Rudy Trasmoz

280 51 46
                                    

Negara yang kutempati saat ini, hanyalah sebuah arena perang untuk orang-orang kuat. Peperangan yang terjadi bertahun-tahun yang lalu menyebabkan negara ini menjadi tidak dapat diperbaiki lagi. Pertumpahan darah tidak hanya terjadi pada orang dewasa, melainkan juga terjadi pada anak-anak yang seharusnya masih menjalani masa bermainnya.

Setelah perang berakhir, Negara ini kehilangan nama. Selama aku hidup di Negara ini, aku tidak pernah tahu nama Negara ini sebelum perang. Setelah perang, kami yang masih tersisa menyebut Negara ini Diferente.

Orang-orang di Negara ini terbagi menjadi beberapa kelompok. Kelompok terkuat disebut pemberontak, pemberontak memiliki nama kelompok mereka masing-masing. Pemberontak biasanya memiliki daerah kekuasaan, ada juga yang hanya mengelilingi kota hanya untuk merampas senjata dan makanan, adapun yang selalu menyerang pemberontak lain demi menyandang nama pemberontak terkuat.

Kelompok menengah disebut pekerja. Hanya ada tiga kota yang tersisa di Negara ini. Di dalam kota terdapat pabrik, peternakan, dan lahan pertanian. Tidak ada yang berani menyerang tiga kota karena setiap orang khawatir dengan persediaan makanan yang bisa menghilang kapan saja.

Pemberontak dan Pekerja biasanya saling bekerjasama. Selain membagikan makanan pada rakyat biasa, kelompok pekerja juga biasa memberi makanan pada pemberontak demi melindungi kota tempat mereka bekerja.

Aku? Aku hanyalah kalangan bawah, rakyat biasa. Namaku adalah Rudy Trasmoz, umur 16 tahun. Aku tinggal di daerah kumuh yang terletak jauh dari kota. Orang-orang yang tinggal di daerah kumuh setiap hari hanya mengkhawatirkan daerahnya diserang pemberontak.

"Rudy! Di belakangmu!" seseorang meneriakiku.

Aku berbalik dan melihat seorang pria mengayunkan pisau kecil ke arahku. Aku menangkisnya lalu menarik rambut pria itu dan menghantamkannya ke lututku. Pria itu melepaskan pisaunya, dia memegangi hidungnya sambil mengerang kesakitan. Aku mundur untuk menjauhinya, tapi tangan pria itu menarik jaketku. Tepat saat pria itu mengepal tangannya, seseorang menghantamkan batu besar ke kepalanya. Pria itu tewas seketika dengan mata yang menatap tepat ke mataku.

"Kau terluka?" tanya laki-laki yang menolongku.

"Mungkin, kalau kau tidak menolongku," jawabku lalu mengambil pisau yang terletak di tanah.

Laki-laki yang menolongku adalah Fraul Hummer, umur 16 tahun. Fraul berambut pirang dengan poni panjang yang menutupi mata kirinya.

"Dia punya pistol." Kataku pada Fraul.

Aku menarik pistol yang diselipkan di celana bagian belakang pria yang tadi menyerangku. Aku mencari peluru di tas yang dibawa pria itu dan menemukan revolver bersamaan dengan kotak peluru yang aku cari. Aku memasukkan 7 peluru ke dalam revolver dan memberikannya pada Fraul.

"Dia juga punya makanan," ucapku yang masih memeriksa tas pria itu.

"Simpan untuk nanti malam." Kata Fraul yang mengintip isi tas.

Aku dan Fraul berada di daerah perang demi mengumpulkan senjata. Tujuan kami adalah pergi ke kota yang menurut kami adalah tempat yang paling aman. Pergi ke kota mengharuskan kami menembus daerah perang para pemberontak, itu sebabnya kami butuh senjata demi melindungi diri sendiri.

Aku dan Fraul menuju tempat persembunyian senjata kami. Sudah banyak senjata yang terkumpul. Pekerja kota yang bertugas mengirim persediaan makanan di setiap daerah kumuh akan datang dua hari lagi, saat itulah aku dan Fraul juga akan pergi.

"Apa kita benar-benar tidak perlu memberitahu yang lainnya tentang rencana ini?" tanyaku.

"Kalau mereka tahu, menurutmu apa yang terjadi? Mereka yang tidak setuju pasti akan menghentikan kita dan akhirnya rencana kita gagal. Usaha kita mengumpulkan senjata menjadi sia-sia, kan," jawab Fraul, "lagipula, akan jatuh korban kalau kita pergi beramai-ramai." Lanjutnya.

The War For Baby's Soul [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang