Menjalin komunikasi.

10.2K 1.6K 59
                                    


Bicara? Mereka perlu mengurai kata yang pas tentang semuanya. Bagi El walau bicara berkali-kali pun hasilnya tetap sama. Pernikahan bukan jalan keluar, pernikahan hanya sebuah bentuk pelarian. Agar mereka sama-sama nyaman dan tidak di hakimi masyarakat. Padahal jika mereka menikah, itu hanya mendatangkan penyiksaan semata.

"Mau bicara apa?" Ekspresi El agak melunak. Selain sudah kenyang. Mereka kini tengah duduk santai di ruang tamu.

"Bicara masalah kita terutama tentang aku." Dahi El mengernyit membentuk beberapa lipatan jelas. Kepalanya ia mundurkan ke belakang, tak lupa wajahnya menghadap si laki-laki. Ia jelas 1000 persen heran. El tak memiliki gambaran jika yang di bahas itu Oscar. "Kalau aku bilang aku mau berubah jadi laki-laki normal. Apa itu bisa di terima nalar kamu, El?"

Beberapa detik kemudian mulut El terbuka layaknya ikan yang kehabisan nafas karena telalu lama di daratan. " Jadi nornal...Eh tunggu- tunggu!!" sanggahnya cepat karena sadar akan sesuatu. "Kenapa tiba-tiba kamu ngomong begitu? Aku gak mau kamu jadi orang lain apalagi berubah karena terpaksa."

"Aku gak terpaksa El. Aku berubah karena memang mau dan harus. Kamu gak akan tahu rasanya jadi aku." Mana El tahu, ia kan nafsu sama laki-laki toh El itu perempuan tulen dan gilanya, ia malah jatuh hati sama gay. "Aku pingin besarin anak kita sama-sama membuat sebuah keluarga. Tentu gak dengan satu anak aja."

Apa dia kata. Satu anak sudah membuat El kesusahan apalagi di tambah anak lain. Mampus saja kalau itu sampai terrjadi. Satu janin saja sudah menambah berat badan El sebanyak 10 kilogram. "Kamu mau ngajakin aku nikah lagi gituh?"

"BUkan El. Aku mau normal dulu baru ngajakin kamu nikah." Normal? Tanpa sengaja El menjatuhkan pandangan pada bagian tubuh Oscar yang di tutupi celana jeans panjang. "Maka dari itu aku butuh bantuan kamu. Bantu aku jadi normal."

Oscar mengenggam tangan El dan langsung menatap matanya. Siapa perempuan yang tak akan baper dan luluh. Mengiyakan rasanya berat, kalau ia bersedia. El bersalah karena melakukan uji coba yang tak akan ketahuan hasilnya. "Kalau kamu tenyata gak bisa berubah gimana?"

"Pasti bisa. Jangan pesimis kita kan belum berusaha." Otak El mencerna lama mencoba paham apa yang di sebut usaha. Mengembalikan Oscar kembali ke kodratnya di mulai pasti dengan sentuhan sensual. El bisa memberi tapi apakah pria itu bisa menerima.

"Dan kamu punya gambaran tentang yang namanya berusaha. Aku membantu kamu dalam bentuk apa?" Oscar menggaruk kepala. Antar bingung serta malu menjelaskan pada El. Apasih yang mereka permasalahkan kalau nyatanya mereka pernah melihat tubuh telanjang satu sama lain. "Karena sentuhan punya batasan. Kembali normal berarti kan memancing sahwat kamu kalau kamu sudah bernafsu lalu siapa yang akan jadi pelampiasan kamu? Aku bukan istrimu. Aku tak mau kita behubungan terlalu jauh walau sudah hamil. Bisa saja kan anak dalam kandunganku malah jadi dua?"

"El, terakhir kita USG janinnya cuma satu." Salahkan saja El dengan perumpamaan bodohnya. Ia juga bingung sendiri maunya bagaimana. Yang jelas ia takut setelah usaha yag telah mereka buat dan sepakati pada akhirnya El terluka. Oscar masih kokoh dengan orientasi seksualnya sedang El berusaha mati-matian move on dan menahan sakit hati. Tpi seperti dadu, tak akan menang jika tak di coba. Bukannya cinta layak di perjuangkan. El tak mau hanya berpangku tangan atau menyesal di kemudian hari. Biarlah ia keras kepala berusaha sendiri toh El di takdirkan dari kecil hidupnya lebih keras dari pada manusia pada awamnya.

*******************************

Sepanjang koridor rumah sakit, Hana dan Sara tak berhenti mengoceh. Mereka berdua senang bukan main melihat usia kandungan El yang memasuki usia enam bulan. Lihat calon keluarga mereka kini terlihat punya anggota tubuh yang lengkap di kertas USG. "Mas Panji senang kan mau punya anak cewek."

BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang