Nineteen

28.4K 1.7K 11
                                    

Wajah Albert nampak tidak berminat ketika matanya memandang sebuah keluarga yang kini ikut bergabung makan malam dengan keluarganya. Pria itu sudah beberapa kali mengumpat dan berdecak dalam hati. Keinginannya untuk pergi keluar dari ruangan privat yang sedang ia tempati semakin menggebu ketika sang papa dan temannya mulai membicarakan perjodohan yang menurutnya bodoh.

"Jadi, Albert dan Amanda, kami berdua sudah sepakat untuk menjodohkan kalian. Kalian bisa mengambil waktu untuk perkenalan sebelum berlanjut ke jenjang pernikahan." Mario mengucapkan hal itu sebagai penutup. Albert yang sedari tadi nampak malas kini menatap ayahnya dengan pandangan tidak suka. Ia hendak mengutarakan ketidaksetujuannya namun ibunya dengan cepat menahan niatannya itu.

Martha menggeleng pelan dan mencondongkan tubuhnya kepada sang putra pertama. "Jangan di sini, Al. Pasti kalian akan bertengkar nanti."

Albert menatap Martha sebentar sebelum mendesah dan kembali menatap kepada orang di seberangnya, wanita bernama Amanda yang dijodohkan dengan dirinya.

"Bagaimana, Amanda ? Kamu mau tidak menerima anak Om ini ?" Mario menanyai Amanda yang kini nampak malu-malu. Amanda memandang Albert sejenak sebelum mengangguk. Hal itu membuat Albert mendesah kesal tanpa bisa ditahan.

Mario langsung menoleh kepada Albert dan memberikan tatapan memperingatkan. Albert tidak bereaksi dan memilih untuk kembali ke mode wajah datar tidak peduli.

"Haha, maaf ya, Amanda. Albert ini ekspresinya memang selalu datar seperti ini kalau di hadapan orang baru. Nanti kalau kalian sudah dekat, Om jamin dia akan menjadi pria paling hangat."

Albert menundukkan kepalanya dan menyeringai tidak suka.

Pria paling hangat ? Untuk wanita di depan sana itu ? Tidak akan.

"Nah, karena makan malam kita sudah selesai. Bagaimana kalau Albert yang mengantarkan Amanda pulang ?" Jonas, teman Mario sekaligus ayah Amanda mengutarakan idenya. Albert hendak menolak namun Mario memberikan tatapan tajamnya. Akhirnya, Albert mengangguk lemah.

"Sana Amanda. Kita mau mengurus pembayaran dulu."

----------

Sudah separuh perjalanan menuju kediaman Amanda. Namun, keduanya sama sekali belum membuka suara. Albert tentu saja tidak ingin berbasa-basi kepada wanita yang tidak ia minati. Sedangkan Amanda, wanita itu segan untuk membuka percakapan.

Setelah mobil Albert memasuki pelataran rumah Amanda, barulah pria itu menoleh menghadap wanita di sampingnya.

"Aku menolak perjodohan ini." ucapnya langsung tanpa berbasa-basi. Amanda yang sama sekali tidak menyangka dengan penolakan pria disampingnya nampak sedikit terkejut. Ia kemudian berdeham dan menghela napas sekali untuk mempersiapkan diri. Amanda kini menatap Albert dengan pandangan tenang. "Kalau begitu, kita berdua berbeda pendapat, Albert. Aku sangat berminat dengan perjodohan ini."

Albert melepaskan sabuk pengamannya dan menghadapkan tubuh sepenuhnya kepada Amanda. "Aku tidak peduli dengan pendapatmu, Amanda. Apapun itu, aku akan membuat perjodohan bodoh ini batal."

Amanda tersenyum miring dan menyedekapkan kedua tangannya. "Tidak semudah itu, Albert. Aku akan membuat perjodohan ini berlanjut sampai kita menikah nanti."

Albert membalas seringaian Amanda. "Jangan bermimpi terlalu tinggi."

"Asal kamu tahu, setinggi apapun mimpiku, aku pasti bisa meraihnya."

"Really ? Percaya diri sekali kamu. Let me make this clear, I have my own woman. Dan aku sama sekali tidak berniat menggantikkan posisinya dengan kamu."

Albert memberikan tatapan tajamnya sebelum kembali menatap ke depan dan memasang sabuk pengamannya. "Get down, please. Aku ingin menemui kekasihku."

At the Drop of a Hat - ENDWhere stories live. Discover now