"Karena sebaik-baiknya pertemanan adalah tanpa melibatkan perasaan."
On Going
Rabu & Sabtu
Ini hanya sekadar kisah sederhana tentang drama remaja.
Kisah yang ditulis dengan sengaja.
Dengan harapan, bisa kulupakan.
Walaupun kenyataannya, semakin ab...
Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.
Fajar Arjuna Juan
***
Seharusnya, petrikor dapat menciptakan ketenangan. Tetapi, kini yang didapat adalah sebuah kegelisahan. Kemungkinan ada dua alasan. Tentang jarak yang menikam atau sang Tuan sudah dianggap lebih dari teman.
***
Setelah perdebatan panjang antara Liona dan Fajar mengenai awan, gadis itu menjadi lebih kesal kepada Fajar. Katanya, permintaan Liona aneh-aneh, tak terpikirkan, gila, tidak masuk akal, dan lainnya. Asal kalian tahu, seharusnya kemarin mereka ikut kumpul di rumah Raka, tetapi batal hanya karena masalah awan.
Dan pagi ini, Liona menolak tawaran Fajar untuk diantar ke sekolah. Gadis itu sudah siap dengan seragam sekolahnya, ia tinggal memakai sepatu dan turun ke bawah untuk sarapan. Liona mencari sepatu di rak kamarnya, tetapi tidak ada. Oke, Liona masih santai karena ia pikir sepatunya ada di rak depan rumah. Gadis itu segera menuruni anak tangga dengan gerakan secepat kilat. Sampai ditujuan, Liona membelalakan kedua matanya.
Liona sudah melempar tatapan sengit kepada Kakaknya. "Ya, kan emang kemalingan. Maling sepatu nih, namanya. Mana yang diambil sepatu kesayangan gue lagi!"
"Teledor, sih," kata Liana.
"Wah, apa papah yang ambil, ya?! Soalnya papah nggak ke sini! Mana papah? Tega bat sama anak!" Jangan heran, Liona memang seperti itu.
"Anak Mamah gini amat," sela Melva, gadis itu menatap Mamahnya. Ia heran, kenapa Liona sebego ini. Mana mungkin coba?! Mana mungkin, sih!
Liana menghela napas pasrah. Ia mendekati Liona, mengusap pelan rambut anaknya. "Papah lagi makan, dia harus buru-buru ke kantor. Nggak baik loh, berprasangka buruk ke orang. Apalagi ini orang tua."