Kenyataannya

11.2K 1.5K 96
                                    


El terlalu syok dengan apa yang di lihatnya tadi. Semua jelas sudah. Tak akan ada pernikahan, tak akan masa depan untuk dirinya dan juga Oscar. Mereka tak akan pernah menyatu. El sadar perasaannya berjalan sepihak. Ia memupuk sedang Oscar membakarnya dengan api.

Flashback

Kakanya benar, pernikahan memang satu-satunya solusi yang ia punya. Dengan menikah El menyelamatkan bayinya, dirinya dan nama baik keluarga. Yah mengalah saja karena tak ada untungnya bermusuhan dengan sang ayah. Ayahnya kemarin menculiknya, mungkin besok-besok laki-laki yang gila kekuasaan itu tak segan-segan akan membunuhnya juga.

"Kamu mau kenalin kakak ke ayah bayi kamu?" Naima mengernyit heran. El mengajaknya ke Club malam. Dugaannya benar, ayah bayinya bukan laki-laki baik. Tak salah sih, pergaulan El saja cukup liar.

"Iya, aku udah mutusin buat nerima lamaran dia. Kakak kenapa?" Namun El cepat paham. "Emang kerjanya ayah bayi aku di sini, dia pemilik gedung ini."
Naima sedikit bernafas lega, setidaknya ayah bayi El itu punya rumah dan penghasilan. "Aku tinggalnya di gedung seberang sana!!" Tunjuk El pada gedung apartemen yang lumayan mewah berlantai 10.

Mereka masuk ke dalam Club dengan mudah. Selain El sendiri member tetap, para penjaga juga sudah tahu kalau perempuan yang memakai dress tertutup sampai lutut itu adalah sahabat pemilik Club.

"Oscarnya ada?" tanyanya pada Mona yang malam ini of melayani tamu.

"Ada di office, kerjaannya lagi banyak."

El tersenyum, Oscar bekerja keras pastilah demi anaknya juga. Ia menarik Naima untuk duduk di sebuah kursi di depan meja bar. "Ini kakak gue, temenin ya. Jangan loe kasih minuman keras, kasih aja jus." Mona mengacungkan jempol, sedang El sudah bergerak naik ke lantai atas. Di tengah langkahnya, El mengelus perutnya yang buncit. Anaknya akan bahagia, baru dirinya menyusul. Oscar tak akan membiarkan mereka menderita, celaka atau di sakiti. El Rasa itu saja sudah cukup. Lambat laun Oscar juga akan mencintainya.

Ceklek

"Hai." Sapaan itu terasa menggantung di udara saat El melihat Oscar sedang bergelung dengan seorang laki-laki. Mereka berciuman layaknya orang yang tengah di mabuk cinta. Hati serta mata El jelas panas namun ia tetap memegang kuat badannya yang hampir ambruk karena terlalu terkejut. "Sorry, gue ganggu"

Brakk

Sekuat tenaga ia alihkan Rasa sakit hatinya ke daun pintu. Membantingnya keras lalu berjalan secepat mungkin. Mengantisipasi agar air matanya tak jatuh di tempat yang nista ini. Sekuat apapun ia bertahan, tangis El akhirnya pecah. Dengan berderai-derai, ia menghampiri kakaknya yang menyambutnya dengan senyuman.

"Kak, kita pergi sekarang!!"

"Kamu kenapa?"

"Kita pergi!!" El menarik tangan Naima menuju pintu keluar. Sedang Oscar sudah turun mengejarnya namun di sayangkan mobil Naima bergerak lebih cepat. Oscar tak mampu mengejar hanya dengan bertelanjang kaki dan pakaian yang masih di kancingkan asal. "Sial!!"

🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏🍏

El meringkuk bagai seorang janin di tempat tidur. Ia menangis tanpa mau Berbicara pada sang kakak. Susu coklat hangat yang di buat naima masih tergeletak di atas meja belum kurang isinya sama sekali.

El jelas tak baik-baik saja hatinya sakit melihat dengan mata kepalanya sendiri kalau Oscar bermain gila dengan seorang laki-laki. Ah bukan Oscar yang gila tapi dirinya yang tak waras. Oscar penyuka sesama jenis. Itu sudah jelas. El yang baper menganggap kedekatan serta kepedulian Oscar sebagai perasaan lebih dari lelaki itu.

BersamamuWhere stories live. Discover now