Bab 20. Menyontek

17 10 1
                                    

Para murid dengan khusyuk mengerjakan soal yang berada di depan mereka. Ada beberapa yang menyerah dan memutuskan untuk silang indah asalkan cepat keluar dari ruangan eksekusi ini.

"Nata!" bentak pak Bandi karena Nata ketahuan melirik jawaban Artha yang duduk di sampingnya.

"Maaf pak."

"Sekali lagi kamu keluar!"

Para murid yang sebelumnya main kode-kodean langsung kicep dan menunduk memandangi jawaban mereka yang masih kosong melompong. Matematika memang membuat mereka tidak berdaya.

"Setengah jam lagi dikumpulkan!"

Para murid langsung panik mencari jawaban kesana kemari. Ada yang menghitung kancing baju, ada yang bermain cap-cip-cup sampai ada yang jawabannya nomor 1-5 a, 6-10 b, begitu seterusnya sampai nomor terakhir.

Akhirnya bel telah berbunyi, para murid mengumpulkan soal dan jawaban mereka ke meja guru dan segera pulang. Mereka tidak lagi memusingkan tentang ulangan ini. 'Datang kerjakan, pulang lupakan.' Itu pedoman mereka setiap kali ada ulangan.

"Tha," panggil Devon.

"Iya kak?"

"Tolong omongin sama teman loe, jangan ganggu gue dan Riski." katanya tegas.

"Teman mana kak?" tanya Artha bingung. Devon menunjukkan sebuah foto, Artha meringis. Temannya yang satu itu memang nekat jika menginginkan sesuatu. "I--iya kak, nanti gue bilangin."

"Mau pulang sekarang?" Artha mengangguk.

"Temanin gue makan dulu, nggak ada penolakan!"

Belum sempat Artha protes Devon sudah menarik tangan Artha menuju parkiran. Mereka berdua sempat menjadi tontonan orang-orang baik yang berlalu-lalang maupun orang yang berada di parkiran. Artha merasa risih dengan semua itu.

"Idiih kegatelan banget sih deketin Devon."

"Sok cantik, kedua most wanted kita di rebut semua!"

"Enak banget sih bisa dekat sama Devon dan Samuel,"

"Tukar peran bisa nggak sih?"

Semua orang berhenti berbisik-bisik saat Devon melempari mereka dengan tatapan tajam. Artha pun diam dibuatnya.

"Ayo!" Artha mengangguk dan segera membonceng di belakang Devon.

*

"Mau pesan apa?" tanya Devon sambil menunjukkan menu.

"Samain aja deh,kak, gue nggak ngerti tentang makanan Jepang kaya gini," Artha meringis.

Devon tersenyum melihat Artha lalu memesan beberapa menu kepada pelayan. "Loe nggak pernah makan kayak gini?"

Artha menggeleng sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Pernahnya cuma ramen, itu pun di restoran berbasis korea hehe." Artha nampak imut dengan barisan gigi kelincinya.

Drrt drrt...

Handphone milik Devon bergetar di atas meja. Devon tak menghiraukannya malah menatap Artha dalam-dalam.

"Kok nggak diangkat kak?"

"Ganggu."

"Diangkat aja dulu siapa tahu penting,"

Devon mengangkat handphonenya lalu meletakkannya kembali. "Udah, kan?"

Artha berdecak, "Bukan gitu maksudnya."

"Nih!" Devon menyodorkan benda pipih itu kepada Artha.

"Eh?" Artha bingung apa maksudnya.

"Loe angkat aja, siapa tahu penting." Kata Devon enteng seolah tidak masalah privasinya diketahui Artha.

"Halo," sapa Artha kepada orang di seberang sana.

"Ehh tunggu, ini siapa?"

"Say--"

"Loe selingkuhannya Devon ya? dasar jalang! Sekarang di mana Devon, serahin hpnya ke dia, gue mau bicara, gue pacarnya!"

Degg

Entah kenapa rasanya menusuk hati Artha ketika orang itu mengaku sebagai pacarnya Devonac. Artha termenung sebentar. "I--iya kak," Artha menyerahkan hp itu ke Devon dan Devon menerimanya.

"Kenapa?" tanya Devon tanpa nada. Datar.

"Hmm."

"bye." Devon meletakkan hpnya kembali.

Devon mengerutkan keningnya ketika tahu Artha sedang melamun. Dia mengelus tangan Artha dengan lembut. Artha tersadar dari lamunannya dan menatap Devon.

"Loe kenapa?"

"Eh, uhmm... nggak papa kok kak,"

"Jangan bohong,"

"Beneran, gue nggak papa kok." Artha tersenyum kikuk.

Pelayan datang membawakan makanan yang mereka pesan, otomatis Devon menarik tangannya dari atas punggung tangan Artha. Lalu keduanya makan dalam diam.

*

"Tapi gue malu Sar, masak loe nggak malu sih ngejar-ngejar cowok?"

"Bodo amat Tha, bodo amat!"

"Takdir cewek itu dikejar Sar, bukan ngejar." ucap Artha gemas.

"Pokoknya gue akan neror dia terus kalau dia masih nggak mau balas DM gue!" kata Sarah tegas.

Artha merebahkan tubuhnya. Percuma saja bicara dengan Sarah yang keras kepala, hanya membuat kita makan hati.

"Kayaknya dia udah punya pacar..." gumam Artha.

"Gue nggak peduli, toh cuma pacar bukan istri. Dengerin gue ya, Tha, sebelum janur kuning melengkung, masih ada kesempatan buat kita nikung!" Sarah ikut merebahkan diri di samping Artha. Mereka berdua menatap ke langit-langit kamar dan sibuk dengan pikirannya masing-masing.

"Kalau Devon nggak bisa, masih ada Riski." gumam Sarah sambil tersenyum.

"Terserah loe deh," Artha membiarkan Sarah berekspektasi sendiri. 'Benar juga kata Sarah, tapi rasanya masih sakit. Apa gue menjauh dulu?' batin Artha.

***

📎Happy today!!! Masih semangat membaca kan?📖📚

Love you readers!!😘❤💞

Not AloneWhere stories live. Discover now