017.

6.1K 1.4K 412
                                    

akhir-akhir ini aku kalut ngelanjutin semenjana so pls dont be a silent reader :( kasih tau aku kalau kalian masih tertarik, ya?

akhir-akhir ini aku kalut ngelanjutin semenjana so pls dont be a silent reader :( kasih tau aku kalau kalian masih tertarik, ya?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagian 17: Bumi Perkemahan.

Semilir angin sejuk yang tidak tersentuh asap-asap knalpot dari kendaraan di kota menerpa wajah Ayuna. Ia menarik napas dalam, setelah perjalanan di mobil yang canggung luar biasa itu, Ayuna segera mengambil napas dalam-dalam. Merasakan kepulan angin sejuk menerpa, memeta lamat di permukaan kulitnya. Pagi itu sejuk, seperti habis hujan. Tampak beberapa awan kelabu bergumul di atas sana, namun tidak ada tanda-tanda akan turun rintik air dalam waktu dekat.

"Eh, Nina." Ayuna melirik kawan kelasnya yang berlalu, baru saja. Namanya Helenina Dwi Mahardika, tapi sukanya dipanggil Nina. "Yang lainnya mana Nin?"

"Haii Yun! Nggak tahu, tuh. Gue juga baru dateng sih," balas si gadis yang terbalut jaket tebal dengan senyum lebar. Perangainya begitu menyenangkan dan cerah, hampir mirip dengan Haidar. "Maaf tadi nggak bisa ikut mobil inbes ya, lo jadi sama cowok semua kan?"

Ayuna mengulas senyum secara cuma-cuma. "Nggak masalah atuh Na, kayak mereka mau ngapain aja. Anak OSIS semuanya baik kok menurut gue." Aduh, padahal hati dan perut Ayuna rasanya udah nggak karuan.

Gadis di depannya tertawa kecil, "Ya iyalah, mana berani mereka sama Dimas." Sekelebat kemudian, ia menyambung. "Oh iya, gue ada lihat Dimas kok tadi."

Ayuna terdiam sejenak, detik-detik yang lewat ia gunakan untuk mereka ulang adegan. Apa yang ia tangkap dari layar gawai milik si adam. Dimas begitu menjaganya, ya ...

Dan si gadis hanya menghela napas samar. Ia tidak boleh mengambil keputusan sepihak.

"Oh, di mana?"

"Itu, lagi bantuin anak-anak konsum masak." Telunjuk Nina lalu mengarah ke sebuah bangunan yang baru saja dicat ulang. Penginapan yang disewakan untuk para panitia, dipisah dengan para peserta yang diharuskan beraktivitas dominan di tenda.

"Udah baikan Kak Dimasnya?" tanya Ayuna lagi, memperbaiki lengan bajunya yang tampak kusut. Rambutnya ia sisir ke belakang telinga sehingga ujung-ujungnya memerah akibat udara dingin.

Si lawan bicara mengendikkan bahu, "Gue kurang tahu," jawab Nina sekenanya. "Gih, samperin. Dia manutnya mah cuman sama lo."

"Dikira aku induknya kali Nin." Ayuna membalas dengan jenaka, tawanya mengudara pelan terbawa atmosfer santai bumi perkemahan.

"Iya, kalian saling mengindukkan," cibir Nina. "Pengen rasanya gue cetak di mading sekolah, artikel tentang kalian ngebucinin satu sama lain. Peminatnya pasti banyak."

"Mengindukkan apaan, KBBI not approved," ujar Ayuna dengan merengut. "Silakan wes nggak ngelarang, paling juga dilempar sampe mental dulu badan ceking lo sama klub jurnalistik."

SemenjanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang