38 - Rumah sakit lainnya

5K 406 0
                                    

Verdo bersender disalah satu mobil yang entah milik siapa. Laki-laki berseragam pasian rumah sakit itu tengah berdiri disuatu gedung parkir yang memiliki 4 lantai. Dihadapan gedung itu, terdapat rumah sakit besar tempat ia dirawat sekarang.

Verdo menghirup udara segar dari atas sana. Ia memandang pemandangan diluar sana dari gedung parkir lantai 4 itu. Disini sangat tinggi.

Sejak semalam, ia dirawat dirumah sakit besar itu namun ia tidak nyaman dengan suasana rumah sakit yang bau semerbak obat berada dimana-mana.

Verdo mengeluarkan ponselnya dari saku celananya kemudian menatap layar ponselnya yang menyala terang, menunjukkan sebuah notif chat.

Kharega Galakkk
P
P
P
Ver
Lu dimana?
Ga bilang-bilang gua?
Sekolah ga lu?
Gua absenin sakit nih ya?
P
P
P
P
Lu dimana? Gua abis dari rumah sakit yang biasa kita datengin
Resepsionis bilang, semalem lu ga pergi terapi
Kenapa?
Lu udah janji sama gua kan, tai.
Kesel nih gua
Woy
P
P
P
Lu dimana? Gua masih ada sisa 1 setengah jam buat nyamperin lu nih. Abis ini gua mau balik kesekolah
P
P
P
P

Me
Rumah sakit Siloam, Kebon Jeruk. Kamu mau kesini?

Kharega Galakkk
Otw nih
Wait ya
P
P
P
Lu dimananya? Gua udah disini?

Me
Liat gedung parkir dideket gedung rumah sakitnya ga? Aku disitu, lantai 4 ya.

Verdo menunggu disana cukup lama hingga tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya dari belakang. Ia berbalik dan menatap Arsen yang tampaknya habis berlari, nafas laki-laki itu terengah-engah.

"Lu..g-gila.. ya? Gua mau.. mati.. tau ga?" ucapnya, nafasnya terengah-engah. "Pada nyariin lu. Khaliza juga nyariin lu. Lova juga. Lu kenapa ga terapi kemaren?"

Verdo terkekeh pelan, ia mengusap tengkuknya. "Semalam, aku keasikan nemenin Khaliza chattan dari malem sampe pagi. Jadinya begadang deh, ga terapi dan ga tidur." laki-laki itu kembali terkekeh.

Arsen menatap Verdo dengan tajam, ia menggoyang-goyangkan tubuh lemah sahabatnya itu dengan gemas. "Lu gila ya? Semaleman chattan sampe ga terapi. Lu kira nyawa lu mainan? Lu gamau orang lain tau, tapi lu sendiri masih gamau berobat dan ngelewatin jadwal terapi lu gitu aja cuma buat nemenin dia begadang. Maksud lu apaan sih? Gua ga paham sama jalan pikiran lu!"

"Semalem keasikkan ngomongin panda, dari pagi sampe malem." sahut laki-laki itu, polos.

Arsen berdecak kesal, "Khaliza tau?"

Verdo bergeleng pelan kemudian terkekeh lagi. "Sekarang aku tau rasanya jadi kamu, Reg." ia menatap pemandangan diluar sana.

"Apanya?"

"Aku sengaja disini. Sambil mikirin sesuatu. Kalau menurutku, aku terlalu merepotkan. Aku bisa langsung lompat dari sini."

Arsen menatap keluar sana. "Kalau lompat dari lantai 4, ga mungkin ga mati, kan?" lirihnya pelan.

"Iya.."

"Tapi lu ga boleh, Ver. Walau ga ada orang tua lu, masih ada gua, Lova, Ganang, Aldo, Bagas, Micho, Adit, Gazza, dan yang terakhir Khaliza. Lu sayang sama dia, kan? Kalau gitu, rawat diri lu baik-baik. Makan yang teratur, minum obat dan jalanin terapinya. Gua bakal sering-sering kesini buat nengokin lu. Jadi tolong ya, jangan pergi-pergi lagi."

Verdo hanya mengangguk pelan. "Aku bakal dirawat disini jadi mungkin aku ga bakal bisa balik sekolah lagi." laki-laki itu tersenyum manis pada Arsen.

"Gua udah bilang ke Bu Widya.."

"Yaudah gapapa." sahut Verdo, santai.

"Lama-lama juga pasti, semua orang tau..."

Arsen tersenyum tipis. "Balik ke kamar lu sana, jangan disini terus. Gua udah mau balik kesekolahan."

