7 - Dendam

8.9K 701 6
                                    

Arsen dan Ayahnya berjalan beriringan, mereka baru saja bicara dengan kepala sekolah Arsen. Razel -Ayah Arsen- hanya mengelus puncak kepala putranya itu, "Kenapa lagi hm? Berantem?"

Arsen mengangguk-angguk. "Iya, tapi mereka yang mulai duluan, bukan aku!" ia membela dirinya.

"Anak papa ga boleh jadi pemberontak kayak gini dong. Jangan ngikutin sifat jelek mama mu, paham?"

Arsen hanya mengangguk-angguk. Dia dan Ayahnya baru saja mengganti rugi meja yang Arsen rusak itu. Tapi ayahnya tidak pernah marah.

Lagipula Arsen tumbuh menjadi anak yang pemberontak dan keras kepala juga karena ia dan Carmilla -Ibunya Arsen- tak mendidiknya dengan benar.

Carmilla adalah wanita yang keras. Sejak Arsen masih kecil, ia selalu diperlakukan dengan kasar oleh ibunya. Segala pekerjaan rumah, selalu Arsen kerjakan sendirian. Sedangkan Carmilla? Hanya masak dan main ponsel seharian.

Jika Arsen salah sedikit, ia tak diberi makan oleh Carmilla. Masa kecil Arsen suram. Belum lagi jika Carmilla sedang datang bulan dan moodnya buruk, Arsen akan menjadi samsaknya.

Tapi itu juga yang membuat mental laki-laki itu kuat. Ia sudah terbiasa diperlakukan kasar oleh ibunya. Dan ibunya memperlakukannya dengan kasar hanya jika ayahnya tidak ada dirumah.

Arsen juga tak pernah cerita atas semua perlakuan Carmilla padanya. Bisa dibilang, Razel tidak tau apa-apa. Yang ia tau, Arsen tampak selalu bahagia.

"Hari ini mau makan apa?" tanya Razel, ia merangkul putranya itu.

"Tumben, mama ga masak?"

Razel menggeleng pelan.

Arsen sudah paham, tak perlu dijelaskan. Setiap sepasang suami istri itu bertengkar, Carmilla tak akan memasak. Ia hanya akan duduk seharian dan memainkan ponselnya. Ia bahkan tak peduli apa yang harus Razel dan Arsen makan.

Itu terjadi setiap kali wanita itu bertengkar dengan Razel. Sesungguhnya, Arsen sakit melihat ayahnya yang begini. Tapi, ia diam. Ayahnya adalah sosok pria yang kuat. Arsen bangga pada ayahnya.

Apa Carmilla termasuk istri yang durhaka? Entahlah, hanya Tuhan yang tau.

"Aku masih ada urusan. Papa pulang dan makan duluan aja, ya?" tanya Arsen, ia menunggu jawaban Razel.

Razel mengangguk kemudian melangkah pergi meninggalkan putranya itu sendirian. Arsen diam, menatap punggung Razel yang perlahan hilang ditelan jarak. Laki-laki itu kemudian pergi, kembali kekelasnya yang sepi dan sunyi karena bel pulang sudah berbunyi sejak setengah jam yang lalu.

Begitu Arsen masuk kedalam kelas itu, ke 6 temannya yang semulanya duduk langsung bangkit, menyapa laki-laki itu.

"Sen, gimana? Jadi?" tanya Gazza yang hanya disahut anggukan oleh Arsen.

"Verdo mana?" tanyanya sembari memakai tasnya, tanpa menoleh kearah teman-temannya.

Ke 6 orang itu menoleh, menatap Verdo yang tampak sedang membersihkan papan tulis didepan sana. Demi Tuhan, kenapa anak itu sangat rajin?

"Hey, lu ikut kan?"

Verdo berbalik, menatap Arsen. "Harus, ya?"

Arsen hanya mengangguk, "Gua ga peduli lu mau jadi temen kita atau nggak. Tapi gua tertarik sama lu, dan gua mau lu jadi salah satu diantara kita." Arsen tersenyum tipis, sangat-sangat tipis.

Verdo ikut tersenyum kemudian mengangguk.

7 orang itu baru sadar, teman baru mereka si Harry Potter itu ternyata memiliki lesung pipit yang tampak manis saat ia tersenyum.

ARSEN (END)Where stories live. Discover now