17. Rasa Vanila

429 49 2
                                    

Menyenangkan atau malah menjebak? Terserah apa namanya, yang terpenting kamu suka di sampingku.
###

Di taman depan komplek perumahan mereka, Cyra terlihat sangat frustasi memandang soal yang sama sekali tak ia mengerti.

Sebuah pulpen bergerak bak bianglala berkat jari-jari Cyra. Dalam hidup gadis itu, ada dua hal yang sangat ia suka; Azel dan dibelikan eskrim rasa vanila oleh Azel. Keduanya seakan menjadi kebutuhan pokok Cyra sehari-hari selain makan, minum, rebahan, dan kuota unlimited setahun penuh.

Azel terkekeh pelan dengan langkah yang mendekat ke arah meja Cyra. Tak lupa dua buah cone eskrim vanila di genggamannya masing-masing.

"Kerjain yang bener, biar bisa makan eskrim," kata Azel yang mengambil posisi di hadapan Cyra.

Cyra mengerutkan dahinya. Sekeras apapun ia berpikir, tetap saja ia tak bisa menyelesaikan turunan fungsi limit yang diberikan Azel sebagai hukuman Cyra yang tak jujur tadi siang.

"Eskrim itu dimakan atau diminum sebenernya?" Cyra bertanya lugu, sungguh tak bisa membedakannya.

Paling menyebalkannya lagi, Azel menjawab pertanyaannya dengan....
"Tergantung."

"Ish! Itu enggak masuk dalam opsi jawaban, tau?"

Azel terkekeh pelan, siapa suruh mendebatkan hal yang tidak penting begini? "Kerjain aja tugas lo," katanya dengan suara paling menyebalkan di telinga Cyra. Menyebalkan!

Azel menikmati eskrimnya dengan pelan, sengaja agar Cyra merasa tergiur. "Enak." Sebuah kata melengkapi kejahilannya.

Cyra mendesis kesal. Tanpa aba-aba merampas eskrim di sisi tangan Azel yang lain. Namun, bukan Azel namanya kalau tidak bisa menghindari eskrim tersebut dari Cyra. Sebabnya, secepat apapun pergerakan Cyra, makan Azel akan lebih cepat dua kali dibanding gadis itu.

"Azel, ih!" Bibirnya mencebik lucu, membuat Azel tak bisa tak menahan senyum gelinya.

"Siapa suruh bohong?" Azel bertanya pelan, seolah menyudutkan Cyra.

"Enggak bohong, Azel. Gue emang abis dari toilet langsung dicegat dan diiring ke perpus," jelas Cyra.

"Gunanya hp apa, sih? Enggak bisa lo telpon gue sebentar?" Meski masih dengan intonasi yang pelan, Cyra jelas tau kalau Azel sedang kesal saat ini.

Cyra menunduk seperti gadis kecil yang sedang dimarahi oleh ibunya sebab terlalu banyak memakan permen.

"Gue khawatir." Azel berkata pelan, persis sebuah bisikan.

Azel menghela napas pendek. Menatap Cyra yang masih menunduk. Sedang eskrim mulai mencair sehingga beberapa kali menetes jatuh ke tangan Azel.

"Maaf." Azel menjulurkan eskrim ke arah Cyra, membuat gadis itu mengangkat pandangannya dengan senyum tipis yang tercetak di wajahnya.

"Maaf juga," balas Cyra mengambil alih eskrim dari Azel.

Azel berdehem pendek, menetralisir degup yang tiba-tiba muncul. "Jadi, terjebak di zona teman itu menyenangkan?" Pertanyaan itu berhasil membuat memori Cyra tentang pertanyaan kakak kelasnya tadi muncul ke permukaan.

Cyra menyengir lebar dengan sisa eskrim di beberapa bagian bibirnya. Dasar Cyra, seperti anak kecil! "Menyenangkan, kok, selama enggak melibatkan perasaan yang lain." Lalu menjilati eskrimnya lagi.

Azel mengangguk singkat. Perasaan aneh menyergap tiba-tiba. "Kalo lo... seneng, enggak?"

"Seneng, lah. Tiap hari gue dianter jemput, ditraktir makan, dan yang terpenting dibeliin eskrim dan bubur ayam seminggu sekali," sahut Cyra tanpa melihat ekspresi Azel sebab sibuk menikmati eskrimnya.

Sebenarnya Azel bertanya-tanya dalam hati: apa iya, ia sedang terjebak di posisi itu? Dari dulu hal-hal semacam itu tak pernah Azel ambil pusing, namun tiba-tiba ini mengganggu pikirannya.

Dulu, yang ia tau persahabatan adalah kata yang paling tepat untuk menamai ia dan Cyra. Tapi sekarang Azel ragu. Sebabnya, tak ada yang tau perihal perjalanan waktu. Entah ada yang berubah atau tidak, Azel hanya merasa kenyataan kian ambigu.

"Azel, eskrimnya cair." Suara Cyra seolah berhasil melempar Azel ke kenyataan. Maka dengan gerakan cepat Azel mengelap tangannya yang mulai lengket dengan eskrim, menggunakan tisu.

"Jangan kebanyakan mikir Azel, nanti lo cepet tua," ujar Cyra seraya berdecak dengan kepala yang menggeleng pelan.

"Siapa yang kebanyakan mikir?"

Cyra tertawa pelan. Telunjuknya ia usap di permukaan dahi Azel yang mengkerut. "Kalo jidat lo gitu terus, nanti bakalan banyak ikan yang hidup di situ. Mirip gelombang air laut soalnya."

Azel menghela napas pendek. "Kita harus pulang, cuacanya udah mendung."

****
Seperti dugaan Azel sebelumnya, hujan dengan deras mengguyur Bumi. Sudah masuk musim penghujan. November yang selalu dikait-kaitkan dengan masa lalu. Padahal, hujan tak pernah meminta kalian memandangnya terlalu lama sehingga mengenang perasaan-perasaan yang mungkin belum sempat selesai, atau bahkan memang tak pernah dimulai sejak awal. Ah! Hujan dan segala paradigma makhluk Bumi mengenainya.

Cling!

Sebuah pesan baru saja masuk di ponsel Cyra saat gadis itu tangah sibuk menyesap coklat panasnya.

Cyra memeriksa ponselnya di atas meja dengan tangan sebelah kanan yang masih sibuk memegangi cangkir. Hidung Cyra mengerut saat dilihatnya isi pesan tersebut. Bukan. Bukan dari Azel, melainkan dari nomor tak dikenal.

Hallo Cyra, gue Candra. Gimana luka di siku sama kaki lo, udah sembuh?

Cyra berpikir panjang hanya untuk menimang, apakah ia harus membalasnya? Maka sedetik kemudian ia mengetik balasan untuk pesan tersebut. Bukan perkara yang sulit juga sebenarnya, dan Cyra paham niat baik seniornya itu.

Halo Kak Candra, gue enggak apa-apa kok. Udah sembuh.

Send

_____
A/n:
Haiiii! Apa kabar kalian-kalian?
Siap-siap, mungkin aja abis ini ada petunjuk penting.

See u!

Di Bumi, di tempat eskrim rasa vanila enak banget, 18 November 2019.

With love,
slsrnda

AzelWhere stories live. Discover now