36 - Pembalasan

4.8K 418 3
                                    

Malam ini, angin bertiup cukup kencang hingga tirai dikamar Arsen ikut tertiup angin. Laki-laki itu terpaksa bangkit dari kasurnya kemudian menutup jendelanya rapat-rapat.

Ia kembali membaca buku diary Narky yang ia bawa dari kosannya. Sepertinya, adik kelasnya itu sangat hobi menulis diary.

Tapi kenapa rata-rata isi dari diary tersebut adalah keluhan Narky terhadap Arsen? Sebenci itukah Narky pada sosok Arsen?

19 Agustus 2018
Rinarky Diary

Hari ini gua liat Arsen. Akhirnya, gua berhasil liat dia dari deket. Padahal cuma duduk dan makan dikantin, tapi orang-orang langsung ngeliat kearah dia seolah-olah dia itu artis. Masyarakat indonesia kayaknya terobsesi banget ya sama orang-orang yang fisiknya sempurna. Sampah-sampah itu cuma bisa nilai seseorang dari penampilan luarnya aja.

20 Agustus 2018
Rinarky Diary

Gua udah buka akun instagram Arsen. Ya, followersnya lumayan. Dan disetiap foto-foto yang dia post, selalu mengandung banyak banget pujian. Dan orang itu, selalu bersikap sok humble sama orang-orang yang cuma kenal dia dari online doang, orang-orang bego.

Arsen tertawa, ia membaca seluruh isi diary Narky dengan penuh semangat walau memang ada beberapa perkataan Narky yang membuat perasaannya terluka.

"Kata papa bener. Sebaik apapun dirimu, ga mungkin semua orang suka sama kamu. Pasti ada yang membencimu." lirihnya, ia memejamkan matanya dan memeluk buku itu didepan dadanya.

