Bab 32. Ketiga

3 0 0
                                    

Benar dugaannya. Devon pasti menghindarinya dan tidak mau bertemu dengannya. Rupanya dia belum dimaafkan.

"Kamu istirahat aja di kamar tamu, Devon mungkin pulang telat." kata Luna, ibu Devon.

"Iya tan makasih, nanti aja." jawab Fardo sopan.

Bukannya pulang telat. Mungkin Devon tidak akan pulang sementara. Fardo hafal betul sikap Devon yang tidak pernah berubah.

Drrt drrrt

Fardo mengecek hapenya. Bibirnya melengkung ke atas. Akhirnya dapat juga informasi yang dibutuhkannya.

***

Artha berjalan menuju halte bus. Ada pesan dari seseorang yang menyuruhnya ke sana, soal Devon katanya.

Sesampai di halte, Artha melihat seorang laki-laki memakai masker yang sedang memainkan hapenya. Sesekali matanya memandangi jam tangannya dan melihat kondisi sekitar seperti menunggu seseorang. Hingga matanya menangkap Artha sedang berdiri beberapa meter darinya, dia melambaikan tangannya.

Sambil berdo'a, Artha melangkah ke arahnya dengan pelan. Takut-takut jikalau dia orang jahat. Artha mendudukkan dirinya di samping lelaki itu.

"Ada apa ya, mau ketemu saya?"

Lelaki itu melepas maskernya. "Penasaran aja,"

Artha tergelak. "Maksudnya?"

Fardo menghembuskan napasnya dan menatap Artha lekat. "Kenapa Devon mau berhubungan sama cewek, apalagi lo?"

"Padahal dia malas banget berurusan dengan kaum hawa kecuali dengan keluarganya," imbuhnya dengan menatap langit yang tampak sedikit mendung.

"Kak Devon baik, kok." Artha tersenyum.

"Itu yang bikin gue bingung,"

Artha diam. Dia lebih memilih menyimak.

"Kalau Samuel gue maklumin. Dia emang terkadang suka playboy."

Fardo melebarkan matanya. Apa jangan-jangan Artha ini...

"Riska?" gumam Fardo sambil menatap Artha tak percaya.

Artha mengerutkan dahinya bingung. Fardo menatapnya seolah sedang melihat hantu saja. Dia juga menyebut nama seseorang, Riska. Siapa dia?

Tiba-tiba Fardo tertawa sendiri. Dia mengusap wajahnya sambil geleng-geleng kepala. Artha agak menjauh, takut kalau-kalau orang di sampingnya ini gila atau sedang kerasukan.

"Pulang, Tha!"

Entah sejak kapan Samuel berada di sini. Dia langsung menarik tangan Artha agar menjauh dari Fardo. Tatapannya gelap, kosong.

"Eh, Sam?" Fardo berdiri, hendak menyentuh pundak Samuel namun Samuel menjauh.

Artha menatap mereka berdua bergantian. Kini Artha berada di belakang Samuel dengan tangannya digenggam erat seolah orang di depan mereka ini binatang buas yang bisa melukai mereka kapan saja.

Fardo tertawa. "Oh, oke. Gue bawa oleh-oleh banyak, ada di rumah nenek. Sebenarnya gue mau ke rumah lo tapi gue nggak yakin bakal ada yang nyambut gue. "

"Karena gue tahu lo belum bisa maafin gue dan orang tua lo pasti selalu sependapat sama lo meski mereka tau lo salah," imbuh Fardo dengan senyum mirisnya.

Samuel tak menjawab, langsung mengajak Artha pergi. Namun langkah Samuel terhenti saat Fardo mengatakan sesuatu.

"Kalian nemuin pengganti Riska?"

Samuel menoleh melempar tatapan sinis. "Bukan urusan lo!"

Setelah itu mereka meninggalkan Fardo sendirian.

"Lo ngapain sih ketemuan sama dia?!" tanya Samuel marah.

Mereka saat ini sudah sampai di rumah Artha. Artha menggeleng dua kali.

"Nggak sengaja. Tadi ada yang ngirim sms ke aku minta datang ke halte buat ngomongin tentang kak Devon. Aku nggak tahu kalau ternyata orang itu kak Fardo. Maaf," Artha menundukkan pandangannya.

Tangan Samuel mengepal kuat. Namun sebisa mungkin dia tidak akan menunjukkan kemarahannya di depan Artha. Berani-beraninya si Fardo sialan itu menghubungi Artha. Pengganggu!

Menyadari bahasa Artha yang memakai 'aku', Samuel tersenyum. Mungkin dia membuat Artha takut dan merasa bersalah.

"Ya udah, masuk gih istirahat."

"Iya kak, makasih. Kakak hati-hati di jalan,"

"Siap."

Setelah Artha masuk, barulah Samuel pergi dari halaman rumah Artha.

Fardo itu... setidaknya harus diberi pelajaran.

***

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 29, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Not AloneWhere stories live. Discover now