036. (end)

6K 745 201
                                    

"Kau rumah yang membuatku lupa pulang. Kau petang dan burung-burung yang mencari sarang. Kau senyum yang kusembunyikan dari kemarahan Ibu.

Kau kebahagiaan yang lambat terpejam. Kau yang pertama dan akan selalu basah dalam mimpiku. Kau yang terbangun tengah malam dari mataku.

Kau sungai yang memanjang lalu melapang sebagai laut karena khawatir aku jatuh sekali lagi. Kau masa kecil yang sekarang kukenang dengan rasa bersalah dari dekat jendela darurat pesawat terbang."

Aan Mansyur, Belajar Berenang, Melihat Api Bekerja.


Aan Mansyur, Belajar Berenang, Melihat Api Bekerja

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bagian 36: Sampai Jumpa. (Aku Menyayangimu dalam Sederhana)




Apa akulah yang memaksakan keadaan?

Apa sebenarnya aku yang menghambat langkahmu, menahanmu untuk melaju ke depan?

Hiruk-pikuk orang yang berlalu-lalang dengan ritme yang berbeda tiap entitasnya itu menggema, mengisi sukma yang telah hilang setengah, melayang pergi melanglang buana. Langit yang bagai bebuahan segar di pasar itu terhampar luas di balik jendela lebar bagai atlas dunia. Tinggi menjulang, menampilkan deretan pesawat terbang yang siap lepas-landas di tiap-tiap jalurnya. Pemberitahuan dengan suara merdu terdengar silih berganti, tapi ia tidak terlalu memberi peduli.

"Mbak Yun." Haidar berhenti, menyetop langkahnya tepat di hadapan si gadis yang menyampirkan kardigannya di kedua lengan. Sang pemuda tampak lebih tegap, apa Haidar telah bertambah tinggi beberapa senti?

Ayuna tersenyum, menghampiri Haidar lalu memberikan pemuda itu sebuah usakan di kepala. "Gimana kabarnya, Haidar?"

"Nanya kabar aku, atau yang lain, Mbak?" Haidar berucap cerdas, sedikit kerlingan tampak berkilat di manik hitamnya.

"Hm, kamu yang lagi berdiri di depan aku sih, kelihatannya baik." Ayuna tersenyum, membiarkan maniknya menyipit seolah menyelidik tiap fitur Haidar betul-betul. "Ya udah, aku tanya yang lain deh."

"Hm, siapa, ya? Mau tanya kabar Bapak?"

Ayuna tertawa jenaka, membiarkan suaranya tenggelam dalam hiruk-pikuk bandara di pagi hari. Lepas tertawa, ia lekas melekatkan manik kembali pada jendela. Sebuah kaca besar melebihi 2 kali ukuran tubuhnya. Ada hamparan langit luas di sana. Ada awan-awan yang bergumul satu sama lain, bercumbu mesra layaknya sepasang kekasih. Ada rerumputan dan aspal di lajur terbang yang ditentukan untuk lepas-landas satu persatu, lalu ketika telah selesai, kembali pulang.

"Pesawat itu pulang dan pergi, 'kan, Mbak?"

Seloroh Haidar tak terdengar bagai seloroh sekarang. Ayuna tidak menjawab apapun, membuka mulut untuk melontarkan afirmasi atau sanggahan pun tidak. Ia hanya diam sambil sesekali mengerjapkan matanya. Ada sebuah perasaan yang tak bisa ia jelaskan dengan kata-kata. Yah, bukannya manusia selalu begitu?

SemenjanaWhere stories live. Discover now