Chapter 21 - What Makes You Handsome

16.9K 1.1K 11
                                    

Aku tahu, menjadi personal assistant berarti harus siap mengerjakan tugas-tugas bahkan yang menyangkut hal-hal yang sangat pribadi bagi atasan. Aku sama sekali tidak keberatan. Namun meski sebagai bawahan, aku juga adalah manusia biasa yang punya hati dan perasaan.

Ok, fine! Nggak perlu bawa-bawa hati apalagi perasaan.

Cukup minta lah sesuatu dengan berbicara santun. Aku akan memasukkan permintaanmu ke dalam to do listku, dan mengerjakannya sesuai skala prioritas yang telah kubuat. That's all!

Dalam hal Celline si tunangan bos ini, aku masih belum mengerti posisi dia selain dia itu calon istri bos. Masih calon, loh. Bisa jadi istri, bisa juga gagal, kan? Ups, sorry! Bukan nyumpahin bakal nggak jadi sih, tapi kelihatan sekali si Celline-Celline ini sangat mendominasi.

Baiklah. Aku memang baru mengenalnya beberapa hari saja. Mungkin sebaiknya menyimpan dulu prasangka-prasangka buruk tentang dia. Selalu ingat kata-kata bijak ini: "Don't ever judge a book by it's cover."

Aku baru selesai mengerjakan presentasi untuk meeting besok dan baru saja menekan tombol send ke surel si bos untuk cek terakhir, saat aku mendengar suara ribut-ribut yang asalnya dari ruangan si bos.

Aku memasang telinga baik-baik.

Bukan. Yang sekarang ini bukan suara mendesah-desah atau melenguh atau mendesis seperti yang pernah aku dengar beberapa waktu yang lalu. Ini seperti suara dua orang yang sedang beradu argumen. Kalau tidak mau disebut berantem.

Pintu ruangan si bos yang terbuat dari kayu solid memang pas untuk meredam suara-suara yang masuk atau pun keluar dari kamar. Meskipun samar, tapi aku tetap masih bisa mendengarkan.

Sepertinya pertengkaran masih seputar si bos yang tidak mau ikut ke Paris. Sementara tunangannya itu terus saja mengulang, merengek seperti kaset rusak.

Mendadak pintu ruangan si bos terbuka.

"Why don't you understand, Celline? I have to attend all that f***ing important meeting next week!"

Si bos muncul dengan wajah frustasi.

Aku pura-pura menyibukkan diri dengan menelepon perusahaan travel rekanan. Berusaha mencari harga terbaik untuk penerbangan ke Paris Sabtu ini.

"You could reschedule it anytime, Bryan! You even could ask your PA to attend it for you! It's NOW or just FORGET IT!"

Celline berteriak dengan napas memburu.

Dia terlihat sangat kesal. Melangkah cepat dengan kakinya yang panjang terbungkus rok celana berwarna beige, dia sama sekali tak mempedulikan pak bos yang mengejar di belakangnya. Kurasa aku pun tak terlihat olehnya. Dia melewatiku begitu saja.

Celline bahkan membanting pintu di belakangku saat dia keluar.

Aku mengelus dada. Meletakkan gagang telepon kembali pada tempatnya.

"Sorry, Mars kamu harus dengar keributan nggak penting ini." Si bos menarik napas cepat seraya memperbaiki ikatan dasi di kerah lehernya.

Aku mengangguk. Memberinya sedikit senyum. "No worries, Sir."

Si bos berdiri mematung di sebelahku. Keningnya berkerut. Dia lalu menoleh dan menatapku.

"Saya ada acara apa hari ini?" tanyanya beberapa saat kemudian.

"Meeting di Thiezz Contractors jam sepuluh, Pak. Ratu Prabu Building, Simatupang," jawabku lancar. Aku baru saja akan mengingatkannya.

"Presentasinya baru saja saya kirim ke surel Bapak."

"Okey. Nanti saya cek." Pak bos lalu berjalan kembali ke ruangannya. Baru beberapa langkah dia berhenti.

"Oya, kamu ikut saya meeting."

Aku mengangguk lagi. "Baik, Pak."

"Good!"

Pak bos kemudian masuk ke ruangannya dan menutup pintu.

Saat itu lah aku kemudian teringat untuk meminta persetujuannya soal pemesanan tiket Celline. Bergegas aku mengetuk pintu.

Terdengar suara dari dalam menyuruhku masuk.

Hawa dingin segera menyergap saat aku membuka pintu. Pak bos sudah duduk di belakang meja kaca besar. Menyandarkan punggung pada kursi besarnya yang terbuat dari bahan kulit. Dia sudah melepas jas dan menyampirkan pada sandaran kursi. Dia kini hanya memakai kemeja putih dengan lengan yang digulung sebatas siku.

"Ada apa?"

Pak bos menatapku dengan sorot matanya yang tajam. Tangannya mulai melepaskan dasi dan membuka dua kancing kemeja bagian atas.

Aku berdehem pelan. Kenapa mendadak jadi gugup begini?

Aku merutuk diri sendiri.

Apa-apaan, sih?

Seperti baru pertama kali saja ketemu pak bos!

Ingat Marsha, peraturan penting no. 3!

.

.

.

.

pak bos Bryan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

pak bos Bryan

pak bos Bryan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*******

haii... haiiii

Part ini seharusnya udah publish kemarin. Tapi nyonya sedikit mengalami writer's block nih hahaha... (alasan, padahal emang lagi males nulis wkwkkw)

Jadi nggak papa nyonya publish hari ini aja yes? Mudah-mudahaan bisa lanjut chapter 22 juga hari ini. uhuuyy!

Oyaaa.... gimanaaa... sampai di chapter ini pada syuka enggak sama ceritanya??

Gimana menurut klean pesona si bos ganteng yang satu ini??

Si Mars bagusan jadian sama Ethan atau si bos ya? wkwkwkw.... *nebar racun*

Apa?? Si bos udah tunangan?? Enggak apa-apa... kan selama janur kuning belum melengkung, tandanya masih go publik. Right or left? wkwkkw....

Komen yang banyaaakk yaa... ditambah kripik pedas level sebelas juga boleh, biar nyonya nulisnya makin hawt dan bersemangat nih!

Enjoy reading! ^__^

Muaacchhh muaacchh lope lope

NM

What's Wrong With You, Boss? (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang