012.

7.6K 1.6K 249
                                    

dengar lantunan melodi,
simpan dalam memori.

selamat membaca!

Bagian 12: Hati yang Jatuh

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bagian 12: Hati yang Jatuh.

Napasnya memburu pada udara, seraya suara mengawang menuju angkasa. Dimas berlari dengan kedua tungkainya seolah dipacu oleh sesuatu yang tak kasatmata. Pandangnya lurus ke depan, gemerisik ranting-ranting pohon seolah bersorai, memberi semangat padanya. Api dalam diri Dimas berkobar.

Apa yang nanti harus ia katakan? Bagaimana ia harus menyatakan? Lantas, apa yang harus dilakukan jika ia gagal? Atau, apa arti semuanya jika ia tetap diam?

Semua pikiran tak bertuan itu bertubrukan, memecah dan membuat keributan dalam batinnya. Seperti meteor yang bersinggungan di galaksi, lalu digerus habis di lapisan atmosfer. Lisannya tak ia gunakan saat kurvanya hanya bisa meraup rakus oksigen sekitar. Tapi, Dimas tidak akan putar balik. Tidak akan kembali, tidak akan jadi pengecut untuk kesekian kali. Jika ia harus menghadang badai di depan, maka akan ia lakukan. Garis pandangnya terkunci pada tujuan. Seraya kicau koloni burung menyongsong senja.

Jika memang ia harus jatuh, maka jatuhlah dirinya seperti semestinya. Seperti saat pertama ia menyadari perasaan tak bernama di dadanya.

Teringat lagi kala senja menyingsing, saat burung-burung terbang bebas di angkasa, sedang bertemu sua dengan jingga. Tertangkap pandangnya seorang gadis lembayung; sedang tersenyum tipis. Dengan earphone di kedua rungu, tidak menyadari Dimas sedang menatap. Si gadis punya aura yang kelewat menguar, walau dirinya tetap terlihat duniawi dan sederhana. Pipinya bersemu ditimpa baskara, bibirnya merah delima sedang tatapnya teduh bagai dermaga sewaktu Subuh.

Lihat, hati mana yang tak akan jatuh.

Ia tidak pernah berharap Ayuna akan menangkap, ia tidak pernah berharap Ayuna akan membalas rasa. Namun, yang Dimas tahu, ia tidak boleh diam saja. Linear hidup bukanlah suatu sarana untuk menyesal. Dan ia teringat bait lirik dari lagu kesukaan Ayuna dan dia, sering disenandungkan di atas sepeda.

Kau dan aku saling membantu

Membasuh hati yang pernah pilu

Mungkin akhirnya tak jadi satu

Namun bersorai pernah bertemu.

—Nadin Amizah, Sorai.












Ayuna memasuki rumahnya dengan langkah gontai. Napas sarat kecewa seraya ia mengembusnya dengan berat. Bagaimana tidak? Memberanikan diri untuk mengetuk pintu rumah Kak Dimas, dan ternyata orangnya sedang tidak ada. Sungguh aneh, bukankah tadi si adam sedang sakit? Ayuna yakin ia melihat Dimas tumbang di depannya. Jadi bukannya si kelinci galak itu tidak punya tenaga untuk kemana-mana? Tangannya sudah ingin membuka pagar yang kuncinya mulai berkarat, tetapi ia urungkan. Sebuah titik kecil dari kejauhan itu menyita perhatian. Ia sipitkan matanya beberapa senti. Tidak salah lihat, 'kan? Kenapa figur itu terlihat seperti sang pujaan?

SemenjanaWhere stories live. Discover now