Terpukul

8.1K 1.4K 108
                                    

Kadang kalau diri sudah merasa kebahagiaan sudah di depan mata. Kenyataannya jalan menuju impian sakral tak semulus yang orang sebut. Cobaan demi cobaan El lalui walau cinta belum ada. El yakin Oscar tak akan pernah meninggalkannya namun hanya karena Mac datang. Keyakinan El goyah, Oscar pernah hampir bercinta dengan seorang laki-laki di depan matanya. Itu pun terjadi baru beberapa bulan lalu.
Oleh sebab itu masalah dirinya di temui Mac, El tak buka mulut. Termasuk juga Tince. Yang kali ini mematuhi majikannya. Biar Oscar dengan El, Mac dengannya. Adil bukan?

"Hai Car!" sapa Mac ramah ketika melihat Oscar meninjau projek mereka. Oscar hanya tersenyum lalu mengambil jarak. Jangan sampai Mac menyentuhnya kembali, hingga libidonya naik.

"Mac." Oscar kembali pura-pura sibuk dengan mengikuti seorang pegawai proyek masuk dalam kawasan bangunan. Mac cemberut, kenapa ia di cuekin. Apa El ngadu kalau kemarin dirinya bertandang. Pastilah perempuan itu bercerita dengan di bumbui ramuan tambahan. Dasar mulut wanita bercabang dua, sulit di percaya, pandai bersilat lidah. Dan jangan lupakan pandai Memeras dompet pria. Tapi istrinya tidak begitu, Risa bahkan tak pernah menuntut di gaji. Kenapa pikirannya malah melenceng ke istrinya sendiri.

Lebih baik kan menyisingkan lengan lalu mengambil helm keamanan. Mengikuti Oscar pergi. Dia di tugasi pamannya, jadikan dia juga harus kerja. Membuntuti Oscar sama dengan kerja bukan? Sebenarnya Mac punya proyek sendiri, ia juga tambah sibuk karena di bebani pekerjaan perusahaan istrinya juga tapi kalau buat Oscar apa yang tidak? Sesibuk apapun Mac, akan selalu ada waktu.

"Ini benar kan ukurannya sama seperti gambar? Sudut kemiringan sudah pas. Udah sampai berapa persen?" tanya Oscar dengan serius pada salah satu pekerja yang tentu pangkatnya tinggi. Mac semula ingin mendekat kini malah terpaku, berdiri mengamati Oscar yang begitu berwibawa. Mendadak burung yang ia sangkar di dalam celana meronta tegak. Kalau tidak di tahan tentu saja air liurnya bisa menetes. Melihat lengan serta tangan Oscar yang di bungkus otot besar sedang memegang bolpoin. Tanpa sadar Mac menggigit bibir serta meremas salah satu sisi celananya. Oscar memang pandai membuatnya mengerang liar, mendambakan tubuh kekar untuk memuaskan dahaga birahinya.

"Pak Mac!!" Mac terperanjat ketika merasakan bahunya di tepuk kasar. "Kenapa cuma berdiri di sini? Mari saya temani berkeliling, melihat-lihat." Sialan, Mac sudah melihat keindahan yang menyegarkan mata melalui Oscar. Kenapa juga harus melihat bangunan yang masih batako, berdebu dan terlihat besinya yang mencuat kemana-mana.

Sedang Oscar langsung kabur ngacir ketika melihat Mac berdiri tak jauh darinya. Ia segala menyibukkan diri, agar pria itu tak mengajaknya mengobrol. Namun karena mereka terlihat satu pekerjaan jadinya sering ketemu. Seperti sekarang, mereka makan siang bersama-sama tentunya tak sendiri. Ada beberapa manajer proyek dan juga sekretaris sang ayah pasti.

"Kenapa kita gak makan di luar aja?" Ujar Mac sambil melihat makanan yang sudah tersedia di dalam wadah piring. Ada nasi, lauk, sayur dan juga segelas teh manis. Maklum mereka makan di warung sederhana. Mac tak terbiasa dengan makanan dengan menu Nusantara.

"Di sini enak, ramai. Saya gak suka makan sendiri." Jawab Oscar santun. Ia bermain tak-tik, jika mereka hanya berdua sebisa mungkin Oscar menghindar. Jika mereka terpaksa bersama maka Oscar akan memilih tempat yang banyak orangnya sekaligus mencari teman.

"Padahal Pak Mac udah mau traktir kita. Kenapa juga di tolak?" Sekretaris ayahnya yang bernama Berta ini juga tak mengerti situasi. "Sekali-kali kek makan di restoran Eropa atau Jepang."

"Kamu mau? Besok saya ajak ke sana." jawab Oscar cuek dan Berta hanya bisa pasrah. Bukannya kampungan, jujur saja ia naksir dengan Mac. Sosok pria tampan, pekerja keras dan juga berkarisma. Tak apalah Berta jadi istri kedua atau lebih rendahnya pelakor.

Mereka makan dengan tenang, sedang Mac makan malas-malasan. Ia menunggu saat Berta pamit pergi, mungkin sekedar pipis ke toilet atau mau kemana gitu. Ia mau bicara dengan Oscar tanpa gangguan. Sebagian pekerja juga sudah kembali dan warung mulai sepi.

"Kamu marah sama aku?" Pucuk di cinta, ulam pun tiba. Berta ngacir entah kemana. Pamitnya ke toilet tapi tak kunjung balik juga. Mungkin boker, semoga lama. "Kamu dari tadi cuekin aku. "

"Enggak, buat apa aku marah?" Tuh kan nada bicara Oscar ketus. Mac sadar telah membuat suatu kesalahan. Kesalahannya kecil hanya melabrak El.

"Aku minta maaf. Kalau kedatanganku ke butik El bikin kamu marah."

Oscar yang tengah mengelap mulut dengan tisu menghentikan aktivitasnya, alisnya yang tebal hampir beradu di tengah. "Kamu ke butik El?"

Eh Mac salah bicara. "Bukan maksud aku...."

"Kamu ke butik El???!!!" Bentak Oscar kasar serta keras. Mac otomatis terperanjat karena sang pria yang di sukainya itu bukan hanya bertanya namun juga menggebrak meja. "JAWAB!!"

"Iya aku ke sana. Tapi aku cuma ngomong sama El. Aku gak ngapa-ngapain apalagi nganiaya dia."

"Kamu ngomong apa aja sama El?" Suara Oscar turun satu nada namun Mac tetap saja ngeri, memilih menjauhkan kursi. Hanya karena El di usik pria ini bisa murka. Apa El sangat berarti, apa hubungan mereka sudah jauh? Apa Oscar mencintai El? Kalau tidak ada rasa apa-apa, mana mungkin perut El hamil.

"Aku gak ngomong apapun. Aku cuma memperjelas hubungan kalian. Kenapa El bisa hamil, kenapa kamu balik jadi karyawan papamu!" Mac berceloteh seperti tak punya dosa. Sedang Oscar menatapnya tajam dengan pandangan memicing curiga. Lalu ketika Mac mendapat jawabannya, apa keuntungan yang pria itu dapat.

"Lalu. Apa manfaatnya kamu bertanya. Jangan temui El, kalau kamu mau tahu tanya saja langsung padaku." Mac mendadak sakit hati. Kenapa Oscar begitu melindungi El. Tentu karena El sedang hamil anaknya tapi begitu cepatnya laki-laki itu tak menaruh perhatian padanya lagi kemudian memutuskan untuk hidup dengan perempuan. Padahal mereka pernah bersama selama 5 tahun. 5 tahun bukan waktu yang sebentar, 5 tahun waktu yang paling indah untuk dirinya kenang, 5 tahun mereka habiskan waktu penuh dengan cinta dan 5 tahun tak ada harganya di banding dengan El yang kini tengah hamil.

"Tak perlu aku sudah dapat jawabannya. El dan kamu dulu berhubungan di belakangku kan? El hamil dan kamu harus tanggung jawab." Oscar masih diam, hanya jadi pendengar. Biarlah Mac dengan kesimpulannya sendiri. "Aku ngerti kok kamu mungkin melakukan ini dengan terpaksa." Namun semakin lama, semakin ngawur saja buah pikiran si Mac. "Kamu mungkin penasaran, gimana rasanya berhubungan intim sama perempuan. Dan kamu menguji cobanya dengan El. Parahnya kamu salah korban, El membiarkan dirinya sengaja hamil atau sebenarnya El hamil anak pria lain."

Oscar menggebrak meja untuk kedua kalinya, lalu menerjang kerah baju Mac. "El hamil anakku. Aku gak merasa terjebak dan aku serius ingin menikah dengannya. Karena aku mencintainya!! " Mac tak bisa berkata apa-apa lagi. Jantungnya tiba-tiba melesat ke lantai. Kenyataan pahit macam apa ini? Oscar dengan lantang kalau mencintai El. Mac lebih ngeri lagi ketika badannya di seret berdiri. Mata Oscar menyala marah, ia hampir saja memukul Mac namun ia sadar jika kekerasan bukan menyelesaikan masalah. Di campakkannya pria yang sudah beristri itu ke kursi.

"Cinta? Terus hubungan kita dulu kamu anggap apa?" Oscar sudah berbaik hati, namun Mac malah memulai drama baru. Tangisan Mac memang berharga tapi itu dulu saat otaknya masih mlenceng. "5 tahun kita pacaran. Apa semudah itu kamu ngelupain aku?" Tentu tak mudah hanya karena keadaan Oscar harus membulatkan tekad dan bersikap tega.

"Hah? Menggelikan!! Aku menyesal pernah mencintai manusia tak tahu malu sepertimu!!" Ungkapan terakhir Oscar yang sanggup membuat hati Mac berdarah-darah dan langsung menangis keras. Mac sudah tak peduli dengan pandangan atau cibiran orang. Hatinya nya benar-benar terluka dalam. Oscar lalu pergi tanpa mau repot menengok ke belakang. Sedang Berta menatap anak bosnya dengan mata tak percaya. Rahangnya hampir melesat ke perut ketika ada yang bilang cinta tadi. Jadi mereka.... Berta menirukan dua orang yang tengah berciuman dengan jarinya yang di kerucutkan. Astaga.... kenyataan muram apa ini? Dunia mau kiamat. Pria yang di anggap laki banget dan pacar idaman nyatanya lebih menyukai pantat berotot. Untuk apa tadi ia berlama-lama dandan di kamar mandi. Lalu apa fungsinya heels ini kalau betisnya yang menggiurkan kalah dengan kaki berbulu. Berta ingin menangis. Rasanya resign jauh lebih baik.

Oscar tidak sadar jika berurusan dengan gay yang patah hati adalah sesuatu yang berbahaya. Mac merasa Oscar akan kembali dan menjadi miliknya lagi apabila El tersingkir.

☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️

BersamamuWhere stories live. Discover now