🌜8. Pengganggu!🌛

32.9K 2.5K 218
                                    

Gue menyebar kebaikan di keramaian, lalu dipuji banyak orang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Gue menyebar kebaikan di keramaian, lalu dipuji banyak orang. Abis itu gue dapet apa? Pencitraan itu terlalu merepotkan!

-Ladisya-

¶¶¶

Entah kenapa tiba-tiba suasananya menjadi melankolis. Kenapa semudah itu Disya hampir menceritakan permasalahan hidupnya pada orang asing, yang bahkan semut kecilpun tak berhak mengetahui.

Dan kenapa ... Disya bersandar seolah bahu Zendro adalah tempat ternyaman. Ini salah. Disya menjauhkan kepalanya, mengusap bekas air mata di pipi.

Gadis itu bangkit, lalu berjalan tanpa bicara. "Lo mau kemana?" Zendro menarik pergelangan Disya.

Disya menarik kasar tangannya. "Mau pulang lah! Lo pikir gue suka lama-lama sama lo di sini?!"

"Bunglon banget, sih. Bentar-bentar baik." protes Zendro. "Gue anterin."

"Gak perlu! Awas!" usir Disya tak suka.

"Ini udah jam setengah sepuluh. Lo mau dibegal? Gue gak mau ambil resiko dengan kehil—"

"BODO AMAT!" sembur Disya masuk ke dalam mobilnya.

"Gue sayang lo juga, Disya." ucap Zendro seraya terkekeh.

Zendro berlari menuju kendaraannya, memilih mengikuti Disya dari belakang. Disya melirik melalui kaca spion bahwa ninja bercorak hitam putih itu terus mengikuti.

Tak lama kemudian mereka sampai. Pagar tinggi berwarna keemasan itu terbuka otomatis, setelahnya menutup secara otomatis juga. Zendro berdecak. Disya bukan anak orang kaya biasa.

Disya masuk ke dalam rumah, tanpa memperdulikan Zendro di luar. Menutup pintu, lalu tidur. Masa bodoh.

"Dasar gak tau terima kasih. Udah dianterin juga." omel Zendro setengah jengkel. "Tapi gapapa. Seenggaknya gue udah tau rumahnya. Dengan begitu, bisa lebih gampang gangguin dia.

Zendro tancap gas meninggalkan rumah Disya. Pulang untuk kemudian menasihati dirinya sendiri bahwa apa yang dirasakan saat di pantai tadi, hanyalah rasa manusiawi sesaat.

🌛🌛🌛

Algi setia berdiri di samping mobilnya. Ternyata rasanya begitu berbeda ketika memperlakukan seorang gadis secara manis, dengan sepenuh hati.

Bagaimana cara Algi menatap Inara, hanya Naufal yang dapat memahami maksudnya. Algi melirik arlojinya. "Lo udah siap, Nar?"

Inara menjawab melalui sambungan telepon. Perasaan Algi menghangat melihat Inara menghampiri. "Lo cantik pagi ini, Nar. Keliatan lebih bersinar."

Warm In The Arms ✔Where stories live. Discover now