa kasihan?”
“Abadi— ”
“Alia, aku nggak pernah maksa kamu untuk melakukan apa pun, termasuk untuk mencintai aku. Kalau kamu nggak bisa, ya udah. Kamu tahu, aku paling nggak suka mengacaukan perasaan orang. Jadi, berhenti mengacaukan perasaanku juga.”
“Mood kamu kayaknya lagi nggak beres deh. Aku lanjut kerja dulu kalau begitu.” Alia terpaksa mengakhiri pembicaraan, begitu menyadari ada aura dingin yang menguar di tengah topik yang mereka bicarakan.
Alia bangkit dari tempat duduk. Sebelum perempuan itu pergi, mereka sempat bertukar pandangan, dan Alia menjadi orang pertama yang memutuskan kontak terlebih dahulu.
Meninggalkan Abadi yang termangu di tempatnya.
bersambung...

YOU ARE READING
Dia Abadi [Terbit]
RomanceDia Abadi berpusat pada jalinan kompleks antara cinta, kehilangan, dan penemuan diri. Berkisah tentang perjalanan antara dua tokoh utama, Indra Gana Abadi dan Alia Zahrantiara; yang mengalami trauma setelah kehilangan sosok berharga di hidupnya. Di...