Sembilan Belas

2.8K 202 2
                                    

Thalita keluar dari ruang teater bersama Satriya. Pria itu hanya mengekori dari belakang sambil memandangi Thalita dalam diam. Langkah Thalita terhenti saat mengetahui dirinya hanya berjalan sendiri. Dia memutar tubuhnya dan mendapati Satriya sedang tersenyum memandanginya. Dahi Thalita berkerut lalu menghampiri Satriya. “Kenapa senyum-senyum, Mas?” tanya Thalita.

Satriya tersadar dari apa yang baru saja dilakukannya. “ Heh? Eh…” bicaranya pun gugup. Tangan kanannya menggaruk kepalanya. “Kepikiran sama film yang tadi. Hehehe…” dia menyeringai.

“Sampai segitunya, ya?” Thalita masih mengerut dahi melihat sikap aneh Satriya.

“Mas kan nggak pernah nonton, Dik.”

Thalita nyaris memutar bola matanya. Satriya memang pria yang aneh. Dia bisa saja keluar kalau sedang tidak lagi bertugas tapi kenapa pria itu lebih betah berada di markasnya daripada menikmati udara segar di luar. Thalita mengangkat bahunya lalu melangkah.

“Lain kali mau nonton lagi, nggak?”

Ucapan Satriya membuat langkah kaki Thalita terhenti seketika. Dia kembali memutar tubuhnya dan menatap pria itu.

“Mas kan nggak pernah nonton. Gimana kalau nanti ada film bagus Adik temani Mas nonton.” Satriya mulai melangkah menghampiri Thalita yang masih dalam kebisuannya.

“Hahahaha.”

“Lha, malah ketawa. Mas serius ini.”

Thalita menghentikan tawanya. Dia pikir ini hanya lelucon. Dia menggigit bibir bawahnya. Ada apa dengan Satriya saat ini? pikirnya.

“Kalau Mas nggak lagi ada tugas. Bisa temani Mas keluar?” kali ini Satriya berbicara tepat di hadapan Thalita.

Thalita tidak tahu apa yang harus dia katakan. Kenapa mendadak Satriya seperti ini? Thalita menyeringai, lalu menepuk bahu Satriya. “Santai aja, Mas. Kalau nggak sibuk aku pasti bisa kok temani Mas nonton untuk kedua kalinya, yang penting Mas yang bayarin.” Kedua alis Thalita naik turun menggoda. Satriya tertawa.

Pandangan Thalita tiba-tiba teralihkan pada sosok perempuan berhijab yang dia yakini sudah menabraknya tadi. Thalita memacu langkahnya. Dia ingin menghampirinya namun sialnya dia kehilangan jejak. Perempuan itu cepat sekali menghilang.

“Ada apa?” tanya Satriya setelah mengikuti langkah cepat Thalita.

“Aku mencari orang yang tadi menabrakku, Mas,” balas Thalita namun pandangannya masih menyapu sekitar barangkali dia bisa menemukan jejak perempuan itu lagi.

“Kenal?”

Thalita menoleh. Sejenak diam. Kemudian dia menggeleng kepala.

“Lalu?”

Thalita mengembus napas pasrah. “Sepertinya aku pernah bertemu perempuan itu. Tapi dimana, ya?” Thalita mencoba mengingat namun sama sekali otaknya tidak bisa mengulang ingatannya. “Aku rasa ada yang aneh. Perempuan itu seperti sengaja menabrakku, Mas.”

“Kenapa Adik berasumsi seperti itu?”

“Apa Mas ingat? Setelah menabrak, seseorang akan meminta maaf jika itu dilakukan karena tidak sengaja. Tapi perempuan itu? Dia kemudian berlalu dan menghilang nggak tahu kemana. Aku cari di sudut tempat duduk aku tidak menemukannya. Aneh, bukan?”

Satriya mengerut kening. Sejenak berpikir tentang apa yang baru saja Thalita katakan. “Dik, terkadang seseorang tidak menggunakan etikanya kepada sesama. Jadi, buat apa kamu memikirkan tentang itu. Dia tidak meminta maaf anggap saja orang itu memang tidak punya sopan santun.”

“Tapi, aku rasa aku pernah bertemu perempuan itu.” Thalita masih menyangkal.

“Mungkin itu hanya karena rasa penasaranmu saja.”

Single, Salahkah? (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang