1. Tribun Paling Timur

1K 102 17
                                    

Seharusnya manusia ga se-sampah itu.
###


"Azel, ih, gue lagi ngomong juga!"

Sentakan itu berhasil menarik kembali seorang Azel dari lamunannya. Di tengah-tengah puluhan penonton yang duduk di tribun paling timur, hanya Azel lah yang terlihat tidak fokus menonton pertandingan basket antar kelas dua belas di SMA Surya Aksara. Dan jika bukan karena permintaan Cyra, Azel mungkin tak sudi menginjakan kakinya di tribun membosankan ini.

Azel yang sedari tadi menatap Cyra, dibuat menaikan alisnya tinggi-tinggi. Sebuah gestur yang selalu Azel layangkan jika Cyra mulai berbicara dengan nada kesal.

"Apa, Tsabit?" Seperti biasa, Azel selalu berucap lembut kepada Cyra Tsabita. Bulan paling terang di galaksi bima sakti baginya.

"Itu ... gue tadi lagi ngomongin permainan basketnya kak Zaki." Dengan telunjuk yang mengarah pada satu objek yang tengah mengambil ancang-ancang memasukkan bola ke keranjang, tiba-tiba saja mata Cyra berbinar terang. "Tuh ... tuh ... liat, Zel ... liat ...."

Cyra memang pengingat yang baik. Belum genap sebulan menyandang gelar sebagai siswi SMA Surya Aksara, namun sudah banyak kakak kelas yang namanya sudah ia hapal di luar kepala. Terutama senior-senior yang punya wajah setampan model dan tubuh seatletis atlet seperti Zaki, Fikri, Candra, dan sekumpulan orang-orang dalam pertemanan seniornya itu.

Kemudian, Azel beralih menatap satu titik yang terarah pada telunjuk Cyra. Azel menyipitkan mata. Bukan, bukan karena mata Azel bermasalah, namun penilaian Cyra pada cara bermain kakak kelasnya itu salah total.

"Ahhh!!!" Penonton mendesah kesal sebab bola memantul di lantai karena sebelumnya membentur tiang ring. Dan seperti dugaan Azel sebelumnya, tembakan Zaki tak tepat sasaran. Tak masuk ke dalam ring. Juga tak akan mencetak nilai.

"Menurut gue ...," Tangan Azel terjulur,  mengarahkan telunjuk Cyra pada objek di ujung lapangan. Petugas kebersihan sekolah tengah menarik gerobak kuningnya, sesekali memungut sampah plastik yang dengan sengaja dibuang di rerumputan pinggir lapangan basket. "Yang lebih keren itu Pak Naryo, dia rela panas-panasan demi mungut sampah-sampahnya manusia sampah." Azel mengimbuhkan perkataannya dengan tenang. Sedang Cyra merasa sedang ditampar kuat-kuat dengan pernyataan itu.

Cyra tercenung di tempatnya duduk. Matanya baru saja menangkap sosok yang sedang dibicarakan, tengah mengelap keringatnya dengan punggung tangan. Detik berikutnya Cyra mengangguk pelan, kali ini ia satu suara dengan Azel. "Lo bener, seharusnya manusia ga se-sampah itu."

Azel tersenyum lebar dengan mata hijau yang berbinar menenangkan. Lengkung sabit tercetak jelas di kedua belah pipinya. Azel mengangkat tangannya, mendaratkan lantas menepuk pelan pucuk kepala Cyra yang masih terpaku menatap Pak Naryo.

Jujur, Cyra merasa hatinya menghangat mendapat perlakuan lembut dari Azel. Sama halnya dengan makanan yang berkali-kali dihangatkan namun tak juga basi, perasaan hangat itu selalu ia rasa tanpa henti.

"Makanya, jangan ikut-ikutan nyampah. Apa lagi di kolom komentar kayak netizen." Azel tertawa pelan. Entah pada Cyra atau pada tribun penonton yang dipenuhi seruan para supporter.

