Silsilah

12K 1.3K 37
                                    


Tince menempeli Oscar layaknya lumut menempel dinding. Oscar berusaha betah, karena dari mulut embernya dia mendapat informasi kenapa ibu anaknya menangis. Intinya ayah El datang lalu menampar sang putri yang ketahuan hamil. Oscar mengusap wajahnya khawatir. Mereka hidup liar, bertemu di Club malam, tidur bersama karena mabuk. Tak pernah ia pikir. Latar belakang keluarga El yang terpandang.

Hamil di luar nikah, tanpa suami? Itu kesalahan besar. Namun saat ia menawarkan pernikahan. El menolaknya. Oscar tahu betul sebabnya, semua kesalahan ada di dirinya sendiri.

"Loe bisa kan keluar sebentar. Gue mau bicara ama El." Tince melepas pegangannya. Ia mengerti, kedua sahabat itu perlu bicara. El baru bertemu sang ayah, lalu menangis. Kepala Tince yang di hiasi rambut berwarna dusty pink itu banyak menyimpan tanda tanya. Siapa bapaknya si jabang bayi yang di kandung majikannya itu. Bukan gembong narkotika atau mafia kan?

"Pipi loe mana?" Oscar memaksa memegang pipi El yang bewarna merah. Pasti tamparannya sakit sekali. "Perih kan?"

El sebenarnya cengeng, begitu Oscar melihat kedua bola matanya. El langsung memeluk tubuh sahabatnya dengan erat. Menumpahkan tangisnya di sana. Ada Tince tadi dia masih memegang gengsi. "Hati gue lebih sakit. Papi datang, dia tahu kalau gue hamil."

"Lalu dia bilang apa?"

"Dia mau gugurin anak ini."

Mata Oscar memejam, menahan degup jantungnya yang bertalu-talu. Emosinya memuncak. Anaknya akan ia lindungi begitu juga dengan ibunya. "Loe mau?"

"Enggaklah!! Nentang papi itu kesenangan gue."

"El lebih baik kita nikah!!" Oscar memisahkan diri lalu menggeleng cepat baru kemudian menghapus air matanya.

"Gue gak mau jadi beban. Gue gak mau nyenengin hati papi. Lagi pula gue bukan perempuan yang bisa jadi istri yang baik. Loe tahu kan hancurnya gue?"

El menilai dirinya rusak lalu bagaimana Oscar sendiri. Selain rusak, dia juga salah jalan. Melanggar ketetapan Tuhan, Hidup menyimpang. "Kita sama-sama manusia hancur. Apa salahnya bersatu terus memperbaiki diri?"

"Loe baik tapi apa memperbaiki diri itu termasuk ke dalam mencoba jadi normal?" pertanyaan yang sulit di jawab.

"Gue lagi coba El." Sayangnya hidup mereka bukan kelinci percobaan. Termasuk janin yang sedang meringkuk hangat pada rahim El. Hidup mereka hancur, tapi jangan sampai anak mereka mengalami nasib yang sama.

"Tapi gue tetap nolak loe nikahin." Keputusan El sudah final dan tak bisa di ganggu gugat. Dengan menikahi Oscar bukan menyelesaikan masalah namun membuat masalah baru. Papinya akan mencari siapa Oscar, dan itu akan mendatangkan masalah ke depannya nanti. El belum siap jika di tuduh memanfaatkan Oscar agar mendapatkan surat legal, belum lagi resiko usaha pria ini yang akan di tutup tiba-tiba. Papinya sangat berkuasa bahkan atas hidup orang lain. Mengetahui El menikahi seorang gay, papinya bahkan akan mengulitinya hidup-hidup.

🐦🐦🐦🐦🐦🐦🐦🐦🐦🐦🐦

El kira ayahnya tak akan lagi mengusiknya namun tebakannya salah. Kakak perempuannya Naima datang ke butik tepat sehari setelah sang papi berkunjung. Mau apa anak kesayangan Tuan Narendra ini. Dengan gaya bak bos kantor datang ke toko fashionnya. Bukan membeli baju, tapi hanya melihat. Seberapa suksesnya El sekarang.

"Kakak ngapain ke sini? Di suruh papi?" Nama hanya tersenyum simpul lalu menengok ke arah sang adik.

"Enggak. Kakak cuma mau tahu keadaan kamu." Naima menyerahkan sekantong kresek buah. "Kata papi kamu hamil."

El menerima hadiah kakaknya dan meletakkannya di atas meja. "Iya, papi seneng kan dapat cucu yang usianya gak jauh dari anaknya sendiri?"

Naima tertawa sambil menggeleng tak percaya. El tak pernah setuju papi mereka menikah kembali dan mempunyai anak yang usianya jauh dari mereka.
"El, boleh kakak tahu ayah bayi kamu siapa?"

"Apa pentingnya sih." El mengibaskan tangan ke udara. "Kakak kan tahu gimana aku. Aku gak tahu ayah bayiku siapa." Naima menghela nafas sejenak. El itu liar hingga sulit di kendalikan. Bapak bayinya pastinya salah satu teman Klubnya.
"Kakak gak nyuruh aku gugurin bayiku kan?"

Tentu tidak, Naima hanya anak angkat. Jadi ia tahu rasanya tak diinginkan. Ia bersyukur, ibunya dulu tak mengugurkannya. Naima bisa hidup sampai sekarang. Memakai mobil, berpakaian mahal serta mendapat kedudukan terhormat. "Kakak gak sekejam itu tapi hakikatnya ada ibu tentu ada ayah. Anak itu masa depannya secara ekonomi kakak gak ragu akan tercukupi tapi moril?"

El mengiyakan dalam hati apa yang kakaknya bilang. Membesarkan anak bukan hanya butuh uang. Tapi juga sebuah lingkungan yang sehat. Tentu ada ayah, ibu, serta wujud keluarga. El tak punya itu. Anaknya hanya akan punya dirinya. Apa El egois? "Masalah moril itu urusanku! Aku tetap hidup walau papi gak peduli sama aku."

Yah Naima juga tetap tumbuh sampai usia 6 tahun walau tak punya ayah dan ibu. "Ah sudahlah El. Kakak ke sini ingin bertemu kamu bukan malah membahas sesuatu yang di luar jangkauan kita. Kamu mau makan apa? Apa ponakan aku gak nyidam sesuatu?"

El tersenyum sumringah. Ia sangat menyayangi Naima begitu pula sebaliknya. Kakaknya adalah orang yang ia percayai dan kasihi. El hancur, di penjara, Naima datang untuk membebaskannya. Walau setelah itu El kembali membuat ulah.

"Sebenarnya aku kangen pancake madu buatan mami."

Naima terdiam lama. Ia juga rindu mami mereka. Namun Tuhan lebih sayang mami. Dia di ambil tiga tahun lalu. "Di sini, ada dapur kan? Kakak masakan pancake deh yang persis punya mami."

Naima sejenak melupakan misi kedatangannya kemari. Ayahnya memintanya agar membujuk El melenyapkan bayinya namun rasa sayang Naima terlalu besar hingga tak tega ketika melihat wajah El. Naima selalu tunduk dengan perintah Tuan Narendra, kali ini pengecualian. Tidak apa-apa kan jadi pembangkang.

🍑🍑🍑🍑🍑🍑🍑🍑🍑🍑🍞🍎🍎🍎🍏🍏🍏🍏🍏🍑🍏🍏🍏🍏🍏🍇🍇

Oscar lari pagi mengitari jalan apartemennya sambil memakai earphone untuk mendengarkan musik. Pikirannya bercabang. Ini tentang El dan anak mereka. Oscar tak akan meninggalkan keduanya, melindungi mereka pasti namun setelah lamarannya ditolak kembali. Oscar bingung menemukan cara agar selalu di sisi El tanpa membuat pandangan orang buruk atau membuat El tak nyaman.

"Mamah?" Oscar berhenti ketika melihat seorang wanita paruh baya yang memakai sweater navy dan menenteng tas mahal. "Mamah, ngapain ke sini?"

"Ya mau nengok anak mamah." Oscar segera merengkuh ibunya kemudian menengok kanan kiri.

"Papah gak tahu kan mamah ke sini?" Mamanya menggeleng.

"Mamah baru aja mengantar kamu ke bandara. Dia ada urusan di Hongkong." Oscar mengerti, mamanya selalu datang di saat sang papah pergi tugas. Hubungan mereka tak baik, mungkin hanya ia dan papahnya. Adik serta mamanya tetap peduli pada Oscar walau tahu pria itu salah jalan.

"Bodyguard mamah?"

"Mamah udah gak butuh mereka semua. Siapa yang bakal ngincer perempuan tua ini? Kalau ada brondong, mamah lebih suka deketin duluan."

Oscar terkekeh, mamanya tak berubah. Tetap cantik walau ubannya mulai muncul. "Masuk yuk mah."

Sang ibu memegang siku anaknya, mrngkode agar anaknya tak berpindah langkah. "Mamah lebih suka sarapan bubur ayam di pinggir jalan dari pada masuk ke tempat kamu."

Oscar mengerti, gedung mewah ini tak ubahnya tempat maksiat. Dia sadar jalannya mencari uang tak halal tapi ia senang dengan bidang hiburan ini. "Ada warung bubur ayam di seberang. Kita bisa makan di sana." Mamah Oscar yang bernama Hana itu menggandeng lengan putranya yang di hiasi keringat. Tak di sangka anak yang di rasanya dari kecil kini tumbuh lebih tinggi darinya. Tapi sayang, impiannya melihat Oscar menikah, punya anak hanya akan jadi angan-angan. Keturunan laki-laki dari keluarga Rahardjo sepertinya akan putus.

🐰🐰🐰🐰🐰🐰🐰🐰🐰🐰🐰🐰🐰

Jangan lupa vote dan komennya

BersamamuWhere stories live. Discover now