Twenty Three

30K 1.7K 17
                                    

Sudah dua jam Varischa menghabiskan waktunya dengan hanya berdiam diri sambil memandang jendela kaca di depannya. Musim hujan sudah mulai menggeser kemarau. Terbukti dengan tetes-tetes hujan yang sedari satu jam yang lalu turun membasahi bumi.

Helaan napas panjang yang sudah tak terhitung keluar dari mulut Varischa. Wanita itu sudah berulang kali mengganti posisi duduknya, namun sama sekali tidak berniat untuk berpindah tempat.

Hari ini tepat hari kelima Albert tidak berkunjung ke apartment. Mereka hanya berkomunikasi lewat pesan singkat dan telepon, sama sekali tidak bertatap muka. Kekasih Varischa itu entah kenapa selalu berujar sedang sibuk jika diminta untuk bertemu.

Keresahan yang sudah meliputi diri Varischa kini mulai bercampur rasa takut. Ia berpikir jika Albert mulai melihat kelebihan dari wanita bernama Amanda itu dan sebentar lagi akan membuangnya.

Astaga, Var, optimis dong! Jangan biarin cewek berkelas itu menang.

Varischa menatap sedih rintik hujan di depan sana sambil memeluk kedua lututnya di depan dada. Beberapa saat kemudian, barulah wanita itu berniat untuk berpindah tempat ke kamarnya. Lebih baik dia tidur saja, dari pada bermuram durja tidak jelas seperti ini.

Sudah separuh jalan menuju kamarnya, ketika Varischa mendengar suara rangkaian sandi ditekan. Tanpa dikomando, jantungnya tiba-tiba saja berdetak tak karuan. Dia kemudian menghadapkan tubuhnya ke belakang untuk menatap pintu apartment, menanti seseorang yang sedari tadi dia harapkan untuk segera muncul di hadapannya.

Suara pintu terbuka akhirnya terdengar. Dan tak berapa lama kemudian, akhirnya Albert, lelaki yang tanpa sadar membuat Varischa menimbun rindu, muncul. Pria itu menaikkan sebelah alisnya bingung saat menemukan Varischa yang kini tengah berdiri di tengah tengah.

"Kenapa kamu berdiri di tengah tengah seperti itu ?" tanya Albert seraya berjalan mendekati Varischa. Varischa yang baru tersadar langsung menggeleng keras. "Aku baru saja mau ke dapur."

"Benarkah ?" tanya pria itu lagi saat dirinya sudah berdiri tepat di hadapan kekasihnya. Varischa menelan ludah gugup saat menganggukkan kepalanya. "Aku mau mengambil minum."

"Duduk saja, biar aku yang ambilkan." Albert mencegah Varischa sebelum kaki wanita itu bergerak melangkah. Varischa hanya terdiam sambil mengikuti punggung tegap Albert yang semakin menjauh dengan matanya.

Lalu, tanpa dia sadari, kaki Varischa mulai bergerak mengikuti Albert menuju dapur. Wanita itu akhirnya berhenti di depan meja bar. Kedua tangannya bertumpu pada meja saat memandang seorang pria yang sedari tadi berada di dalam pikirannya.

"Kamu sedang sibuk apa akhir akhir ini ?" Varischa akhirnya membuka suara. Albert yang membelakangi Varischa sedikit terkejut saat mendengar suara wanita itu yang serasa begitu dekat. Ia kemudian berbalik. "Sibuk dengan kolega-kolegaku yang sudah jauh jauh datang ke sini."

Albert lalu berjalan ke meja bar dan mengulurkan segelas air putih kepada Varischa. "Kenapa ?"

Varischa menerima minuman itu sebelum menggelengkan kepalanya. "Tidak, hanya bertanya."

Albert terdiam seolah memikirkan sesuatu. Sampai akhirnya, beberapa detik kemudian dia menyeringai. Albert mencondongkan tubuhnya ke depan, mendekati Varischa. "Kamu merindukanku bukan ?"

Untung saja, air yang diminum Varischa sudah tertelan. Kalau tidak, air itu pasti sudah tersembur ke arah Albert sekarang. "Aku ? Merindukanmu ? Tidak mungkin."

Masih dengan tatapan jenakanya, Albert menatap Varischa untuk sekian detik sebelum berkata, "Baiklah kalau tidak mau mengaku."

"Aku memang tidak merindukanmu, Al. Bukannya tidak mau mengaku." elak Varischa. Wanita itu kemudian mendengus sebelum membalikkan tubuhnya karena jengkel. Dia sudah hendak berjalan meninggalkan Albert, namun pria itu berhasil menarik tangannya dan kembali menghadapkan tubuhnya kepada Albert.

At the Drop of a Hat - ENDWhere stories live. Discover now