8. Cemas Berlebih

461 66 4
                                    

Tolong, jangan buat aku cemas berlebih. Aku benci harus memaki diri sendiri.
###

Azel menatap Cyra yang berbaring di bangkar rumah sakit. Gadis itu tadi sudah diberikan perawatan. Dengkulnya bahkan sudah diperban dengan perawat cantik yang baru saja keluar ruangan.

Luka Cyra sebenarnya tak terlalu parah, namun berhasil membuat seorang Azel mengumpat berkali-kali dan mengomel panjang lebar. Ah, untuk poin terakhir, itu mungkin memang sudah jadi kebiasaan Azel setiap harinya. Azel memang suka mengomel panjang lebar, namun hanya pada Cyra.

Cyra menyengir, menatap Azel yang baru saja berhenti berkata-kata. "Udah ngomelnya?"

Azel menghela napas panjang. Tangannya bersedekap, wajahnya mungkin sudah penuh dengan raut kecemasan. "Liat, gue udah bawa vespa pelan aja masih kena tabrak, apalagi kalo nurutin kemauan lo supaya gue bawa motor ugal-ugalan."

Cyra menghela napas. Merasa seperti anak kecil yang sedang dimarahi ayahnya akibat terlalu banyak memakan permen. "Azel, gue tambah pusing denger lo ngomel mulu."

Detik berikutnya, Azel memilih menutup rapat-rapat bibirnya. Senyum tipis tercetak di wajahnya menggambarkan sedikit rasa lega.

Cyra ikut tersenyum. "Sini, Azel," titah gadis itu dengan tangan yang mengisyaratkan agar Azel mendekat ke arahnya.

Azel berdecak sekali, pura-pura kesal. Namun, langkah Azel tetap membawanya pada Cyra. "Gue kesel, kenapa lo selalu buat khawatir!"

Cyra menarik tubuhnya sehingga ia mengambil posisi duduk di atas bangkar. Cyra mendongak demi menemukan mata hijau menenangkan itu. Satu kali mata mereka bersibobrok, namun berkali-kali salah seorang dari mereka kembali dibuat berantakan hatinya. Lantas, sudah berapa hati yang berantakan untuk bertahun-tahun sejak waktu itu? Dia sendiri tak bisa menghitungnya secara akurat. Yang ia tau, hatinya selalu menunggu. Menunggu untuk diberantakan berkali-kali, lagi dan lagi.

"Sini deketan, Azel" Cyra menarik-narik ujung seragam Azel yang entah sejak kapan keluar dari celananya.

"Kenapa---"

Azel sebenarnya sudah bosan terkejut, namun dekapan itu lagi-lagi secara tiba-tiba. Pelan-pelan, sudut-sudut bibir Azel bergerak naik ke atas. Azel tersenyum tipis, sedang bulan sabit terlihat riya di kedua belah pipinya.

"Jangan ngomel terus Azel, pala gue tambah nyut-nyutan, tau?" tukas Cyra dengan kedua lengan yang melingkar di pinggang Azel.

Azel berdecak kesal. "Gue benci harus cemas gini," katanya setengah merengek seraya menepuk-nepuk pelan pucuk kepala Cyra.

Cyra menaikkan pandangannya, menatap Azel lagi. "Maafin, Azel."

Namanya juga Azel, tak mungkin tak luluh dengan wajah gemas Cyra saat memohon. "Gue yang harusnya minta maaf, nggak becus jagain lo."

"Gue nggak apa-apa, kok. Cuma luka ginian, mah, kecil."

"Luka lo kecil, tapi rasanya gue pengen ancurin tuh mobil."

"Hm." Deheman singkat itu berhasil menginterupsi percakapan keduanya. Azel dan Cyra menatap ke arah sumber suara, menemukan seniornya yang mungkin tak asing lagi di mata Cyra.

"Maaf, ya." Suaranya pelan juga menyiratkan penuh rasa bersalah. Laki-laki itu kemudian menggaruk tengkuknya canggung. "Masalah biaya udah beres. Tapi gue tau, ganti rugi bukan cuma soal materi. Dan lagi, kalian jadi bolos sekolah juga karna gue."

"Bagus kalo lo sadar! Menurut gue, lo lebih cocok disupirin daripada nabrak orang sampe harus buat mereka bolos dan bahaya." Kepalang kesal, Azel akhirnya mengeluarkan kekesalannya dalam bentuk saran yang mengandung sinisme.

Cyra dengan spontan menepuk keras pinggang Azel dengan mata yang melebar. "Azel, ga boleh judes sama senior!" kata Cyra pelan, serupa dengan bisikan penuh penekanan.

Azel tak menggubris, malah kembali menatap tajam ke arah seniornya. "Lo sebenernya punya sim A, nggak, sih?"

"Azel...." Cyra meringis, menjerit tertahan mendengar pertanyaan ajaib Azel pada seniornya itu.

Laki-laki itu terkekeh pelan mendengar pertanyaan Azel. "Punya. Gue punya."

Azel menaikkan sebelah alisnya. Sama sekali tak merasa ada hal lucu yang bisa membuat laki-laki di hadapannya ini tertawa. "Terus?"

"Maaf sekali lagi, gue tadi kurang fokus."

"Ah, kurang fokus, ya? Perlu akiyah, kakak?" Cyra bersuara jenaka, bermaksud membuat suasana agar tak semakin tegang.

"Cyra, diam dulu!" Azel berkata pelan, namun perkataannya seakan melayangkan sinyal-sinyal tanda seru di ujung kalimat.

Cyra mendengus sebal. Sedang laki-laki di hadapan Azel kembali terkekeh pelan.

"Btw, kalian anak Surya Aksara juga?" Pertanyaan itu sebenarnya sudah ingin ia suarakan dari awal mobilnya menabrak vespa Azel, namun tak sempat sebab keadaannya tak mendukung. Jadilah ia suarakan detik ini.

Azel diam, sedang jari telunjuknya mengisyaratkan agar Cyra tak ikut bicara.

"Gue Candra, dari kelas XII IPA 1." Laki-laki itu menjulurkan tangan berharap agar Azel membalas jabatannya.

Azel mengambil ancang-ancang ingin bersedekap tangan, namun urung saat Cyra dengan semangat menyambut jabat tangan Candra yang tadi ditolak oleh Azel.

"Halo Kak Candra, aku Cyra Tsabita dari kelas X IPS 4." Bak mendapat uang kaget jutaan rupiah, Cyra menggoyangkan jabatan tangan itu dengan semangat sampai-sampai Candra dibuat tersenyum lebar.

Azel menepis tangan Candra dari tangan Cyra-nya. Kalau sudah begini, sifat posesif Azel akan segera aktif. Azel menggenggam tangan kanan Cyra posesif. "Kita pulang sekarang."

Cyra menggeleng kuat-kuat. "Bentar lagi, ya?"

Azel sedang bersiap-siap ingin berkeras kepala, namun langkah kaki yang terdengar dari arah pintu masuk sontak memecah fokus ketiganya. Azel bungkam dengan sorot dinginnya, Cyra melebarkan senyumnya, sedang Candra bernapas lega karena munculnya sosok itu.

"Kok lama banget sih, Zak?"

____
A/n:

Yupss. Tau kan Candra itu siapa? Ituloh kapten tim basket yang ganteng dan atletis. Wkwkw.

See u next chap! Hari ini triple up kayaknya:)))
See u.

Bumi, di tempat manusia terlalu khwatir, 11 September 2019
Dengan cinta,
slsrnda

AzelOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz