14 | Terlalu Kecewa

355 41 5
                                    

Happy reading

***

Cuaca yang terus hujan dari kemarin malam sampai pagi ini seolah tahu apa yang Vanka rasakan. Kesedihan mendalam dari gadis itu membuat ia terus bertanya, “Apa gunanya ia hidup?"

Satu persatu orang mulai pergi menjauh, meninggalkan Vanka sendirian di gelapnya dunia. Air mata terus mengalir tanpa harus diminta, berulang kali mengusap, berulang kali juga terjatuh.

Sejak kejadian kemarin siang Vanka hanya memilih diam, ia terlalu enggan berbicara kepada siapa pun, bahkan ia pergi ke sekolah tanpa sepengetahuan dari Papa dan Mamanya. Tidak peduli berapa banyak tanggapan orang tentang perubahannya, karena mereka tidak tahu bagaimana sesaknya ia saat ini.

Vanka menghela napas panjang, pikiran kini terasa semakin liar. Ia sangat tahu apa puncak dari permasalahan ini, yang jelas ia membenci hal itu. Memang pada dasarnya setiap pertemuan pasti ada perpisahan, dan ini untuk kesekian kalinya yang ia rasakan.

“Pagi-pagi udah badmood aja.”

Suara yang muncul tiba-tiba tanpa melihat pun Vanka tahu siapa orangnya. Qiana duduk tepat di sebelahnya, memiringkan kepala untuk melihat lebih jelas wajah Vanka.

“Jangan ganggu gue!” sentakan tersebut berhasil membuat Qiana terdiam.

Ini pertama kali ia mendengar nada tidak enak dari Vanka, tapi tidak mau menyerah Qiana kini kembali berbicara. “Kenapa sih?”

Hanya sebuah senyuman miris yang tercetak di wajah Vanka, tanpa minat untuk menjawab. Seakan-akan senyum itu sudah mewakilkan semua perasaan yang sedang hancur.

“Van, gue ada salah sama lo?” tanya Qiana yang mulai merasakan hawa tidak bersahabat dari Vanka.

“Lo udah tau, tapi pura-pura nggak tau? Atau, emang nggak tau?” tanya Vanka.

“Sumpah, gue nggak tau.”

“Tanya sama Papa lo, apa yang udah dia perbuat di keluarga gue!”

Qiana semakin menyerit tidak mengerti dengan apa yang Vanka ucapkan, apa hubungannya antara keluarga Vanka dan Papanya? Astaga, otak ia saat ini sedang dipaksa untuk berpikir keras.

🌱🌱🌱

Waktu berlalu begitu cepat jam sudah menunjukkan pukul 14.00 WIB, saat ini Qiana sudah sampai di rumah ia segera menghampiri sang Papa untuk bertanya apa yang sebenarnya terjadi? Rasa penasaran gadis itu sudah di ujung tanduk.

Melihat Rio yang duduk di kursi ruang kerja, Qiana melangkahkan kaki masuk ke dalam secara perlahan. Ia sedikit ragu, takut mendengar pernyataan yang tidak enak.

“Pa.”

Suara Qiana berhasil mengalihkan pandangan Rio, pria tampan itu tersenyum lebar menatap sang putri satu-satunya. “Kenapa, Sayang?”

“Qiana mau nanya sesuatu.”

“Apa?”

“Papa ada masalah apa sama keluarga Vanka?” tanya Qiana.

Rio nyaris tak mampu berkata sepatah kata pun, terlalu sulit dijelaskan namun makin lama Qiana pasti tahu apa yang terjadi. Dengan perasaan yakin Rio menjawab pertanyaan itu.

“Sebelumnya maaf kalau papa bikin kamu kecewa, emang papa bodoh bisa terjebak di hubungan ini.”

Perkataan yang tidak masuk akal itu membuat Qiana menggeleng tidak mengerti. “Pa, jelasin lebih detail.”

“Papa ada hubungan sama Mama Vanka.”

Seperti dihantam petir di siang hari Qiana terdiam kaku tidak memberi respon apa pun, ia berusaha mencerna ucapan tersebut. Berulang kali memahami, berulang kali juga ia menolak kenyataan itu.

Vanka [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang