[5] Mengobati

773 98 9
                                    

Obat, obat apa yang bikin nagih?

Aposeh! nggak jelas maap :"

***

Kutiup luka yang masih melekat dalam diri. Benar, luka ini semakin tak tahu diri. Kubiarkan angin meraup habis sisa luka yang tak kasat mata. Walau pada kenyataannya, ngilu semakin mengikis asa.

***

Leo keluar dari rumah, hendak berangkat ke sekolah. Ia menatap rumah dengan cat warna abu-abu yang berada di depan rumahnya. Cowok itu segera menstarter motornya. Ia keluar dari halaman rumah. Namun, cowok itu menghentikan laju motornya ketika mendapati seorang gadis tengah berdiri di depan gerbang rumah dengan cat abu itu.

"Woi Pendek, mau bareng gue?" tawar Leo.

Liona melengos kasar. Paham dengan sifat kebuayaan Leo. "Ogah banget bareng lo. Yang ada dibawa kabur dulu!"

Leo turun dari motornya. Ia menatap Liona kesal. Ia melipat kedua tangannya di depan dada. Kakinya melangkah maju, membuat Liona mundur perlahan.

"Apa?!" seru Liona.

Leo memutar bola matanya. "Buruan, bareng gue! Nanti telat mampus!"

"Gue udah janjian sama Reva. Makanya mau nyamperin tuh anak," ungkapnya.

"Udah sama gue aja, Reva lama. Buruan, gue jamin nggak akan telat. Karena setelah nganter lo, gue yang akan telat," tutur Leo yang membuat Liona melongo.

"Udah gila lo? Lo tuh, Le ... jangan keseringan telat sam—"

Ucapan Liona terpotong oleh kata-kata Leo. "Cieee peduli."

"Lo kenapa, sih?" Nada bicara Liona mulai meninggi. Pasang alarm, pasang!

"Kenapa emang?" Dengan santainya, Leo menjawab tanpa gelagapan.

Liona mengertakkan giginya. Ia memejamkan matanya kuat-kuat. Mencoba meredam emosi yang hampir saja berapi. "Lo emang, ya, pagi-pagi udah ngajak berantem."

"Mau milkita?" balas Leo seraya terkekeh.

Ingin sekali Liona mengeluarkan sumpah serapahnya untuk cowok tidak berakhlak ini. Tetapi, Liona diam, tak membalas perkataan Leo. Karena semakin dibalas, akan semakin gila. Liona menelan silivanya kasar, hendak melangkah pergi, namun tangannya dicekal Leo.

"Naik!" titahnya.

***

Liona baru saja terduduk di bangkunya. Tadi, pada akhirnya Leo lah yang mengantar Liona sampai ke sekolah. Ya, gimana ya, sebenarnya Liona tidak seberani itu jika nada Leo sudah terdengar mengharuskan. Terkesan memaksa, sih, dan Liona tak suka dipaksa. Namun, mau bagaimana lagi, sorot mata Leo tajam banget tadi.

Liona melirik jam di dinding. 06.30 WIB.

"Ini kalau Leo sampai telat, gue gampar, nih, pulang sekolah!" lirih Liona.

Gadis itu meraih ponselnya. Bosan ternyata berangkat terlalu pagi. Ia berdecak kala menengok bangku Clara yang masih kosong. Liona pastikan, jam 06.55 Clara baru sampai di kelas.

"Liona anjir!" pekik Shani—teman sekelasnya.

Liona yang sempat terkejut, kini berusaha menetralkan ekspresinya kembali. "Apa sih? Datang-datang ngumpat?!" tanya Liona tak santai.

SMA & SMK [Bakal Dilanjut]Where stories live. Discover now