Zelia's Time

60 23 27
                                    


Zelia Huber dan Fraul Hummer tergesa-gesa kembali ke rumah. Rudy, Grey, dan Clover telah menunggunya di ruang tengah. Suara pintu yang terbuka, membangunkan Rafael yang diikat di dapur.

"Kita harus pergi dari sini," kata Zelia yang terlihat panik.

"Apa terjadi sesuatu?" tanya Rudy lalu berdiri dari kursi nyamannya.

"Zavier mencurigaiku. Dia tidak akan menemukan Rafael dan dua orang itu malam ini. Ada kemungkinan dia akan datang dan menggeledah rumah kita."

"Bagaimana bisa dia mencurigaimu?"

Zelia menggelengkan kepalanya. Rasa paniknya membuat otaknya tidak bisa memikirkan alasan Zavier mencurigainya. Grey menyuruh Zelia untuk duduk tenang dan saling bekerja sama untuk mencari jalan keluar.

"Kita tidak bisa pergi malam ini juga," kata Grey sambil memberikan segelas air pada Zelia, "Zavier menyuruh sebagian anggotanya mencari di luar kota. Kita akan langsung ketahuan kalau tiba-tiba pergi dari sini."

"Rafael masih ada di dapur dan kita belum mendapatkan informasi apapun darinya," keluh Rudy, "apa kita perlu menjadikannya sandera agar kita bisa pergi?"

"Lawan kita terlalu banyak, sama saja bunuh diri. Untuk sekarang, kita introgasi dulu dia. Clover, pergi siapkan mobil. Rudy dan Fraul, kalian berdua pergi jemput Majou. Kita harus siap ke markas Pelmeni kapan saja."

Rafael segera berpura-pura tidur ketika Grey dan Zelia masuk ke dapur. Tangan dan kaki Rafael terikat di kursi sehingga membuatnya tidak bisa melarikan diri. Di depannya, ada dua kursi lain dengan dua benda yang terbungkus kain putih di atasnya.

Zelia menampar Rafael untuk membangunkannya. Karena dari awal Rafael sudah bangun, kali ini dia hanya harus berpura-pura kebingungan agar Zelia dan Grey tidak mencurigainya.

"Zavier memang mengatakan kalau para pemberontak itu mengirim mata-mata untuk mengintai kami, tapi aku tidak menyangka kalau Zelialah yang menjadi mata-mata itu. Haha, harusnya aku sudah curiga saat kau pertama kali datang ke sini," kata Rafael.

"Salahmu sendiri karena terpikat denganku," ucap Zelia sambil duduk berjongkok di sebelah Rafael, "bagaimana mungkin kau tidak merasa aneh mengajakku makan malam, padahal aku tidak pernah bicara denganmu?"

"Itu karena kau terus mendekati Zavier, jadi aku mengira kau menyukainya."

"Sekarang kau tahu alasanku mendekatinya, kan."

Grey mengeluarkan revolver-nya lalu menodongkannya ke kepala Rafael. Grey menceritakan tentangnya yang menyamar menjadi salah satu anak buah Zavier bersama Clover. Dari sana, mereka berdua sudah yakin bahwa Zavier memang merencanakan sesuatu untuk mengkhianati para pemberontak terkuat.

"Jadi, apa yang Zavier rencanakan?" tanya Grey.

"Kau kira aku akan mengatakannya begitu saja?" kata Rafael yang tidak merasa terancam sama sekali.

"Benarkah? apa kau tidak takut kami membunuhmu?"

"Kalau kalian membunuhku, kalian tidak akan mendapatkan informasi apapun."

Zelia menyuruh Grey untuk mundur dan membiarkannya mengurus Rafael. Di tangan Zelia sudah tersedia sebuah pisau, tangannya menggenggam erat pisau itu dan menancapkannya ke paha Rafael.

Rafael mengerang kesakitan. Zelia menarik pisaunya lalu menempatkan mata pisaunya di hidung Rafael. Darah mengalir keluar dari paha Rafael dan Zelia menahannya dengan tangan kirinya.

"Aku tidak perlu membunuhmu untuk membuatmu mengatakannya," ancam Zelia, "ada banyak cara untuk membuatmu mengatakan semuanya. Seperti mengulitimu, lalu menaburkan garam di lukamu. Atau aku harus mengeluarkan salah satu bola matamu. Mungkin kau mau aku memotong telingamu?"

The War For Baby's Soul [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang