Twenty Five

31.6K 1.7K 39
                                    

Tubuh Albert sudah beberapa kali bergerak tidak nyaman selama dua jam ini. Ia kemudian memandang wanita yang sedang tertidur lelap di sampingnya.

Sekarang, ia dan Varischa sedang berada di dalam kereta api yang akan membawa mereka menuju Jakarta. Albert sudah berulang kali mengajak Varischa untuk naik pesawat saja, namun wanita itu menolak karena harga tiket pesawat yang kini sedang melambung tinggi.

Alasan yang sebenarnya sama sekali tidak berpengaruh untuk Albert. Karena semahal apapun tiket pesawat menuju Jakarta, uang pria itu juga tidak akan habis.

Albert menghela napas keras dan itu berhasil membuat Varischa yang mulai terbangun dari tidurnya membuka mata. Kepala Varischa menoleh ke samping dan mendapati wajah Albert yang nampak lelah.

"Kenapa ?" tanya Varischa dengan suara lemah.

"Apa masih lama sampainya ?"

Varischa melihat arloji di tangan kirinya sebelum menjawab, "Masih dua jam lagi, Al. Ada apa ?"

Mulut Albert mendekati telinga Varischa. "Jangan pernah memaksaku naik kereta lagi, Varischa. Atau aku akan-"

"Akan apa ?"

"Akan menikahimu detik itu juga."

Pandangan Varischa berubah horor. "Enak saja! Tidak mau!"

Kedua mata Albert menyipit saat melihat reaksi penolakan dari Varischa barusan. "Apa kamu sebegitunya tidak mau menikah denganku ?"

"Apa kamu sebegitunya mau menikah denganku ?"

Balasan dari Varischa membuat Albert menyeringai kecil. "Kamu sudah pintar bersilat lidah sekarang. Apa karena aku sering mengajak lidahmu itu bertarung, sayang ?"

Pipi Varischa langsung berubah merah. "Dasar mesum!" ucapnya sambil membuang muka ke samping. Albert mengulum senyum gelinya sebelum bergerak menaikkan penghalang diantara kursinya dan Varischa. Ia kemudian semakin bergeser mendekati sang kekasih dan memeluknya dari belakang.

"Apa kamu benar-benar tidak mau menikah denganku ?" tanya Albert lagi, kali ini dengan nada serius. Varischa memandang bayangan Albert yang terlihat di kaca jendela. "Well, mungkin suatu hari nanti aku mau."

"Suatu hari nanti ya ? Suatu hari nanti itu kapan, Varischa ?"

Varischa sedikit menolehkan kepalanya ke belakang. Ia memandang sejenak manik hazel milik Albert sebelum berkata, "Kalau kita sudah mendapakan restu dari ayahmu."

Seketika itu juga eskpresi di wajah Albert berubah muram. "Apa kita membutuhkannya ?"

"Tentu saja!" balas Varischa cepat.

Albert kembali menghela napas. Ia kemudian mendaratkan kecupan singkat di kening Varischa sebelum terdiam memandang bayangan mereka di kaca jendela.

Senyum kecil Albert kemudian terbit dan ia berkata, "Know what ? We look so cute together."

Varischa mau tidak mau tersenyum. Tanpa menoleh kepada Albert kepalanya mengangguk kecil. "Kali ini, aku setuju."

----------

Wajah Amanda nampak tertekuk sebal saat ia mendatangi ruangan calon mertuanya. Baru saja mereka berdua membicarakan kelanjutan hubungan Amanda dan Albert yang sama sekali tidak memiliki kemajuan berarti.

"Kita rencanakan saja dulu acara pertunangan kami, Om." ujar Amanda. Mario yang sudah mulai sadar dengan kesalahannya tidak menyahuti Amanda untuk beberapa saat. Pria itu menarik napas panjang dan menautkan kedua tangannya di atas meja. "Amanda, acara pertunangan bukanlah suatu hal yang ditentukan oleh satu pihak saja. Tetapi, kedua belah pihak. Om harus meminta pendapat dari Albert dulu sebelum merencanakan acara pertunangan yang kamu inginkan."

At the Drop of a Hat - ENDМесто, где живут истории. Откройте их для себя