"Ck!" Cyra berdecak dengan raut kesal. Dan tiba-tiba saja ia menurunkan tangan Azel dari kepalanya. "Ih, kok lo tau kalo gue sering ikut komen di postingan mereka?"

Dan seakan tak peduli suara tepuk tangan atau makian para supporter, Azel tertawa lagi. Kali ini lebih renyah, serenyah wafer keju kesukaan Cyra saat pagi tiba. "Gue udah hatam sama tingkah lo, Ra." Benar, Azel sudah hafal di luar kepala segala hal tentang Cyra. Cyra yang keras kepala. Cyra yang pemaksa. Kasar. Cara bicaranya tak tertata. Cerewet. Dan segelintir sifat acak lainnya yang melengkapi seorang Cyra Tsabita.

"Tapi gue ga ngejudge, ya. Gue memberi saran dan kritik yang membangun." Dan satu lagi yang hampir terlupa, Cyra juga pintar sekali berdalih. Lihat saja saat ini.

Azel mendengus geli. "Kritik membangun macam apa, yang nyinggung kelakuan abstrak selebgram?" Pertanyaan retoris itu membuat Cyra mengatupkan bibirnya rapat-rapat. "Gue inget komenan terbaru lo di postingan selebgram, yang kata lo dia norak karena pake baju kekurangan bahan." Cyra sudah kalah telak detik ini juga.

"Makanya, Ra, ngausah buat tangan lo capek. Mending dipake buat hal-hal yang lebih po----"

3 poin!

Prok... Prok... Prok....

"Yes!Poin!" Cyra ikut berseru heboh dengan tangan bertepuk berkali-kali dan gerakan ala-ala supporter lainnya sebab kapten tim jagoannya baru saja mencetak poin.

"Azel, Kak Candra emang keren banget!" Cyra berucap dengan raut gembira, seakan lupa definisi keren menurut Azel sebelumnya.

"Pak Naryo lebih keren."

"Yaudah, berarti kak Candra nomor dua."

Azel menaikkan bahunya dengan wajah yang selalu tenang. "Terserah."

Cyra beralih menatap Azel. Mata mereka bertemu. "Kalo Kak Candra nomor dua, Azel nomor berapa, dong?"

"Mungkin nomor tig--"

"Nomor nol! Lo paling keren. Lo nomor nol bagi gue, Zel."

Azel mengenyit. Bukan hanya heran dengan perkataannya yang dipotong, ia juga dibuat tak mengerti dengan jawaban Cyra. "Nol? Berarti gue ga ada keren-kerennya, dong?"

Cyra menggeleng tegas. "Big no!" Kemudian gadis itu tersenyum lebar. Mata cokelatnya berbinar-binar. "Nol adalah awal dari segala angka. Dengan kata lain, lo adalah nomor pertama dari opsi-opsi yang lain."

Azel tertawa lagi. Dan hal itu ia ulangi hampir setiap hari akibat tingkah laku dan pola pikir Cyra yang aneh, namun menakjubkan bagi Azel.

"Nol itu bisa jadi macem-macem. Bisa jadi angka awal dari urutan angka. Bisa juga jadi pelengkap angka lain di belakangnya." tambah gadis itu.

"Jadi, siapa yang lebih keren? Nol, Azel, Kak Zaki, atau Ka Candra?"

"Pak Naryo!"

_____

A/n:
Haluuu! Wah, udah minggu aja ya wkkw.
Azel up nih. Jangan lupa voment ya!:)

Nih aku kasih bonus pict

Iya, iya, aku tau Azel ganteng, karismatik, dan mempesona sampe ujung sana! *saingan Eshal ini? Wkwk

Ohiya, saran kalian diperlukan banget:)) makanya komen yang banyak.

See u.

Bumi, 18 Agustus 2019
Dengan tjinta,
slsrnda

AzelOù les histoires vivent. Découvrez maintenant