Sumpah, Nggak Tahu Mau Dikasih Judul Apa

252 9 16
                                    

Midorima Shintaro merasa dia adalah pria paling bahagia di muka bumi saat mendengar tangis bayi yang nyaring memecah kesunyian lorong tempatnya menanti di subuh dingin itu. Ia ingin tersenyum lebar, mendobrak pintu lalu buru-buru menghambur pada istri dan anaknya yang sudah sama-sama berjuang, tapi seorang Midorima Shintaro terlihat tidak akan melakukan itu. Ia bahagia, tapi ia tak bisa menunjukkannya pada dunia luar.

Lelaki itu hanya masuk dengan tenang, menatap anak yang mewarisi gen kedua orang tuanya: mata biru dan rambut kehijauan yang seperti serabut kecil-kecil di kepala mungil yang masih merah itu. Midorima ingin menangis bahagia, tapi dia hanya diam saja sambil membalas tatapan sayu Midorima Adagaki Hime--istrinya.

"Aku tidak akan berterima kasih atas apa yang kau lakukan hari ini, nodayo. Juga, tidak akan ada hal yang patut kukatakan setelah perjuanganmu ini, nanodayo, soal anak ini," kata Shintaro tanpa menatap Hime.

Diam-diam Hime tersenyum kecil mendengar ucapan sang suami. Namun, yang dia tangkap jelas sekali. Midorima seolah mengatakan, "Terima kasih sudah berjuang untuk anak kita. Kurasa kata terima kasihku saja tidak cukup layak untuk menunjukkan betapa aku menghargai perjuanganmu dan sekaligus mengekspresikan kebahagiaanku," di balik kalimat datarnya tadi.

Hime mendengus geli. "Aku juga tidak butuh terima kasihmu," balasnya pelan dan lemah. Ya, aku mengerti.

Midorima tidak berucap apa-apa lagi, dia dengan lembut merengkuh kedua orang tersayangnya pada dekapan lengannya yang kokoh. Jika saat itu lorong lebih ramai dan penuh, Hime pasti tidak akan mendengar dan tersentuh oleh isakan kecil Midorima Shintaro pada bahunya yang terasa penuh terima kasih dan kelegaan.

"Aku memelukmu bukan karena aku bahagia dan terharu atau lega. Aku hanya memastikan kau benar-benar aman. Dan itu jelas bukan karena aku mengkhawatirkan kalian," tegas Shintaro terbata.

Hime menepuk-nepuk bahu pria itu, menenangkannya. Aku sangat lega kau berhasil memperjuangkan ini, aku sangat senang, isak tangis Shintaro seolah mengatakan demikian.

Malam yang sunyi itu dan isak tangis dalam hening Shintaro yang perlahan ditelan senyap, menjadi saksi nama Midorima Shizuka tersemat untuk buah hati Midorima Shintaro dan Midorima Hime.

***

Shizuka bayi yang manis, berulang kali Shintaro menyadari itu. Sesuai namanya, bayi mungil itu tidak banyak bertingkah--dia jarang menangis dan sangat tenang. Namun, Midorima Shintaro diam-diam khawatir jika anak gadis pertamanya itu ikut mewarisi sikap kedua orang tuanya.

Tidak lucu ketika makan pagi keluarga kecil Midorima itu diwarnai frasa 'aku melakukan itu bukan karena aku ingin'.

Sore itu, Hime sedang pergi berbelanja kebutuhan bulanan sekaligus popok baru untuk Shizuka. Hime sepertinya kapok meminta Shintaro melakukannya karena terakhir kali pergi ke minimarket, Midorima Shintaro menghabiskan uang yang seharusnya digunakan membeli popok dan susu untuk memborong tissue toilet yang sedang diskon. Perempuan itu geli, tapi merasa sungkan jika mengatakan jengkelnya pada sang suami. Maka dia berangkat sendiri sore tadi.

"Pakaikan dia popok ini kalau dia buang air nanti," pesan Hime sebelum melangkah pergi. Midorima tidak terlalu memperhatikan saat wanita itu menunjuk ke meja kecil di sudut ruangan. Dia melangkah ke luar ruangan dan lelaki itu mengikutinya keluar. Berkas di tangan ia letakkan ke meja kecil di sudut ruangan, mengikuti sang istri.

"Aku melakukan ini bukan karena aku peduli, ya," ralat Hime kemudian, cepat. Perempuan itu menyalami Midorima, lalu tanpa berujar lebih banyak segera melangkah ke minimarket terdekat.





ButterfliesWhere stories live. Discover now