40 - Mengenang Verdo

5.1K 418 7
                                    

"KAMU KEMANA LAGI SIH, ARSEN? KEMARIN KAMU UDAH GA TERLAMBAT DAN SEKARANG TERLAMBAT LAGI? KAMU TAU GA SEKARANG JAM BERAPA?" Bu Rona berteriak kesal sambil berkacak pinggang dihadapan Arsen hanya yang diam dan menunduk lemas.

"Bu Rona, maaf.." Bu Widya berlari menghampiri 2 orang itu. "Arsen terlambat karena menjenguk Verdo. Pagi ini, Verdo murid 12 TKJ 3, meninggal dunia karena leukimia." Bu Widya merangkul Arsen.

Arsen menatap wanita itu, Darimana wanita itu tau? Padahal Arsen tidak bilang apapun?

"Innalillahi. Maaf ya, Arsen. Ibu gatau.." Bu Rona mengusap puncak kepala Arsen, Arsen hanya diam tanpa mengeluh.

"Tolong kabari yang lainnya ya, Bu Rona. Biar saya yang antar Arsen ke kelasnya." Bu Widya tersenyum dan membiarkan Bu Rona melangkah pergi.

Wanita itu menuntun Arsen ke kelas mereka. Pak Fredy yang semulanya sedang mengajar dikelas itu langsung terhenti dan mempersilahkan kedua orang tua itu untuk masuk.

"Jadi hari ini. Ada kabar buruk, dari murid kelas ini." lirih Bu Widya, matanya sedikit berkaca-kaca. "Verdo Kadilon Bhaskara dikabarin meninggal dunia pada pagi ini karena penyakit leukimia yang dideritanya. Mohon doanya ya, semoga teman sekelas kalian tenang dialam sana."

Seisi kelas itu tampak kaget. Verdo, anak yang tampannya mengalahi Arsen, manis, polos dan baik itu sudah pergi.

Pak Fredy menghampiri Bu Widya yang tampak hampir menangis, "Verdo, beneran bu?"

Bu Widya mengangguk, berusaha menahan tangisnya. "Arsen abis dari rumah sakit, jenguk Verdo. Jangan hukum dia ya, pak." wanita itu tersenyum kemudian melangkah pergi.

Pak Fredy menatap Arsen. Laki-laki itu menunduk dalam-dalam, sementara ke 6 teman-temannya menatapnya dari belakang.

"Mungkin pelajaran bapak sampai disini dulu. Kalian tenangkan diri masing-masing dan jangan ribut, ya?" Pria itu tersenyum hangat kemudian mengambil tas dan buku-bukunya kemudian beranjak pergi dari kelas itu.

Ganang dan lainnya langsung mengelilingi Arsen. Arsen masih menunduk, tak menoleh sedikitpun.

"Reg, lu udah temuin dia?" tanya Ganang.

Arsen menggeleng cepat.

Gazza mengusap-usap punggung Arsen, berusaha menenangkan laki-laki itu.

"Za, lu duduk sama Arsen aja. Temenin dia." ucap Ganang. Saat itu juga, Gazza meraih tasnya kemudian memindahkannya dikursi kosong disamping Arsen.

Arsen tak berkutik sedikitpun. Walau dirinya sedang duduk dikelasnya, pikirannya sama sekali tidak disini. Dia sedikit merasa bersalah sudah bersikap lancang pada kedua orang tua Verdo. Mungkin, dia harus minta maaf...

~~~

"Hai, manis. Mau lari kemana sih hm?" Ganang bersender pada tiang listrik yang tak jauh dari gerbang sekolahnya.

Gadis itu meringis kesal, "Lo ngejar gue mulu. Ga cape apa?!"

"Cape sih. Tapi mendingan cape karna ngejar lu, daripada cape karna nyari lagi yang kayak lu." laki-laki itu tersenyum jahil.

"Apaan sih lo? Krik tau ga?!"

"Krik tapi kok senyum-senyum sih?" Ganang kembali menggoda gadis itu, ia mencolek dagunya walau gadis itu menepis tangannya dengan kasar.

"Ayo dong, Allysa. Bagi nomer telepon lu. Janji deh, gua ga bakal ngechat dan ganggu lu!" laki-laki itu mengerucutkan bibirnya.

Gadis bernama Allysa itu hanya mendesah pelan kemudian mengeluarkan ponselnya dan memberi nomer teleponnya pada Ganang.

ARSEN (END)Where stories live. Discover now