6 | Resmi Pacaran

460 65 13
                                    

Happy reading

***

Vanka menghela napas berat, menatap layar ponsel berharap ada sebuah panggilan masuk. Kini, sudah sepuluh menit ia menunggu kedatangan Kevlar, entahlah mungkin pria itu lupa akan janjinya malam ini.

Gadis itu menggerakan kursi roda keluar rumah, melihat bagaimana keadaan saat ini.

“Lupa mungkin,” ucap Vanka sedih.

Dia kembali menatap ponsel yang sekarang sudah menunjukkan pukul 20:20, dengan perasaan hancur Vanka memutar kursi rodanya masuk ke dalam rumah. Acara malam ini sudah gagal.

Ketika ingin masuk tiba-tiba terdengar suara klakson mobil, Vanka langsung tersenyum lebar ia tahu bahwa itu adalah Kevlar.

“Maaf lama,” ucap Kevlar.

“Nggak apa yang penting udah datang.”

“Ya udah ayo.” Kevlar mendorong kursi roda Vanka sampai di depan pintu mobil, kemudian menggendong gadis itu masuk ke dalam.

“Kita mau ke mana?” tanya Vanka.

“Diam aja nanti juga tau.”

Sekitar lima belas menit mereka pun sampai di parkiran pasar malam, Kevlar turun duluan untuk mengambil kursi roda yang berada di bagasi. Lalu, memindahkan gadis itu ke kursi roda dengan pelan.

“Wih, udah lama nggak ke sini,” ucap Vanka semangat.

“Terakhir kali gue ke pasar malam itu umur 14 tahun, sekarang gue udah 17 tahun ternyata lama banget, ya,” ucap Kevlar tertawa kecil.

“Kev, gue mau naik baling-baling dong,” ucap Vanka pelan.

Pria itu mendongakkan kepala menatap permainan baling-baling yang terlihat masih berputar. “Benaran?” tanyanya ragu.

“Setiap gue ke pasar malam Papa sama Mama selalu larang gue buat naik wahana di sini, alasannya mereka takut gue kenapa-napa. Padahal gue tau kekurangan gue selalu menjadi alasan paling utama,” ucap Vanka tersenyum miris.

Mendengar hal itu tanpa basa-basi lagi Kevlar langsung mengajak Vanka untuk naik baling-baling. Tujuan mereka ke sini untuk menghabiskan waktu dengan bersenang-senang, maka dari itu Kevlar akan menuruti semua permintaan Vanka.

Mereka berdua berjalan mendekati tempat penjualan tiket, setelah membeli mereka menunggu beberapa menit untuk naik ke wahananya.

“Lo tunggu di sini ya, gue mau beli gulali dulu.” Kevlar mengusap rambut Vanka, lalu pergi menjauh dari tempat tersebut.

Vanka yang masih tidak percaya akan tingkah manis Kevlar hanya dapat diam, dan menerima semua perlakuan pria itu. “Sering-sering ya perhatian sama gue.”

“Iya, selama ini gue juga perhatian sama lo.”

“Eh?” Vanka terkejut melihat Kevlar yang sudah berdiri di sampingnya dengan kedua tangan yang memegang gulali. Astaga, kenapa pria itu cepat sekali kembali, sekarang ia benar-benar salah tingkah.

“Kok cepat?” tanya Vanka gugup.

Kevlar yang dapat melihat jelas kegugupan itu mengusap kembali rambut Vanka pelan. “Biasa aja nggak usah gugup.”

Setelah menunggu beberapa menit akhirnya giliran mereka untuk naik, Kevlar memberikan kedua gulali tersebut kepada Vanka. Lalu, ia mengangkat gadis itu, membawa masuk ke dalam wahana. Tidak lama baling-baling pun mulai berputar, Vanka tersenyum lebar karena ini untuk pertama kali ia menaiki wahana tersebut.

Sebelum naik Kevlar sudah menitipkan kursi roda Vanka kepada salah satu penjaga di sana. Sekarang waktunya untuk bersenang-senang.

“Seru ternyata,” ucap Vanka sembari menatap keindahan malam.

“Van.”

“Hm." Gadis itu menoleh menatap Kevlar dengan pandangan bertanya. “Kenapa?”

Kevlar membasahi bibir bawahnya, sekarang malah ia yang merasa gugup. “Gue mau ngomong sesuatu."

“Ya ngomong aja," jawab Vanka yang merasa tidak paham.

“Ini tentang perasaan gue sama lo.” Seketika wajah Vanka langsung terlihat serius, dan penasaran.

“Jangan bilang kalau selama ini lo baik cuma karena kasihan sama gue,” ucap Vanka pelan. Mendengar ucapan itu Kevlar menggeleng tegas.

“Bukan, lebih tepatnya gue baik sama lo karena emang gue peduli. Lo sama Qiana itu udah kayak sahabat gue, jadi nggak salah dong kalau gue peduli.”

Sahabat? Vanka yang tadi sudah ingin tersenyum, tapi ketika mendengar kata itu ia kembali terdiam.

“Gue mau nanya, lo pernah merasa iri nggak sama Qiana? Atau merasa hidup ini nggak adil?” tanya Kevlar.

“Gue manusia dengan segala kekurangan, dan Qiana adalah manusia dengan segala kelebihan, ya udah jelas gue pernah iri bahkan merasa hidup ini nggak adil buat gue. Qiana itu kayak bidadari penolong gue, dan mungkin gue hanya benalu di hidup dia.”

“Qiana nggak pernah anggap lo begitu, dia ikhlas mau bantu. Bahkan, dia mau sakit hati demi lihat lo bahagia,” ucap Kevlar.

Vanka yang tidak mengerti pun menyerit heran. “Demi gue?”

Pria itu hanya menanggapinya dengan tersenyum kecil, ia tidak akan memberitahu Vanka semua hal. Biarkan saja gadis itu tahu langsung dari Qiana.

“Btw, hidup ini adil kok. Lo lihat, Allah menciptakan api dan air, mereka sepasang. Ada jahat dan baik, terakhir ada gue dan lo.”

“Gue dan lo?” tanya Vanka bingung.

“Iya, lo ditakdirkan nggak bisa jalan, dan gue ditakdirkan punya kaki gunanya buat bantu lo. Artinya kita sepasang, dan itu adil.”

Seketika senyum Vanka mengembang, sekarang ia tahu ke mana topik pembahasan tersebut.

Kevlar mencoba mengatur napas sebelum berbicara ke intinya. “Jadi pacar gue mau?”

Vanka membelalak kaget, jantungnya kini berdetak melebihi batas normal. Rasanya benar-benar seperti mimpi, ia tidak percaya dengan kejadian malam ini.

“Gue takut cuma nyusahin lo, karena kekurangan gue ini.”

“Van, di sini kita nggak bisa soal kekurangan atau kelebihan, tapi kita bicara soal hati yang udah telanjur nyaman. Gue bersedia buat jadi kaki lo.” Nada bicara Kevlar terdengar begitu serius.

Dengan perasaan yakin Vanka pun mengangguk pelan. “Iya.”

“YES!” teriak Kevlar bahagia.

Tepat malam ini di atas wahana baling-baling  menjadi saksi atas hubungan Kevlar dan Vanka. Nyatanya kekurangan ataupun kelebihan seseorang akan kalah, ketika perasaan sudah bermain.


BERSAMBUNG....

Vanka [OPEN PRE-ORDER]Onde as histórias ganham vida. Descobre agora