4 | Diary

548 65 5
                                    

Happy reading

***

Di malam gelap yang ditemani cahaya kecil dari lampu belajar, seorang Qiana menuliskan perasaan yang mulai hancur.

Antara mengikhlaskan atau merebut, kedua pilihan itu sangat sulit untuk dirinya. Ingin mengikhlaskan, tapi rasanya tidak bisa. Ingin merebut, tapi bagaimana mungkin ia menikung sahabat sendiri.

Qiana beberapa kali menghela napas mengingat kejadian di sekolah tadi, dimulai dari Vanka yang ditemani makan oleh Kevlar, sampai pada pria itu yang mengantarkan Vanka pulang.

'Tuhan, ini pertama kalinya aku jatuh cinta, tapi kenapa semua benar-benar sulit. Kenapa aku harus bersaing dengan sahabatku sendiri? Kenapa engkau ciptakan semua takdir ini?'

Ketika sedang asyik menulis tiba-tiba terdengar ketukan pintu dari luar, Qiana mengalihkan pandangannya dan mulai beranjak membuka pintu.

"Papa," ucap Qiana menatap Rio-Papanya.

"Kok belum tidur?" tanya Rio mengelus rambut putri satu-satunya.

"Lagi nulis."

Mendengar jawaban itu Rio menatap ke dalam kamar yang gelap itu, terlihat di meja terdapat beberapa buku dan lampu belajar yang menyala.

"Udah jam 10 malam, sekarang tidur besok kamu sekolah."

"Iya, Pa. Sebentar lagi tidur."

Rio tersenyum lebar, dan mulai menarik bahu Qiana. Menyalurkan sebuah pelukan hangat kepada putrinya itu, ia sadar bahwa ia terlalu sibuk dengan pekerjaan hingga lupa menghabiskan waktu bersama Qiana.

"Jangan ragu memilih, yakin dan ingat kalau Allah punya rencana terbaik disetiap pilihan kamu."

Tubuh Qiana terasa kaku mendengar ucapan itu, apakah Papanya tahu tentang apa yang sedang terjadi dengannya? Tapi dari mana?

Perlahan, Rio melepaskan pelukan hangat itu, lalu melangkah pergi dari tempat tersebut. Qiana masih memasang wajah bingung, saat ini banyak pertanyaan yang muncul di kepalanya.

"Apa Papa baca buku diary gue, ya?" tanya pada diri sendiri.

🌱🌱🌱

Keesokkan harinya Qiana pun sudah siap dengan pakaian seragam sekolah, ia memasukkan barang-barang yang berada di atas meja belajar ke dalam tas, termasuk buku diarynya.

Gadis itu berencana untuk menghabiskan waktu istirahatnya di perpustakaan sekolah, di sana ia dapat kembali menulis segala hal di buku diary.

Setelah memastikan semua sudah siap, ia memutuskan turun ke lantai bawah untuk sarapan pagi. Di meja makan sudah terlihat Papanya yang duduk dengan rapi sembari memainkan ponsel.

"Good morning," sapanya penuh semangat.

Rio mematikan ponselnya, tersenyum ramah menyambut kedatangan sang putri. "Good morning too."

"Pa, hari ini sibuk nggak?" tanya Qiana.

"Nggak terlalu, emang kenapa?"

Vanka [OPEN PRE-ORDER]Where stories live. Discover now