Bab 27. Nggak salah

7 3 0
                                    

Bibir Devon melengkung ke atas. Artha kini sudah berani melawan. Kemajuan yang cukup bagus.

"Syok deh seisi kelas. Eh, mungkin satu sekolahan kalau beritanya nyebar." Alex tertawa kecil.

"Hormati anak boss bokap loe."

Alex terdiam lalu memasang raut sebal. "Iya-iya,"

Sekali lagi Devon tersenyum. Namun kali ini lebih tipis. Artha memang gadis yang unik dan menarik.

***

Berulang kali mendengarkan dan memutar video membuatnya yakin apa yang didengarnya tidaklah salah. Artha anak dari Bapak Sanjaya, pemilik perusahaan Sanjaya group. Tidak mengherankan memang karena Artha terlihat berbeda dari yang lainnya. Namun tetap saja, Samuel masih terkejut.

"Anak Bapak Sanjaya jadi korban bully?" Samuel bermonolog sambil terkekeh.

Ceklek

Samuel menoleh ke arah pintu. Salah satu anggota OSIS masuk dengan kertas menumpuk di atas tangannya. Namun dia berhenti melangkah, hendak berbalik kembali keluar. Karena ada Samuel, mungkin.

"Nesya!" Panggil Samuel.

Nesya mengurungkan niatnya untuk keluar lalu berjalan ke arah Sam. "I-iya, kak?"

Samuel melirik ke tumpukan kertas. "Itu apa?"

"Ini kertas yang berisi untuk pemilihan calon kandidat ketua OSIS yang baru, kak, belum di potong." ucap Nesya gugup.

Samuel menghela napasnya, lalu memijit pangkal hidungnya. Jabatannya akan segera lengser, dan dia akan segera lulus. Lalu... Artha bagaimana?

"Gantengnya..."

Samuel refleks menoleh dan melempar tatapan tajam ke arah Nesya. Nesya langsung menelan salivanya, dia keceplosan. Padahal dia hanya bergumam sangat pelan, tapi kenapa Samuel masih bisa mendengarnya, sih?

Mungkin sikap Nesya karena efek baru kali ini dia bisa sedekat ini dengan Samuel meski masih berjarak tiga meter. Biasanya hanya jarak jauh Nesya bisa mengamati Samuel.

"Keluar." ucap Samuel datar, tanpa emosi sedikit pun.

"Iya kak, maaf saya tadi tidak bermaksud apapun. Maaf saya tadi keceplosan, "

"Hmm."

"Sekali lagi saya minta maaf kak, saya--"

"Keluar!" Bentak Samuel. Nesya cerewet sekali orangnya. Bisa membuat Samuel makin pusing saja.

Nesya tersentak, mundur dua langkah, menunduk lalu bergegas keluar. Manik mata cokelat Samuel terlihat sangat tajam seperti burung elang. Menakutkan.

Ceklek

Samuel diam, tidak menoleh. Paling anggota lain lagi. Tapi kenapa dia tidak berhenti melangkah ataupun berbalik, padahal biasanya kan...

"Sam!"

Samuel membuka matanya yang semulanya dia pejamkan. Ekor matanya melirik malas dengan lawan bicaranya kali ini.

"Hm." jawab Samuel malas.

"Fardo bentar lagi balik, kan?"

Devon mengeluarkan rokok elektriknya dan menyesapnya. Samuel menyayukan matanya, dia tahu betul kalau saat ini Devon sedang strees sepertinya. Buktinya dia merokok.

"Ngapain balik?" tanya Sam acuh tak acuh.

Devon mengepulkan asap rokoknya terlebih dahulu sebelum menjawab. "Cari sesuatu, mungkin?"

"Nggak guna!" balas Samuel cepat.

Devon tertawa kecil melihat respon yang diberikan Samuel. Ternyata mereka masih sama seperti dulu. Tidak pernah akur tapi membenci seseorang yang sama. Membenci seseorang yang telah membuat seseorang lainnya pergi dari kehidupan mereka. Selamanya.

"Gue akan sibuk akhir-akhir ini, mungkin sampai dia datang bahkan lebih. Gue titip Artha." Setelah mengucapkan kalimat itu, Devon berdiri lalu melangkah keluar ruangan. Tak lupa rokoknya ia matikan dan dilemparkannya ke sembarang arah.

Lagi pula siapa yang berani memarahinya? Cari mati saja kalau memang ada.

Drrt drrt

"Hm?" ucap Devon saat mengangkat panggilan handphonenya.

"Ada yang nantangin, Dev, anak SMA sebelah." itu suara Riski.

"Terima, tentukan tempat dan waktu."

"Oke!"

tut tut

Devon mengakhiri panggilannya dan segera melanjutkan langkahnya.

***

Not AloneWhere stories live. Discover now