Bab 15. Teman lama

12 9 1
                                    

Ternyata benar kata Riski, setelah tiga hari foto itu menyebar, Mia memutuskan untuk pindah sekolah. Artha terdiam di kamarnya membayangkan bagaimana beratnya menjadi sosok Mia. Pasti sangat hancur dirinya saat ini.

Drrt drrt

Handphone Artha bergetar, ada panggilan vidcall dari teman SMP-nya. 'tumben,' batin Artha

"Hai," sapa Artha.

"Hallo Artha, gimana kabar loe, gue kangen banget tau nggak?"

"Alhamdullillah, gue baik-baik aja dan gue juga kangen sama loe. Loe sendiri gimana?"

"Gue baik banget malahan. Oh iya, sekolah loe sekarang di mana?"

"Di SMA Martha Jaya, emangnya kenapa?"

"Oh, bentar-bentar." terlihat Sarah, nama teman Artha itu sedang berbincang-bincang dengan Mamanya. Artha hanya menatap mereka berdua iri, Artha merindukan sosok ibu yang selalu di sampingnya dan memberikannya perhatian.

"Artha, gue seneng banget!" ucap Sarah setelah selesai dengan acara percakapannya dengan ibunya.

"Oh iya, gimana?" Artha tersadar dari lamunannya.

"Gue juga bakalan pindah tempat tinggal ke desa kaya loe juga. Tapi sayangnya gue nggak bisa satu sekolah sama loe," Sarah terlihat kecewa.

"Oh ya, wah bagus dong berarti gue punya teman. Emangnya loe mau pindah kapan?"

"Yeeahh, mungkin sekitar dua minggu lagi. Mungkin desa kita tetanggaan jadinya gue bisa sering main ke rumah loe!"

"Wah, asyikk dong!"

"Iya, ya udah ya gue mau mandi dulu, dadah Artha cantik!"

"Dah..."

Setelah sambungan terputus, Artha kembali merebahkan tubuhnya. Semoga dengan kedatangan Sarah bisa mengembalikan keceriaannya dulu. Ya, dia berharap dia bisa kembali seperti dulu.

***

"Ihh, kok daunnya bolong-bolong sih nek," Artha bergidik ngeri menatap daun-daun sawi yang menguning dan banyak yang bolong-bolong.

"Ya, namanya juga hama. Beginilah jadinya, banyak tanaman yang rusak." Nenek Mina terlihat gusar.

Artha saat ini sedang berada di kebun bersama Nenek Mina. Kebetulan hari ini adalah hari Minggu jadi Artha bisa ikut Neneknya mengurus perkebunan. Artha berjalan pelan-pelan di atas pematang sawah mengikuti langkah Neneknya agar tidak jatuh ke dalam lumpur.

"Nek, padinya kapan bisa dipanen?" tanya Artha setelah sampai di gubuk kecil tengah sawah.

"Nanti, kalau padinya sudah menguning." jawab Nenek Mina sedangkan Artha ber-oh- ria. Sebenarnya dia sudah tahu tapi tetap saja bertanya. Dasar Artha kurang kerjaan.

Sebenarnya Artha memang kurang kerjaan karena sejak tadi dia hanya kesana kemari mengikuti ke mana Neneknya pergi.

"Banyak keong, ya?" Artha menunjuk padi yang daunnya banyak di hinggapi para keong. 'Untung bukan keong racun.' batin Artha.

Nenek Mina mengambil keong itu lalu membuangnya di sungai dekat sawah. Akibatnya tangannya terkena lumpur. Namun nenek Mina segera mencuci tangannya dengan air sungai tersebut. Artha meringis melihatnya. Memang sih airnya jernih, tapi kan tetap saja pasti ada kumannya.

"Kenapa nenek nggak nyuruh kang Tejo aja buat ngambil keongnya?" tanya Artha.

"Nenek lega aja kalau kamu nggak megangin tangan nenek lagi. Nenek pegal,"

Not AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang