Chapter 1 - Meet the Boss!

74.3K 2.9K 150
                                    

Menjadi asisten pribadi atau lebih kerennya personal asistant, sama sekali tidak ada dalam dream list-ku. Apa boleh buat. Setelah semua lamaran pekerjaan yang kulayangkan berakhir dengan jawaban Maaf, lamaran Anda kami tolak, maka fix, hanya ini pekerjaan tersisa yang mau nggak mau harus aku ambil. Walau sejujurnya, aku enggak begitu paham apa yang harus aku lakukan. Tapi, life must go on.

Sebagai tulang punggung keluarga, aku tidak punya banyak pilihan, kan? Apalagi untuk lari dari kenyataan. Baiklah. Seseorang pernah berkata, Don't look back, live your life and be happy, you will ready for tomorrow!

So, here I am now.

"MARSHA JULIA."

Si boss yang semula kubayangkan berkepala botak dengan perut buncit dan kaca mata tebal minus lima belas dan kumis lebat seperti yang diinfokan sebelumnya kepadaku ini, berjalan mengitariku. Ia yang bahkan jauh lebih tampan dari artis sinetron FTV mana pun itu, mengamatiku dengan saksama. Mata elangnya seperti sedang memindai dari kepala hingga ujung kaki. Tatapan mesumnya  membuatku mual. Bibirnya yang tipis nan seksi menyeringai. Ia berdecak.

"Saya bisa dipanggil Mars aja, Pak." Aku mundur selangkah. Mendadak risih dengan perlakuannya.

"Mars? Hm. Panggilan bagus," ucapnya, memasukkan kedua tangan ke dalam saku celananya.

Kini ia memajukan hidung tujuh sentinya yang bisa buat jahit baju saking lancipnya itu. Mengendus tubuhku.

Oh, great! Apa aku lupa pakai deodoran tadi pagi? Atau aku lupa gosok gigi? Euw!

"Kenapa kamu... tidak wangi?" ucapnya kemudian. Wajahnya yang 11-12 dengan artis Turki Birkan Sokullu itu, terlihat kecewa.

"Hah?"

Apa tadi dia bilang?

"Sebagai orang yang harus selalu berada dekat dengan saya, kamu seharusnya... kiss-able.. eum maksud saya, wangi...."

Gubrak!

Astaga, Pak! Aku tadi emang baru habis nguras empang tetangga, sih. Makanya nggak wangi. Tapi kiss-able? Apa itu maksudnya?

"Terus ini. Apa ini?"

Tubuhnya yang tegap dan buat cewek normal memang bisa bikin air liur menetes itu tak henti mengelilingiku.

Kamu itu boss apa odong-odong sih, Pak? Muter-muter aja. Kepalaku mulai pening.

"Kamu ngelamar kerja jadi PERSONAL ASISTANT saya, kan? Kamu bukan mau pergi pengajian?"

Kata-katanya benar-benar membuat mataku terbelalak.

Apalagi kemudian ia mulai menarik lengan kemeja panjangku. Lalu rok denim model klok sedikit di atas mata kaki itu, dikibar-kibarkannya.

Omaigat!

Oke. Aku salah. Tadi aku memang buru-buru banget. Jadi enggak sempat lagi milih-milih baju. Tapi, apakah melempar kepala orang ini dengan bakiak kayu itu dosa?

What's Wrong With You, Boss? (COMPLETED)Where stories live. Discover now