011.

8K 1.6K 261
                                    

Bagian 11: Perihal Hati Milik Sendiri

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bagian 11: Perihal Hati Milik Sendiri.

Kedua tangan Dimas memeta, meraba lekuk landai pipi si manis tercinta. Jam 9 pagi, hari Kamis, Dimas kembali dari study tour paling tidak bermanfaat dalam segulir hayatnya. Tapi tidak masalah, ia tetap berusaha bersenang-senang, seperti amanah dari Ayuna. Juga ketika bisnya tiba di sekolah, ada Ayuna yang sudah menunggu di ruang OSIS. Tersenyum teduh dengan pipinya yang senantiasa mengapit mata, manis.

"Kamu gendutan? Makan apa aja selama aku nggak ada?" Lagaknya macam tidak bertemu bertahun-tahun saja. Suara sengau Kak Dimas yang masih flu (salahkan udara Kotabaru, salahkan juga Dimas yang tidak bisa lihat air sedikit saja) benar-benar memanja rungu Ayuna. Si gadis hanya bisa tersenyum sambil membiarkan si adam dengan hidung kemerahannya itu menguyel-uyel pipinya. Walau, ah, sakit juga kalau dipikir-pikir.

Nguyelnya kayak kucing. Selain dianggap adik, aku juga dianggap peliharaan rupanya.

"Makan 3 kali sehari," kekeh Ayuna dengan pelan. Memang benar kok, tidak usah Dimas ingatkan untuk makan pun Ayuna bakalan makan.

"Bagus." Cuman itu balasan Dimas karena berikutnya, lelaki dengan pipi yang tak kalah gembul itu melepaskan tangkupannya pada wajah Ayuna. Sekon berikutnya bersin-bersin. Ia mengerang sedikit, menampilkan suara yang serak parah dengan mata yang menutup frustrasi.

"Kak Dimas sakit," ucap Ayuna dengan nada khawatir yang kentara.

"Tahu kok." Dan malah dibalas Dimas dengan balasan yang kelewat gampang.

"Sampai rumah jangan lupa minum obat."

"Iya, udah disiapin Haidar."

"Jangan lupa kompres dahinya."

"Ntar aku suruh Haidar beliin bye-bye fever."

"Langsung tidur ya~"

"Iyaaaaaa langsung tidur."

"Omong-omong, kemarin aku ditembak Renja."

"....?"

Dan Dimas melotot, sampai mata sipit yang kelewat galak miliknya itu seolah akan keluar. Bersamaan dengan mulutnya membuka, raganya pun tumbang.

Ayuna mengambil kursi plastik yang berderit itu untuk diduduki, sekalian menghabiskan waktu istirahat makan siangnya di ruang OSIS. Dilihatnya berbondong-bondong siswa maupun siswi yang melangkah berdempetan, kadang bersinggungan. Kadang melenggang, kadang buru-buru berjalan. Ia berpuas diri jadi pengamat diam-diam. Dimas pulang, dapat izin libur karena baru balik dari karya wisata. Jadi Ayuna tertinggal dengan pikirannya yang mengawang.

Sampai kata-kata Renjana kembali terngiang, 'Jangan karena itu, lo balas perasaan gue.'

Ayuna pastinya paham Renja tidak ingin dikasihani, tidak ingin perasaannya berbalas semata karena si gadis merasa iba. Padahal Ayuna hanya sedang realistis di sini, bukannya menyenangkan untuk dicintai?

SemenjanaWhere stories live. Discover now