[14] Peringatan Dini

330 28 0
                                    

Alvaro Nugroho

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Alvaro Nugroho

***

Bermain dengan takdir adalah hal yang sia-sia. Percuma diberi harsa jika hanya sekejap saja. Percuma diberi tawa jika pada akhirnya sama-sama terluka. Ikuti arahan semesta, diam lalu tinggalkan.

***

"Kenapa lo susah banget, sih, buat maafin bokap lo sendiri?!"

Leo mulai menatap Liona tajam. "Lo bahkan nggak tau masalahnya, kan? Bisa diam, kan? Gue nggak butuh rasa sok peduli dari lo!"

"Sadar, lo bukan siapa-siapa gue."

"Jadi, nggak usah lancang," pungkas Leo.

Walaupun Liona tidak terlalu pintar, tetapi Liona tahu bahwa cowok bernama Leo kini tengah marah. Gadis itu menarik kedua sudut bibirnya. Berusaha menetralkan air mukanya. Dengan sisa keberanian, ia menatap manik mata lawan bicaranya.

"Ya, gue tau kok. Gue bukan siapa-siapa lo. Tapi gue beneran peduli sama lo. Maaf kalau kesannya gue terlalu ikut campur di sini. Udah, gue cuma mau bilang itu aja. Thanks, udah repot-repot ke sini buat denger hal yang nggak penting buat lo."

Hening.

***

Setelah kejadian semalam, Leo merasa bersalah kepada Liona. Dia sempat emosi dan membentak gadis itu. Leo menyandarkan punggungnya pada dinding kelas. Kini, cowok itu berada di dalam kelas. Kini jam pelajaran ketiga tengah kosong. Hal itu membuat kelas 11 Akuntansi 5 terasa seperti pasar.

"Game yuk," ajak Raka yang sudah duduk di sebelah Leo.

"Lagi malas."

Raka mengernyitkan dahinya. Merasa heran dengan jawaban yang terlontar dari bibir Leo. "Tumben, sih?"

Tak ada sahutan lagi, Raka hanya mengangguk-anggukan kepalanya. Mungkin Leo sedang ada pikiran. Raka diamkan saja dulu.

Leo mengembuskan napas kasar, ia meraup wajahnya seperti orang frustrasi. Ia keluar kelas, berniat ke kantin untuk membeli minuman segar. Pikirannya benar-benar kacau. Ia benar-benar tak mau melibatkan Liona dengan masalah keluarganya, tetapi gadis itu ... ah, sudahlah. Toh, bukan salah Liona sepenuhnya.

"Mbak, coca cola satu," kata Leo setelah sampai di kantin.

Mba Iran mengambilkan satu botol coca cola untuk Leo, kemudian menyodorkan kepada cowok itu. Suasana kantin saat itu masih sepi, karena memang belum jam istirahat.

"Mas Leo lagi bolos?" tanya Mbak Iran.

Leo menggelengkan kepala. "Jam kosong, di kelas berisik banget anak cewek, cabut lah ke kantin."

Penjaga kantin itu hanya mengangguk-anggukan kepalanya sebagai respons.

***

SMA & SMK [Bakal Dilanjut]Where stories live. Discover now