027.

4K 860 122
                                    

haiiii maap bgt lama ga apdet ya pdhl targetnya uda memenuhi dari kemaren hshshsjsjs hectic bgt idupku akhir-akhir ini

[pencet bintang🌟nya dong cantique]

happy reading!

Bagian 27: Kisah yang Terkelupas

Rất tiếc! Hình ảnh này không tuân theo hướng dẫn nội dung. Để tiếp tục đăng tải, vui lòng xóa hoặc tải lên một hình ảnh khác.

Bagian 27: Kisah yang Terkelupas.







Not-not berisik penuh basa-basi terdengar mengumandang jauh hingga memudar. Ayuna mendongak, menatap langit biru yang terlihat akan tumpah dalam hitungan jam. Mendung, awannya mendung sekali. Sepertinya cuaca tengah bersimpati dengan pemuda berbalut jaket hitam di tubuhnya itu. Menggenggam tangan hingga buku jari memutih dan bibirnya mengelupas pucat pasi.

"Kak Jeffrey?" Yang dipanggil menoleh, tersentak sejenak. Jeffrey segera bertemu pandang dengan Ayuna, memasang wajah biasanya dan balik berucap, "Ayuna? Belum pulang?"

Ayuna menggeleng. "Kalo Kak Jeffrey, kenapa belum pulang?"

"Oh." Jeffrey menggumam spontan, memikirkan jawaban yang tepat.

Kalau seseorang butuh waktu untuk menjawab pertanyaan ringan, dia sedang tidak baik-baik saja. Paling tidak itu yang Ayuna ingat. Entah wejangan dari Dimas, atau pemikiran darinya sendiri. Yang jelas, Ayuna telah menangkap ada sesuatu yang Jeffrey bungkus rapi untuk tidak ia perlihatkan pada sembarang orang.

"Lagi males pulang aja." Jeffrey akhirnya berucap, ranum itu tidak sepucat tadi, tapi tetap tidak menampilkan senyum tulus. Ayuna menggaruk tengkuk, rasanya ada yang mengganjal di selubung hatinya.

"Oh." Akhirnya Ayuna menjawab singkat, masih berdebat dengan batin. Coba pikirkan, kamu nggak suka ketika Dimas bersama dengan cewek lain, kan? Terus, kalau misalnya kamu paksa Jeffrey untuk bercerita, kamu yakin itu hak kamu? Hak kamu untuk tahu, hak kamu untuk meminjamkan bahu?

Kamu bukan sandaran semua orang.

Ayuna menghela napas. Tetap saja, ia tidak bisa membiarkan Jeffrey berdiam saja seperti ini di saat dirinya tahu ada yang salah. Pura-pura bodoh atau memalingkan wajah terasa aneh baginya, karena Jeffrey bukan orang yang ia kenal sehari dua hari.

Empati. Ya, perasaan itu tumbuh besar di dalam dada Ayuna. Kadang ia mengutuk kenapa dirinya terlalu sering membasuh diri dalam perasaan orang lain. Merasakan apa yang orang lain rasakan, bahkan walau itu adalah kesedihan. "Kakak," panggil Ayuna. "Mau makan es krim?"

Dimas, aku harap kamu nggak salah paham.





"Kenapa orang suka gabungin kopi sama es krim? Kopi itu kopi. Es krim itu es krim." Jeffrey ternganga, tangannya yang meraih es krim di lemari pendingin langsung melayang bebas di udara.

SemenjanaNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