Verdo melangkah pergi disusul Arsen walaupun tujuan mereka berbeda.

~~~

Bel istirahat sudah berbunyi. 7 Rascal masih duduk manis dikelas mereka, ditambah dengan Lova dan Khaliza yang datang kesana.

Arsen bersender dipundak Lova, gadis itu mengelus-elus rambut Arsen dengan lembut.

"Terus Verdo gimana keadaannya sekarang?" tanya Khaliza, gadis itu selalu diam sejak ia tau bahwa Verdo sakit.

Arsen menceritakan semuanya, dengan persetujuan Verdo tentunya. Mereka semua hanya diam dan menatap satu sama lain.

"Terus selama ini, cuma lu doang yang tau?" tanya Ganang.

Arsen mengangguk. "Dia bilang, kalau sampe orang lain tau, mereka pasti mikir kalau Verdo cuma bohong, ngedrama atau caper. Lu kayak gatau orang-orang aja. Wujud mereka doang yang bentuknya manusia, aslinya mah iblis."

Mereka diam lagi.

"Verdo dirawat dimana? Gue mau jenguk." Khaliza menatap Arsen namun Arsen seperti mengacuhkannya.

"Verdo ga bisa diganggu. Dia gamau dijenguk siapapun. Dia bilang ke gua, dia gamau satupun dari kalian tau dimana dia sekarang."

"Maksud lu apaan?" tanya Adit, ia menatap Arsen.

"Orang tuanya aja, gatau dimana anaknya sekarang. Apalagi ini permintaan Verdo buat ga ngasih tau ke lu semua." sahut Arsen, nada bicaranya dingin.

Hari ini, ia harus menjalani hari seperti biasanya tanpa Verdo. Mulai hari ini, Verdo akan dirawat. Dan mulai hari ini juga, Arsen akan duduk sendirian lagi. Seperti dulu sebelum ia mengenal sosok Verdo.

~~~

Siang ini, entah mengapa Arsen tidak pulang. Ia memikirkan Verdo dan juga dirinya sendiri. Sehingga ia memutuskan, mungkin sebaiknya dia pergi ke psikiater lagi. Namun kali ini, yang berbeda.

"Apakah akhir-akhir ini, kamu lebih sering menangis?"

Arsen mengangguk, menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh pria ber jas putih yang sedang duduk dihadapannya itu.

"Apakah akhir-akhir ini, kamu sering kecewa pada diri sendiri hingga membenci diri sendiri?"

Arsen mengangguk lagi.

Pria itu tersenyum, "Pernah berpikiran untuk bunuh diri?"

"Sering."

"Berapa kali dan bagaimana kamu melakukan itu?"

"Gatau, terlalu sering sampai ga bisa dihitung. Saya pernah nyoba gunting tangan saya, mainin pisau, overdosis. Tapi saya terlalu takut untuk melakukan itu."

"Kamu pernah minum alkohol atau hal lain yang memicu bipolarmu?"

"Pernah."

"Berapa kali?"

"Cuma sesekali kalau pikiran saya lagi kacau, saya pergi ke club malam."

"Kamu harus mengurangi kebiasaan itu. Karena alkohol adalah salah satu pemicu penderitaan bipolar disorder. Bipolar itu mempunya 4 tipe. Tapi saya rasa, kamu Bipoler Tipe 1. Bipolar tipe 1 adalah jenis bipolar di mana penderitanya mengalami siklus gejala bahagia (mania) dan depresi secara bergantian. Pada kondisi mania, penderita bipolar akan melakukan apa saja yang membuatnya senang, sekalipun itu merugikan dirinya sendiri maupun orang lain, seperti minum alkohol, merusak fasilitas umum, dan lainnya."

Arsen hanya mengangguk, karena memang dia melakukan hal itu.

"Mungkin kamu harus menjalani psikoterapi karna kalau ini tidak segera diobati, dikhawatirkan kondisi kamu akan memburuk dan bisa berujung pada hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti, tidak produktif, merusak hubungan sosial, kecenderungan konsumsi alkohol atau narkotika, dan keinginan untuk bunuh diri."

"Harus banget ya? Emangnya ga bisa pakai minum obat aja?" Arsen menatap pria itu, tatapannya sayu, menunjukkan seolah-olah ia sedih.

"Mungkin kamu harus bicara dulu sama orang tua atau orang terdekatmu sebelum kamu menjalani Psikoterapi ini. Dan sebelum itu, mungkin saya akan memberikan beberapa obat antipsikotik, penstabil mood, dan antidepresan sebelum kita melakukan Terapi Manajemen diri dan Psikoterapi."

Arsen beranjak dari tempat itu setelah ber jam-jam sambil membawa beberapa obat-obatan dan catatan dari dokter itu.

Mungkin dokter itu benar. Dia harus mencoba menjalani terapi itu walau hanya sekali. Tapi, Arsen terlalu takut untuk bicara dengan Razel.

ARSEN (END)Where stories live. Discover now