Seven

37K 2.3K 15
                                    

Albert menghembuskan napas kesal saat melirik arlojinya sekali lagi.

Seperti yang telah ia janjikan tadi malam, sekarang dirinya sudah berada di depan gang kontrakan karyawannya. Namun, sudah lima belas menit berlalu, wanita itu belum menunjukkan batang hidungnya sama sekali.

Albert kemudian merutuki dirinya sendiri yang begitu bodoh karena tidak meminta kontak Varischa. Karena menyadari ia tidak bisa melakukan apa-apa selain menunggu, akhirnya Albert memundurkan kursinya agar bisa digunakan untuk setengah berbaring.

Suara ketukan di jendela mobil terdengar setelah beberapa saat Albert memejamkan matanya. Geraman kesal keluar dari mulut pria itu sebelum akhirnya ia membuka kedua kelopaknya dengan tidak rela.

Varischa yang sedang tersenyum tak berdosa menjadi pemandangan pertama Albert ketika kepalanya menoleh ke jendela. Ia kemudian membuka kunci mobil, mempersilahkan wanita itu untuk masuk ke dalam.

"Selamat pagi, Pak Al-"

"Bisa tidak kamu tidak membuat saya menunggu ?" potong Albert dengan nada datar. Senyum Varischa langsung pudar, tergantikan oleh mulutnya yang memberengut sebal. "Mohon maaf, Bapak Albert, tadi malam Anda sama sekali tidak memberitahukan pukul berapa Anda menjemput saya. Jadi, bukan salah saya bukan jika saya tidak mengetahui kapan tepatnya kehadiran Bapak di depan gang kontrakan saya."

"Kenapa kamu tidak bertanya ?!" sahut Albert dengan nada yang sedikit naik. Yah, namanya juga pria datar, kesal saja nada suaranya hanya naik sedikit.

"Kenapa Bapak tidak memberi saya kepastian ?!"

Ambigu. Dan kalimat itu akhirnya dibalas dengan desahan kesal dari Albert. Pria itu lalu memilih untuk melajukan mobilnya daripada harus berdebat tidak jelas dengan Varischa.

----------

"Terima kasih atas tumpangannya, Pak Albert." kata Varischa ketus setelah melepaskan sabuk pengamannya. Albert yang mendengar nada tidak ikhlas dari kalimat barusan mendengus.

"Kamu ini, ikhlas tidak berterima kasih kepada saya ?"

Varischa menampakkan senyum terpaksanya. "Ikhlas, Sir. Kalau begitu saya permisi."

Tangan kiri Varischa hendak mendorong pintu yang sudah dibukanya, namun tiba-tiba Albert menahannya.

"Ada apa, Pak ?" tanyanya sambil memandang bergantian wajah Albert dan tangannya yang sedang dicekal oleh pria itu.

"Ponsel kamu." pinta Albert seraya melepaskan cekalannya lalu menyodorkan tangannya untuk meminta ponsel Varischa.

"Ponsel saya ? Buat apa, Pak ?" balas Varischa dengan ekpresi kebingungan yang begitu kental. Albert terdengar berdecak. "Sudah, berikan saja. Tidak usah banyak komentar."

Akhirnya, dengan menahan kesal, Varischa mengambil ponselnya yang berada di dalam tas kemudian meletakkannya di atas tangan Albert yang terjulur. Albert lalu terlihat mengetikkan sesuatu.

"Done. Simpan nomor saya." setelah mengatakan itu dan mengembalikan ponsel yang dipegangnya kepada sang pemilik, Albert langsung keluar dari mobil. Meninggalkan Varischa yang kini terlihat mengerutkan keningnya dalam.

Lalu, setelah mengerti jika sang atasan memberikan nomor ponsel pribadinya, Varischa langsung terburu-buru menuruni mobil dan mengejar pria itu.

"Pak Albert, buat ap-"

"Simpan dan jangan kamu sebarkan."

Mulut Varischa baru saja terbuka hendak berucap, namun Albert langsung menahannya. "Diam, jangan berkomentar."

At the Drop of a Hat - ENDWhere stories live. Discover now