Dua Puluh

3K 208 0
                                    

Thalita menggigit bibir bawahnya setelah mengetahui siapa yang sudah mengirimkan pesan kepadanya. Dia menjadi gelisah setelah membacanya dan melihat foto profil nomor yang sudah mengirimkan pesan WA tersebut. Thalita melihat sekelilingnya dengan sedikit rasa takut.

“Kenapa, Dik?” tanya Satriya. Dia melihat Thalita yang seperti tidak tenang dengan terus melihat sekeliling. Satriya pun ikut mengamati sekelilingnya. “Apa ada sesuatu?”

Tidak ada tanggapan dari Thalita. Perempuan itu masih fokus melihat sekitarnya. Hingga kali kedua Satriya bertanya tetap tidak ada tanggapan dari Thalita.

“Dik,” panggil Satriya. Kini yang ketiga kalinya.

“Ah ya?” Thalita menoleh setelah sadar bahwa Satriya telah memanggilnya. “Ya, Mas?”

“Kamu kenapa?”

“Aku.. eng... nggak papa.”

Satriya mengerutkan dahi sambil mengangkat sebelah alisnya. Thalita mengatakan tidak ada apa-apa tetapi semburat di wajahnya menunjukkan dia tengah gelisah.

“Kita pulang saja, ya?” ajak Satriya.

Thalita tertegun. “Lho, nggak jadi makan?”

Pandangan Satriya mengamati sekitar. “Sepertinya kamu tidak tenang saat ini. Jika membuatmu khawatir kita bisa pulang. Lain kali saja makannya.” Satriya berdiri. Dia hendak beranjak namun Thalita mencegahnya dengan memegangi lengannya. Satriya kembali duduk.

Thalita menggeleng. “Aku nggak kenapa-kenapa, Mas. Cuma…”

“Apa?”

Thalita terdiam. Lalu menggelengkan kepalanya. Dia tiba-tiba mematikan ponselnya. “Kita jadi makan. Aku juga lapar. Mas yang traktir, kan?”

Satriya menatap Thalita cukup lama. Thalita tahu itu sehingga membuatnya sedikit canggung. “Aku salah ngomong, ya? Oke, aku bayar sendiri lah,” ucap Thalita ragu karena Satriya masih menatapnya dengan pandangan tajam.

Setelah cukup lama menatap Thalita, akhirnya Satriya tertawa nyengir. “Iya, Mas yang akan bayar. Gitu aja takut.”

Thalita melihat sebal ke arah Satriya sambil mendengus. “Ngajakin prank?”

“Apa itu?”

“Ngerjain orang.”

“Hahahaha.”

“Malah ketawa. Awas ya Mas, aku bakal balas perbuatan Mas Satriya.” Thalita semakin kesal.

“Eh, bu guru nggak boleh balas dendam. Nggak baik kalau dicontoh sama muridnya.”

“Ya Mas Satriya sih.”

“Memangnya Mas kenapa? Hem?” Satriya kembali menatap Thalita.

“Nggak kenapa-kenapa. Yasudah pesankan sana, gih.”

“Laksanakan.”

Satriya beranjak ke konter pemesanan makanan. Thalita melihatnya. Kenapa hari ini dia merasakan nyaman ketika bersama Satriya?

***

Motor Satriya berhenti di depan rumah Thalita. Sebenarnya Thalita tidak ingin pulang ke rumahnya dulu karena dia pikir Lingga masih berada di rumahnya, namun karena mamanya yang meneleponnya Thalita akhirnya menuruti.

Dugaanya benar, mobil Lingga masih terparkir di halaman rumahnya. Namun kali ini dia melihat bukan hanya mobil Lingga saja tetapi ada satu mobil lagi yang tidak diketahui Thalita milik siapa.

“Mas nggak mampir ke rumah dulu?” ajak Thalita setelah melepaskan pengaman kepalanya dan memberikannya kepada Satriya.

Satriya menerimanya namun sejenak dia terdiam. “Nggak, Dik. Mas langsung pulang saja. Lagian kalau masuk ke dalam Mas juga nggak bawa apa-apa. Malu. Bertamu ke rumah orang nggak bawa apa-apa.”

Single, Salahkah? (SUDAH TERBIT)Onde histórias criam vida. Descubra agora