007.

9.3K 2.1K 242
                                    

aku yakin kalian tahu cara menghargai suatu karya. enjoy reading!

Dua Insan — Ify Alyssa & Adhitia Sofyan

Dua Insan — Ify Alyssa & Adhitia Sofyan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagian 7: Destinasi Dua Insan.

Rabu sore tidak pernah terasa secanggung ini, andai bukan karena hati yang lain, tiba-tiba mendeklarasikan rasa cinta pada lelaki yang juga ia suka. Sulit bagi Ayuna untuk bersikap biasa saja saat tahu—oke, sebut saja Dimas itu orang tersayangnya—yang paling ia percaya, ternyata dekat dengan perempuan lain pula. Pengen cemburu, tapi aku siapa.

Mau tahu? Canggung sekali rasanya kembali berada di boncengan sepeda bersahaja Dimas, terlebih kini ia tahu bahwa Dimas memang benar-benar memperlakukannya seperti seorang adik. Seperti sekadar adik. Iya, Dimas yang mengusap air matanya, juga berusaha menghiburnya itu juga ia anggap sebagai bentuk kasih sayang seorang kakak. Jadi, sebenarnya siapa yang tidak peka di sini?

Decitan roda pada aspal kasar, kayuhan pedal menuju destinasi, juga senandung kecil milik si adam. Dimas menyanyikan sedikit penggal lirik dari lagu-lagu Fiersa Besari. Yang tanpa disadari, gumam merdu itu Ayuna nikmati-secara cuma-cuma.

"Kamu punya utang?" tanya Dimas, tanpa aba-aba. Matahari masih duduk megah di singgasananya dan senja menerpa permukaan dari pipi si adam. Kadang Dimas bersyukur tidak punya kaca spion, jadi ia tidak harus menarik napas ketar-ketir untuk memandang si manis di boncengannya.

"Hah, utang apa kak?" Ayuna mau tidak mau bertanya, merasakan sedikit dari aspal yang ia pijak, iseng. Menimbulkan suara sumbang yang kasar. "Utang puasa? Udah lunas kok, Kak Dimas."

"Jangan gitu, nanti sepatunya cepet rusak," tegur Dimas, "Nggak, kamu balik pendiem banget kayak punya utang. Kayak dulu-dulu."

"Hm, masih badmood gara-gara Atuy tadi?" Ayuna hanya diam, sepintas ia berpikir untuk memberitahukan perasaan Yasmin pada lelaki yang ia puja. Namun untuk itu juga, ia kurang rela.

Maaf, Kak Yasmin. batinnya meringis diam-diam. Ia kurang nyaman, sebenarnya. Mungkin ia perlu waktu untuk mempersiapkan diri, untuk mempersiapkan hati yang akan kecewa juga patah, untuk mempersiapkan Dimas Nawasena pergi dari kehidupannya.

Kata pergi memang terlalu berlebihan, namun tidak juga setelah dipikir, mana mungkin Dimas memprioritaskan dirinya, si adik, dibanding pacarnya nanti, Yasmin? Ah, tidak mungkin lah. Mau posesif, tapi aku siapa?

Hubungan dengan manusia lain mulai menyebalkan saat semuanya merenggang. Ayuna paham betul itu. Dan Ayuna tidak bisa berbuat banyak, ia tidak bisa menuntut hak di saat posisinya bahkan tidak lebih dari seorang adik kelas. Ayuna Nafara, perlu waktu untuk mengikhlaskan.

"Nggak kok ..." Ayuna membalas.

"Nggak," timpal Dimas lagi, tidak memberikan waktu untuk Ayuna membela diri. "Kalau kamu bete sama Atuy, nggak bakal sampai kayak gini. Nggak bakal sampai sekarang. Kamu nggak bete gara-gara itu."

SemenjanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang