🌜13. Penderitaan Sejati.🌛

30.2K 2.5K 168
                                    

Dalam urusan perasaan, mungkin gue adalah pemula

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dalam urusan perasaan, mungkin gue adalah pemula. Tapi, laki-laki mana yang jadi penonton ketika melihat orang yang disayang tersakiti:)

-Algifary-

¶¶¶

Adalah Ladisya Isabel Alexander, seorang gadis 17 tahun yang belum merasakan mati, tapi terlebih dulu menikmati neraka-nya di dunia. Dan lebih kejamnya lagi, neraka dunia itu ada di tangan Ibunya, wanita yang melahirkannya.

Pipi serta sudut bibir Disya sudah berwarna ungu. Terhitung sejak satu setengah jam yang lalu penyiksaan itu dimulai.

"Memalukan! Kamu sangat memalukan anak jahanam! Berani-beraninya kamu pulang dengan tampilan seperti anak anjing masuk got!" Marie menjambak kasar rambut Disya, bahkan sudah banyak yang rontok dan berhamburan di lantai.

"Aaa... Ampun, Ma. Ampun! Aa..." Disya menjerit bersama air mata yang membasahi lebam di pipinya. Entah itu bekas tamparan, atau cubitan.

Plak!!

Sekali lagi, tamparan keras mendarat hingga sudut bibir Disya berdarah. "Gara-gara kamu, saya dipermalukan! Muka saya mau ditaruh dimana, hah?!"

Disya merangkak memegangi kaki Ibunya agar tidak mencekiknya lagi, lalu Disya berakhir ditendang hingga kepalanya membentur dinding. "Mama ampun, Ma. Disya gak tau kalo Mam—"

"DIAM! DIAM! DIAM!" jerit Marie kesetanan. "Saya tidak membutuhkan penjelasan ataupun alasan kamu! Sejak awal, kehadiranmu adalah bencana dalam hidup saya! Saya benci kamu!"

Menggigil. Tak cukupkah hanya air dari shower yang membuat suhu tubuh Disya menurun? Haruskah ditambah lagi dengan kata-kata kejam sang Ibu?

Bahkan Disya lebih menyukai sakit di pipinya dibandingkan sakit di hati yang berhasil menorehkan luka permanen. Disya kembali bersujud di kaki Marie. Membiarkan air matanya mengucur.

"Ma, Mama boleh siksa aku, Mama boleh pukul aku dengan cara seperti apapun. Ta-tap-pi, tapi aku mohon, jangan ngomong kayak gini. Aku sayang Mama, dan aku berharap Mama juga bisa sayang sama aku." ucap Disya tersendat-sendat.

"AKH!" sekarang, kepala Disya yang mendapat tendangan dari Marie. "Kamu tidak pantas untuk apapun itu! Gak pantas!"

Memilih beranjak pergi, sebelum Disya menarik kakinya kembali. "Berani mendekati anak itu, kamu saya pecat!" ancam Marie saat Imah, pembantunya akan masuk membantu Disya.

Disya memeluk lututnya di bawah guyuran air shower. Menangisi segala penderitaan yang tak pernah berujung. Marie hanya membiarkan Disya tinggal hanya karena seluruh harta Jamie Alexander ayahnya, diserahkan atas nama Disya.

Warm In The Arms ✔Where stories live. Discover now