Arsen membuka matanya kemudian tersenyum tipis, "Ini alesannya gua ga pernah berusaha bersikap baik. Baik digibahin, jahat diomongin. Apa bedanya?" ia menatap buku diary itu. Sepertinya, ia harus menyiapkan beberapa hal untuk esok.

~~~

Pagi ini, semua orang berkumpul  didepan mading sekolah. Sebagian dari mereka sengaja menunggu kedatangan murid kelas 11 BDP 4 itu, Rinarky Aldo Pangestu.

Ganang yang baru saja tiba disekolah, langsung berhenti dimading yang ramai dikelilingi puluhan orang itu. Ia tersenyum melihat hasil foto copyan foto lama Narky yang tampak sedikit alay beserta deretan-deretan foto copyan buku diary Narky.

Bagaimana Narky menulis rencananya, dan seberapa benci laki-laki itu pada Arsen yang bahkan tak pernah menyenggolnya.

"Pasti kerjaannya Rega. Pinter juga itu bocah satu." Ganang tersenyum lebar kemudian melanjutkan langkahnya ke kelas.

Ganang berlari ke kelas, menghampiri Arsen yang sedang duduk manis sendirian disana.

"Woy. Mading, kerjaan lu ya?" laki-laki itu duduk dihadapan Arsen yang sedang memainkan ponselnya.

Arsen hanya mengangkat kedua alisnya sekilas, ia tersenyum dan menurunkan ponselnya. "Semua mading, bahkan mading diruang guru ga gua biarin kosong."

"Gimana ya reaksi dia? Gua ga sabar, mungkin dia bakal dateng kesini dan marah-marah sama lu."

Arsen mengangkat kedua bahunya, acuh. Dan bertepatan dengan saat itu, Bagas, Aldo, Micho, Adit, Verdo dan Gazza datang bersamaan.

"Hey, gua udah liat mading dong. Seru banget nih kayaknya." seru Micho, heboh.

Anak-anak sekelas langsung menoleh kearahnya. Micho memang tidak tau malu.

"Itu kenapa sih? Aku ga ngerti deh.." ucap Verdo, pelan. Ia meletakkan tasnya diatas meja dan menatap ke 7 temannya satu persatu.

Mereka semua memutar bola matanya, malas. Percuma dijelaskan, Verdo tidak akan paham.

Arsen kembali menatap ponselnya dan membuka sebuah aplikasi bernama instagram. Ia memandangi akunnya cukup lama. Akun yang memiliki 22,1rb followers dengan 56 following dan 4 foto itu adalah akun milik Arsen.

"Pikiran gua udah bulet." gumamnya, ia menghapus akun instagramnya, permanent.

Ia punya alasan sendiri untuk itu. Ia tidak suka menjadi pusat perhatian apalagi yang biasa orang-orang sebut dengan sebutan 'Selebgram'.

Arsen menolak semua casting film, modelling dan yang lainnya karena ia tidak suka menjadi pusat perhatian. Dan ia, benci kamera. Sangat membenci kamera.

"ARSEN!"

8 laki-laki itu mengerjap halus dan menoleh kearah Narky yang sedang berdiri diambang pintu dengan berapi-api.

Arsen tersenyum dan menopang dagunya, "Hm?"

Narky menghampirinya kemudian menunjukkan foto copyan diarynya yang ia ambil dari mading. "Kerjaan lu, kan? Ga mungkin bukan lu!"

"Iya, gua. Kenapa?" Arsen tersenyum licik dan menatap Narky dalam-dalam.

Narky mencengkram kerah baju Arsen. Arsen bangkit, ke 7 temannya ikut bangkit dan menatap Narky.

Arsen hanya tersenyum, "Jangan pernah sentuh gua, bajingan." Arsen mencengkram tangan Narky dengan erat kemudian menyingkirkan tangannya dengan kasar. Narky hanya mengeluh kesakitan sembari menatap Arsen dengan tatapan benci.

"Jangan salahin gua, Narky. Gua belajar semua ini, dari lu." ia tersenyum.

Narky mengangkat tangannya, ia mengacungkan jari telunjuknya dihadapan wajah Arsen. "Sekali lagi gua kasih tau. Gua, Aldo. A-L-D-O. Bukan Narky."

"Gua Aldo. Dan gua ga sudi, nama gua samaan sama lu." sahut Aldo, tiba-tiba.

Narky menoleh, "Lu kira, gua sudi, gitu?"

"Mending lu pergi, bro. Demi kebaikan lu sendiri." ucap Gazza, ia memperingati anak itu.

Narky diam, ia menatap Arsen dengan tajam dan nafasnya memburu.

"Gimana rasanya diginiin? Malu? Sedih? Kesel?" Arsen tersenyum miring, "Lu ga mikir kalo gua juga ngerasain itu semua pas lu ngelakuin hal serendah itu kemaren, kan? Gua cuma ngebales lu, ngelakuin apa yang lu lakuin ke gua."

"Sampah." ucap Narky tiba-tiba.

"Liat diri lu sendiri, Rinarky. Emangnya, lu bukan sampah?" Arsen menatap Narky dengan tatapan mengejek, "Gua lagi gamau mukul orang, mager ke ruang BK. Mendingan lu pergi, daripada disini. Sampah itu, tempatnya ditempat sampah. Bukan didalem kelas gua yang bersih ini." Arsen menepuk puncak kepala Narky.

Narky menepis tangan Arsen dan pergi begitu saja.

Arsen tersenyum, ia kembali duduk disusul oleh ke 7 teman-temannya yang menatapnya dalam diam.

Arsen tiba-tiba menoleh kearah Verdo, "Nanti lu rapat sampe malem ga?"

Verdo hanya mengangguk-angguk.

"Gua temenin." ia menatap lurus, sembari tersenyum.

Tidak ada yang tau apa yang Arsen pikirkan. Yang mereka tau adalah, Arsen memang sosok laki-laki yang baik, tapi ia bisa berubah menjadi licik disaat-saat tertentu.

ARSEN (END)Where stories live. Discover now