15 | Cerai

350 48 2
                                    

Happy reading

***

Hari ini puncak dari masalah keluarga Vanka, gadis berkursi roda itu duduk di sebuah kursi menatap keputusan yang akan diberikan oleh hakim. Tepat di sebelahnya terdapat Kevlar yang terus menggenggam tangannya sembari memberikan motivasi.

Tidak lama terdengar suara ketukkan  palu, seketika memecahkan tangisan Vanka. Hari ini, menit ini, detik ini keluarganya sudah benar-benar hancur. Kebersamaan seperti hilang begitu saja di bawa oleh angin, tidak ada yang dapat ia lakukan kecuali menangis terus-menerus.

Ingatan tentang kebersamaan keluarganya kembali muncul, gadis itu seakan terperangkap di kenangan masa lalu. Vanka menatap Qiana yang kini sedang menundukkan kepala, dengan yakin ia pun mendekati gadis itu.

“Udah puas?” tanya Vanka dingin.

Mendengar suara dingin itu Qiana mengangkat kepala menatap wajah sang sahabat sedih.

“Lo dan papa lo emang perusak rumah tangga orang! Gue benci sama lo Qiana!” bentak Vanka penuh emosi.

Qiana menggelengkan kepala sembari menangis, ia sudah tahu jika semuanya akan seperti ini. Hubungan persahabatan mereka yang menjadi korbannya. “Van, gue sama sekali nggak ngelakuin apa pun.”

“Van, ayo pulang,” ajak Fahmi.

Berbicara tentang hak asuh anak,  semua jatuh kepada Fahmi. Vanka sengaja memilih pria paruh baya itu, karena tidak mungkin ia meninggalkannya sendiri.

“Sebentar Pa, Vanka mau ucapin selamat aja kok. Selamat karena dia dan papanya berhasil hancurkan hidup kita. Oh ya, mulai detik ini silakan menjauh dari gue, terima kasih.” Setelah mengucapkan kata-kata menyakitkan itu Vanka segera pergi bersama Fahmi dan Kevlar.

Qiana merasakan begitu sakit mendengar ucapan Vanka yang pedas, ia sama sekali tidak marah karena itu semua memang salah. Kini, ia tidak bisa apa-apa lagi padahal ia sudah menyiapkan segala rencana untuk merayakan ulang tahun Vanka beberapa hari lagi. Tapi, melihat keadaan yang tidak enak seperti ini ia jadi bingung harus melakukan apa.

“Qia, ayo pulang,” ajak Rio.

Qiana menoleh menatap sang Papa dengan pancaran mata yang terlihat kekecewaan mendalam. Tidak habis pikir kalau Allah punya rencana yang begitu besar seperti sekarang. “Papa puas? Lihat, hubungan aku dan Vanka jadi rusak karena Papa!”

“Jadi, selama berhari-hari Vanka sedih karena masalah ini. Aku udah nggak ngerti lagi sama jalan pikiran kalian para orang tua.” Qiana membalikan badan, lalu beranjak pergi meninggalkan mereka.

🌱🌱🌱

“Pa,” panggil Vanka pelan.

Fahmi yang sedang melamun, kini langsung tersadar. Pria itu tersenyum kecil, lalu melebarkan tangannya sebagai tanda ia ingin dipeluk oleh Vanka. Dari jarak yang tidak jauh, Vanka sudah meneteskan air mata ia semakin mendekati sang Papa kemudian memeluknya erat.

You strong,” ucap Vanka menyemangati Fahmi.

Fahmi masih terus memeluk Vanka, menyalurkan segala rasa kepada sang putri. Kini, hanya gadis itu yang menjadi alasannya untuk bertahan. Sekarang ia tahu, bagaimana sibuknya ia sampai lupa bahwa keluarganya membutuhkan perhatian.

“Ada Vanka di sini, nggak apa kalau mama pergi ninggalin kita.”

Beberapa orang pekerja di rumah menatap sedih kedua orang yang sedang berpelukan itu. Mereka juga merasakan kesedihan mendalam, apalagi mendengar Vanka yang terus mengungkapkan kata-kata singkat, tapi berhasil mencubit hati.

Tidak ada satu anak pun yang baik-baik saja ketika hubungan keluarganya hancur. Memang benar, bahwa orang tua terkadang hanya memikirkan perasaannya sendiri, tanpa memikirkan apa akibat dari perbuatan mereka.

Vanka melepaskan pelukannya, tersenyum seakan menunjukkan bahwa ia pasti bisa. Meskipun, secara fisik maupun batin tidak mendukung. Ia beralih menghapus air mata Papanya yang membasahi pipi.

“Nggak guna nangis, semua udah selesai.”

Ia menarik napas berkali-kali demi menahan air mata agar tidak tumpah. Ia harus melakukan sesuatu agar sang Papa bisa kembali tersenyum. Bagi Vanka sosok Fahmi adalah Papa yang sangat hebat, ia tidak marah karena Papanya sibuk bekerja. Karena kedewasaan ia harus paham, bahwa itu semua dilakukan untuk membiayai kebutuhannya.

Beberapa menit berlalu hanya mereka habiskan dengan saling memberi segala support, menunjukkan pada dunia bahwa setelah kejadian ini hidup masih akan berlanjut. 

“Papa janji akan selalu berusaha untuk jadi yang paling terbaik buat kamu. Sekarang alasan Papa kuat cuma kamu, janji sama Papa kalau kamu nggak akan pergi.”

Vanka mengangkat jari kelingkingnya, lalu berkata, “Vanka janji bakal selalu di samping Papa.”



BERSAMBUNG....

Vanka [OPEN PRE-ORDER]Where stories live. Discover now