19. Dalam Dekapan Bumi

426 62 0
                                    

"Elo, ya, yang ngasih nomor gue ke kak Candra?" Tanpa tendeng-aling, Cyra menuding Saepul yang baru saja hendak duduk di kursinya.

"Ish! Untung gue enggak jantungan. Kalo enggak, duh... udah metong gue dari tadi." Saepul duduk di kursinya dengan dramatis.

Cyra berkacak pinggang. Matanya menyorot penuh rasa kesal pada Saepul. Sedang Saepul bingung, salah apa sebenarnya ia.

"Emang gue ngapain?"

"Ish! Elo tu, ya! Lo ngasih nomor gue ke Kak Candra, kan? Ngaku aja lo!"

Saepul menjentikkan tangannya tepat di wajah Cyra. "Hei, flower! Kalo emang iya, gue mana mau ngasih nomor lo ke Kak Candra. Biar gue enggak ketikung."

Wah! Benar juga. Secara Saepul adalah fans Candra garis keras. Buat apa juga Saepul memberi nomor Cyra ke Candra? Sudah jelas Saepul tak mau kalah saing.

Cyra mendesah frustasi. Walau tak terlalu penting, jangan lupa kalau hal ini yang membuat ia menangis di hadapan Azel. "Terus siapa, dong?"

Saepul menggertakkan giginya dengan gemas. "Yaaa... mana gue tau, Norpia!"

Dengan bibir mencebik Cyra menatap tajam ke arah Saepul yang sumpah demi apapun menyebalkan. Selayaknya orang yang merasa difitnah, Saepul balas menatap tak kalah tajam ke arah Cyra. "Oh... jangan-jangan elo mau nyolong start, ya?"

Demi bumi dan seisinya, Cyra bahkan tak berniat untuk menikung apalagi nyolong start. Tapi entah apa yang Cyra pikirkan, gadis itu malah tersenyum tipis lantas menepuk pundak Saepul tiga kali. "Jagain mulai sekarang, deh. Mana tau lo terkejut nanti. Gue ahli nikung soalnya." Maka detik berikutnya teriakan Saepul memenuhi seisi kelas. Histeris.

***

Di perpustakaan Azel duduk sendirian. Alih-alih duduk di kursi di kelasnya, laki-laki itu malah duduk di kursi pojok perpustakaan. Suara huruf-huruf keyboard yang sengaja ditekan seakan merajai ruangan itu. Di tempatnya, Azel bergelut dengan pemikiran-pemikiran yang boleh jadi bisa membuatnya kacau sendiri.

Azel sekali lagi menatap layar ponselnya. Beruntung ia sempat memfoto polaroid yang ke tujuh. Karena, setelah tak puas dengan tebakan foto yang ke enam, Azel lantas saja membuka foto yang ke tujuh dan memotretnya.

 Karena, setelah tak puas dengan tebakan foto yang ke enam, Azel lantas saja membuka foto yang ke tujuh dan memotretnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Heksa; kotak jati itu di bawah pohon di foto ini. Di dekapan Bumi.

Dahi Azel mengernyit sempurna. Yang benar saja! Layaknya bermain game, semakin tinggi urutan fotonya, maka semakin sulit untuk menangkap makna dari tulisan tersebut.

Sementara Azel berpikir keras, Cyra dan Saepul sedang Asyik kejar-kejaran bak film Bollywood menuju koridor perpus. Maka saat keduanya menapakkan kaki di tempat kramat itu, maka tatapan tajam dari wanita penjaga menusuk tanpa aba-aba. Tentu saja hal itu membuat keduanya meringis pelan dan mendekati meja Azel.

"Azel." Cyra menyapa Azel riang dengan tangan yang melambai cepat.

"Kok elo di sini, Zel?" Saepul bertanya heran.

Azel melirik keduanya beberapa detik tanpa minat, lantas meneruskan kegiatan sebelumnya.

"Azel tadi bilang ke gue, dia mau cari buku," kata Cyra bantu menjawab. Kemudian menatap Azel yang masih menatap ponselnya. "Iya 'kan, Zel?"

"Hm." Deheman singkat serta anggukan kecil menjadi jawabannya atas pertanyaan Cyra.

Saepul mengangguk paham, selanjutnya heran melihat Azel yang terlalu fokus ke ponselnya. Jadilah Saepul penasaran. "Liat apa lo, Zel? Fokus amat."

Azel mengembuskan napas pelan. "Gue bingung sama maksudnya," ujar Azel seraya memperlihatkan layar ponselnya ke arah Saepul dan Cyra di hadapannya.

"Heksa?" Saepul mengernyit. "Yang Penta mana?"

"Eh, iya, ya. Curang ni Azel baca sendirian," tambah Cyra dramatis.

Azel kemudian menggeser layar ponsel ke sebelah kiri. Untung saja foto yang ke enam sempat ia potret juga.

Cyra merapatkan duduknya dengan Saepul. Keduanya foto beberapa detik lantas menggeser ke kiri lagi layar ponsel Azel yang kini menampakkan potret tulisan di balik foto.

Penta; di dalam kotak kayu, kisah kita terangkai satu-satu.

Setelah kalimat itu dibaca dalam hati oleh keduanya, sontak saja mereka menatap Azel secara bersamaan dengan sorot mata yang tak dapat didefinisikan keterkejutannya.

Azel mengangguk pelan meyakinkan. Karena di sini mereka bertiga tau, kalimat di balik foto ke enam sangat berharga sebab menunjukkan petunjuk terpenting dari segala foto. Azel tau, Cyra dan Saepul juga begitu. Mereka tau, sesuatu mungkin terkubur bersama kotak kayu yang disebut-sebut dalam kalimat ambigu. Dan mungkin saja, semua akan terjawab sebentar lagi. Semua yang membingungkan mereka sejak awal. Tentang potret ambigu, kamera jadul, dan tentang segala kerumitan teka-teki di balik foto ambigu.

"Satu petunjuk lagi. Mungkin sebentar lagi semua bakalan terjawab."

"Gue yakin semuanya ada di kotak itu."

_____
A/n:

Haloo! Aduhh maaf, ya telat ehehe.
Diketik waktu revisian banyak banget.
Mudah mudahan bisa sampe ending, ya.
Mudah-mudahan kalian bisa peluk Azel versi cetak ehehehe.

Di Bumi, Di tempat aku berharap bisa menyelesaikan apa yang aku mulai, 28 November 2019.

Salam sayang,
slsrnda

AzelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang