perasaan

10K 1.5K 42
                                    

Oscar dengan tenang meminum sebotol bir dingin. Matanya yang seterang samudra itu menelisik para tamu Club malam. Hari ini pengunjung seperi biasa, ramai namun tak terlalu padat karena bukan hari sabtu.

Entah kenapa ia memikirkan bisnis Club malam ini ke depannya. Punya impian sih akan membuka cabang namun dana atau modalnya belumlah terkumpul. Ia butuh mengumpulkan banyak uang serta peluang bisnis untuk masa depan anaknya kelak. "Bos bisa pesen apa aja. Kenapa minumnya cuma birr dingin?"

"Gue mau ngurang minuman keras," jawabnya bijak. Oscar tak mau jika sang anak kelak terjerumus ke dalam minuman haram ini. Maka dari itu dirinya mulai berubah. Apa untuk membangun club malam baru, ia mengambil pinjaman saja dari bank dengan jaminan surat bangunan ini ya? Sepertinya  itu ide yang cemerlang. "Gue bakal punya anak. Gue mau hidup lama."

Para karyawan yang mendengar ucapan Oscar merasa salut. Jarang-jarang kan seorang pria berkelakuan langka seperi Oscar mau bertanggung jawab penuh atas hidup anak yang tidak terikat secara hukum dengan sang ayah. Mereka tahu kalau untuk bertanggung jawab dalam betuk pernikahan bosnya tak akan mau.

"Bos, boleh nanyak gak?" tanya Dona salah satu primadona Club malam yang kini tengah mengambil segelas wiski.

"Tanya aja. Lo mau tanya kapan gaji lo naik?" Jelas itu masih lama.

"Bukanlah bos. Gue mau nanyak ituh si El jarang main ke sini. Gue juga pernah ketemu dia tapi kok perutnya agak gede. Persis kayak wanita hamil." Oscar benci jika El di gunjingkan tapi mau bagaimana lagi wanita sulit untuk dia ajak nikah.

"Emang dia lagi hamil. Hamil anak gue." SEketika Dona tersedak minuman dan kawannya Bastian yang seorang bartender sampai menjatuhkan gelas logam yang di gunakannya utuk meracik minuman.

"Hamil? Anak bos? Jadi El perempuan yang bos ceritain?" tanya Donna beruntun.

"Gimana bisa?" timpal Bastian yang masih belum percaya dengan kenyataan yang baru saja ia dapat. Kalau El hamil, ia percaya tapi kalau di hamili bos mereka. Rasanya mustahil atau bisa di katakan keajaiban.

"Gue punya sperma, dia punya sel telur. Dimana yang gak bisanya?" jawabnya dengan decihan kesal sesekali ia menegak bir untuk membasahi tenggorokan yang kering karena terlalu banyak bicara.

"Sperma bos masih berfungsi semestinya?" Hampir saja Oscar memukul kepala anak buahnya dengan gelas tapi ia tahan karena tak baik menganiaya orang ketika istri sedang hamil. Yang dapat ia lakukan hanya melotot marah sebab tak terima jika spermanya di ragukan kualitasnya.

"Kalau perempuan lain mungkin kita bisa percaya. Tapi ini El." Perempuan yang mungkin di benak siapa pun tak akan berani menyentuh. Selain galak, El juga termasuk perempuan dengan kriteria suami langka. Tak hanya tampan serta kaya saja. Nyambung dengan pikiran serta kelakuan perempuan itu misalnya.

"Bos gak di tendang pas gituh...." Dahi Oscar mengerut tajam. dengan sinis melirik ke arah kedua anak buahnya yang kini menatapnya kagum serta iba.

"Gue sama dia mabuk."

"Mabuk? Jadi bos terpaksa tanggung jawab." Oscar benci perempuan seperti Donna yang punya kesimpulan sendiri. Demi Tuhan ia tak terpaksa selalu di sisi El.

"GUe gak terpaksa atau merasa menyesal dengan kehamilan El. Gue tanggung jawab karena menurut gue itu yang harus gue lakuin dan terasa benar." Oscar mengatakannya dengan tatapan tajam di sertai ucapan yang begiu tegas dan lugas. Tak pernah ada keraguan dalam hatinya jika bayi yang El kandung bukan darah dagingnya. Janinnya itu seperti punya ikatan batin tak kasat mata yang terhubung dengannya.

"Kenapa gak bos nikahin aja si El?" Donna merasa jika sudah hamil pastilah anak itu butuh figur ayah dari mulai wujud nyata dan surat legalnya.

"El gak mau gue nikahin." Perempuan dengan pemikiran rumitnya.

BersamamuUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum