Bab 22. Pasar Malam

16 10 1
                                    

Sudah banyak barang yang Sarah beli tapi masih saja ingin berbelanja. Artha sampai lelah menatap banyak belanjaan di kedua tangannya Sarah dan mengikutinya kesana-kemari.

"Mau beli apa lagi sih, Sar, nggak berat bawa belanjaan banyak kaya gitu?"

"Mau beli hot pants dulu, loe mau bawain sebagian belanjaan gue?"

Artha mendelik, malas banget. Emangnya dia babu? "Kita sekarang tinggal di desa hlo, Sar, masa loe berani sih pakai hot pants?"

"Hehe, buat di rumah aja. Kalau keluar ya nggak."

Dengan malas Artha membuntuti Sarah bak anjing mengikuti majikannya. Setelah selesai, mereka berdua mampir makan di sebuah cafe dalam mall.

"Tha, Riski itu... anaknya orkay ya?" tanya Sarah disela kunyahannya.

"Gue denger-denger sih iya."

"Ahh, mantap jiwa!" Sarah senyum-senyum sendiri.

"Nggak ngejar Samuel lagi?"

"Nggak ahh, dia cuek banget. Mendingan Riski, dia sekarang ngasih lampu ijo buat aku hi hi hi..."

Artha membulatkan bibirnya. Dia lega karena temannya ini tidak menyukai Devon lagi. "Loe ambil aja si Devonnya, gue sama Riski aja. Kemarin gue habis jalan sama dia," Mata Sarah nampak berbinar menceritakannya.

"Hati-hati, dia agak... berandalan," kata Artha.

"Gue udah tau dan nggak masalah."

Artha diam saja. Terserah apa yang akan dilakukan Sarah dengan Riski. Yang terpenting dia bisa bebas mendekati Devon. Dia merasa nyaman setiap kali berada di dekat Devon, Devon sangat menghargainya dan sepertinya...

juga menyayanginya.

*
Artha menunggu di teras rumah nenek Ami. Kali ini dia akan mengembalikan uang yang dipinjamnya waktu beli boneka lima hari yang lalu.

"Ada apa, Tha?"

Artha menoleh, Samuel berjalan lalu duduk di seberangnya. "Nyariin kakak," Artha tersenyum manis.

Artha mengeluarkan sebuah amplop dan menyerahkannya kepada Samuel. "Ini ganti uang yang buat beli boneka waktu itu, makasih ya kak."

Samuel mengangkat satu alisnya dan menolak. "Ambil aja,"

"Kok gitu, nggak ah waktu itu kan gue bilangnya pinjam bukan minta."

"Udah ambil aja kenapa sih?"

"Nggak mau!"

"Ya udah buang aja."

"Hah?" Artha kembali menarik uang itu. Dia berdecak sebal, kenapa setiap laki-laki pasti mengancam dengan kata 'buang aja'. Seolah-olah semua itu tidak berguna.

"Kakak nginep di sini?" Samuel mengangguk. Artha membulatkan mulutnya.

"Pasar malam yuk, kan UTS-nya udah selesai!" ajak Artha.

"Nggak sama Devon aja?" sinis Samuel.

"Ehh," Artha tampak canggung. "ya udah kalau kakak nggak mau, gue sama Sarah aja."

"Sarah?"

"Iya, teman SMP."

"Gue kira pacarnya Riski." gumam Samuel.

"Sekaligus pacarnya kak Riski juga," imbuh Artha.

satu detik

dua detik

tiga detik

"APA, SARAH PACARNYA KAK RISKI?" kata Artha kaget. "Kapan jadiannya?"

"Dua jam yang lalu, loe nggak ngecek ig?"

Artha segera mengambil handphonenya dan membuka aplikasi Instagram. Matanya melotot, dua jam yang lalu berarti tepat saat mereka habis dari mall. Artha menepuk dahinya, dasar bego. Belum juga tahu gimana sifat Riski yang sebenarnya, malah sudah jadian.

"Kenapa sih, santai aja kali. Loe nggak suka kan sama Riski?" Kata Samuel geram.

"Bukannya gitu, tap--"

"Ekhem..."

Mereka berdua menoleh, Devon berdiri di samping mereka entah sejak kapan.

"Ngapain loe ke sini?"

"Ini juga rumah nenek gue." jawab Devon tenang.

Samuel mendengus lalu masuk ke dalam rumah tanpa sepatah katapun. Niatnya ke sini menghindari Devon yang datang ke rumahnya malah dia ke sini juga.

"Ehh kak Sam!" panggil Artha tapi Samuel tak menoleh sedikitpun.

"Mau ke pasar malam?" tawar Devon.

Artha menoleh lalu tersenyum.

"Mau sih tapi... udah terlanjur ngajak Sarah hehe."

"Dia kan sama Riski, loe sama gue." Artha tercengang. Apa ini artinya double date? Hati Artha serasa berbunga-bunga.

"Tapi kakak nggak masuk dulu?"

"Nanti aja gampang."

Lalu mereka berangkat menuju pasar malam. Sesampai di sana, Artha langsung menarik Devon ke tempat pembelian tiket naik wahana kora-kora. Devon geleng-geleng melihat kelakuannya.

"Naik itu ya kak, pliiss ya, ya, ya?" rengek Artha sambil memasang puppy eyes-nya.

"Ya udah," Devon antri untuk membeli tiket. Percayalah, baru kali ini Devon mau pergi ke tempat seperti ini. Biasanya dia hanya di rumah main PS atau berkumpul bersama teman-temannya. Menurutnya tidak berfaedah pergi ke tempat seperti ini, hanya membuang-buang uang.

Setelah berhasil mendapatkan tiket dan keluar dari desakan para cabe-cabean, Devon dan Artha naik ke dalam wahana. Kora-kora berayun naik-turun dengan cepat dan tinggi, orang-orang berteriak. Artha memegang erat lengan Devon, sedangkan Devon masih tenang dengan ekspresi datarnya.

Hingga waktunya selesai, orang-orang turun dengan berbagai ekspresi. Ada yang pucat, ada yang sumringah, ada yang berlari kecil sambil memegangi perutnya hingga ada yang menunjukkan raut bahagia, samping Devon ini misalnya.

Setelah naik kora-kora, mereka mencoba wahana yang lain juga misalnya rumah hantu, lempar kaleng, dan lain-lain.

***

Setumpuk kertas berisi soal-soal latihan di bawa Artha menuju kelasnya. Dia sedang menjalankan amanah untuk mengambil tugas yang diberikan bu Redy.

"Hai!" sapa seseorang yang tiba-tiba ada di samping Artha. "Lagi repot ya?"

"Nggak kok kak," jawab Artha.

"Loe masih ingat gue kan, perkenalkan nama gue Elvano Sanjaya, kelas XI IPS 2 putra tunggal dari bapak Sanjaya dan Ibu Arina umur 17 tahun hobi main PS salam kenal." katanya dalam satu tarikan napas.

"Ahh, iya kak salam kenal juga." kata Artha yang masih melongo.

"Mau gue bawain aja?" tawarnya

"Nggak usah kak, sudah sampai kok." ucap Artha.

"Eh, udah sampai ya?" katanya kikuk.

"Ya udah kak, saya masuk dulu."

Artha masuk ke dalam kelasnya dengan sopan.

***


Not AloneWhere stories live. Discover now