20 | Baikkan

607 48 1
                                    

Happy reading

***

Saat ini Vanka dan Kevlar berniat mendatangi rumah sakit tempat Qiana berada. Gadis berkursi roda itu sangat menyesal sudah melakukan semua hal bodoh yang menyakiti hati sahabatnya. Setelah mengetahui fakta tentang Qiana yang merelakan perasaannya, kini ia semakin yakin bahwa Qiana adalah sahabat sejati.

Perjalanan yang tidak terlalu jauh membuat mereka sampai lebih cepat. Kevlar memarkirkan mobil berwarna merah miliknya, lalu turun dan membantu Vanka. Gadis itu terlihat begitu terburu-buru ingin cepat bertemu Qiana. Sesampainya di ruangan, Vanka menangis histeris melihat alat medis yang terpasang di tubuh Qiana.

Mata yang selalu berbinar ketika melihat berbagai jenis novel, suara ocehan yang memberikan motivasi benar-benar sangat merindukan. Perlahan ia mendekati brankar, menggenggam tangan Qiana yang begitu lemah.

"Na, maafin gue," ucap Vanka menyesal, "nggak seharusnya gue libatkan lo di masalah yang lo sendiri juga nggak tau."

Air mata Vanka seperti tidak ada habisnya, hari demi hari hanya diisi dengan suara isak tangis memilukan. Mengingat hal-hal bodoh itu ia ingin sekali pergi sejauh-jauhnya, merasa malu kepada Qiana yang sudah sangat berjasa.

"Lo juga ngapain masih mau bersahabat sama gue? Udah tau lo di sini selalu jadi korban," oceh Vanka kesal. Ternyata bukan ia saja yang mempunyai sifat keras kepala, Qiana juga memiliki. Sudah disuruh menjauh, tapi tetap saja berusaha mendekat bahkan sampai memberikan surprise.

Sementara di luar ruangan semua orang termasuk teman-teman Kevlar, Rio, dan Kania tersenyum lebar. Pada akhirnya Vanka mengerti dengan kondisi ini, harapan mereka hanya satu, semoga hubungan persahabatan kedua gadis itu akan terus berlanjut.

🌱🌱🌱

Waktu berputar begitu cepat, sekarang sudah menunjukkan pukul lima sore. Beberapa orang sudah pamit pulang, hanya tersisa Vanka, Kevlar, Rio, dan Kania.

Kania tersenyum simpul melihat Vanka yang tertidur pulas dengan kedua tangan sebagai pengganjal kepala. Sejak tadi disuruh istirahat sangat susah, namun pada akhirnya tertidur juga.

Tanpa disadari jari-jemari Qiana mulai bergerak, mata terbuka secara perlahan hingga penglihatan gadis itu sudah terlihat jelas. Qiana menatap keadaan sekitar, ia menoleh ke samping kanan saat merasakan tangannya yang sedikit berat. Gadis cantik itu membelalak tidak percaya menemukan Vanka yang tertidur di kursi roda dengan kedua tangan sebagai pengganjal kepala.

Sangat bersyukur melihat Vanka yang kembali peduli, hingga air mata kebahagiaan turun membasahi pipi Qiana.

"Qiana, alhamdulillah kamu udah sadar," ucap Kania senang.

Mendengar suara itu Vanka merasa sedikit terusik, ia terbangun dari tidurnya dan langsung tersenyum lebar melihat Qiana yang sudah sadarkan diri. "Qiana!" pekik Vanka senang.

"Jangan berisik ah," jawab Qiana kesal, tapi senyum kebahagiaan masih terpancar dari wajahnya.

"Maafin gue, jahat banget gue udah buat lo sampai kayak gini. Gue nggak pantes jadi sahabat lo, gue nggak bisa seperti lo. Gue lemah, cengeng, dan egois," ucap Vanka memohon maaf.

"Nggak, lo itu sahabat terbaik yang pernah gue punya. Gue nggak pernah menyesal kenal sama lo," jawab Qiana.

"Lo rela berkorban perasaan demi kebahagiaan gue, dan nggak tau dirinya gue malah membenci lo."

"Van, seorang sahabat sejati pasti rela melakukan hal apa pun. Untuk gue yang suka sama Kevlar lupain aja, gue akan senang kalau lo juga senang."

"Gue nggak bisa menggambarkan betapa besar kebaikan lo, berapa banyak kata terima kasih yang harus gue ucapkan. Intinya, gue sayang banget sama lo," ucap Vanka penuh semangat.

Setelah kejadian itu mereka berdua memulai kembali hubungan persahabatan yang dulu sempat hancur. Tentang orang tua mereka yang akan menikah, mereka tidak mau mencampuri urusan tersebut. Karena sekarang apa pun yang terjadi, mau pernikahan itu ada atau tidak hubungan persahabatan akan selalu ada.

🌱🌱🌱

Siang hari ini tak banyak yang mereka lakukan selain memberantaki tempat tidur Qiana. Duduk dengan saling bersandar, ataupun berbaring.

Bosan? Tentu saja tidak.

Perut terasa penuh oleh makanan juga minuman yang ada di rumah Qiana, seharusnya tadi mereka berencana untuk pergi ke taman bermain. Namun, melihat cuaca di luar sangat terik dengan matahari yang menyinari bumi tanpa celah sedikit pun, membuat mereka malas keluar.

Alhasil yang diIakukan hanyalah diam di kamar dengan berbagai kegiatan masing-masing. Bahkan, sesekali tertawa keras saat menceritakan hal yang lucu.

Gue nggak bisa merangkai kata seperti novel yang lo baca, dan gue nggak bisa menjadi sahabat yang baik buat lo. Persahabatan yang terjalin sejak SMP sampai detik ini, segala macam cara lo dalam membantu gue nggak bakal bisa gue balas dengan apa pun. You are truly a friend, you are my help angel, you are the hero of my life. From you I learned a lot about life. Terima kasih banyak, Qiana.


ENDING....

Vanka [OPEN PRE-ORDER]Where stories live. Discover now